Bila kini masyarakat di Jabodetabek ada yang terkena tilang karena melanggar peraturan ganjil genap menyambut Asian Games 2018, lalu dikenai denda sekian atau kurungan sekian bulan, tentu mahfum karena Undang-Undang beserta pasal dan ayat yang menjeratnya jelas.
Namun, di sepakbola nasional, mengapa sejak bergulirnya Liga 1, 2, dan 3 hingga Piala Indonesia, jeritan seluruh klub terutama dari Liga 1, menyoal hukuman dari Komisi Displin (Komdis) PSSI seolah dianggap angin lalu.
Hingga putaran kedua Liga 1, tepatnya dipekan ke-18, Komdis tak henti mengayunkan langkah dengan ringan menghukum dan mendenda pemain, ofisial, suporter, hingga klub dengan jumlah rupiah yang sangat variatif.
Hingga hari ini saja, seorang manajer klub Liga 1 sampai bersuara dan bertanya, kemana larinya uang yang diraup Komdis. Mengapa tidak ada audit.
Bagaiamana pula wacana Joko Driyono yang kabarmya mau merombak susunan Komdis PSSI dan Komisi Wasit?
Apakah selama ini Ketua Umum PSSI yang tengah bersiap menjalankan rangkap jabatan mengetahui perlaku Komdis PSSI yang gemar menghukum dan mengambil uang denda, namun tidak pernah ada transparansi ke publik, khususnya kepada klub Liga 1.Â
Mengapa Si A kena denda sekian. Mengapa Si B dihukum begitu. Kenapa Si C sanksinya lebih berat. Mengapa Si D dendanya besar sekali.
Apakah Joko Driyono hanya sekedar menghibur klu dan publik sspakbola nasional dengan kata-kata akan merombak Komdis?
Mengapa juga tidak pernah terdengar ada wasit yang dihukum, meski berkali-kali menjadi pemicu pemain bersikap tidak sportif, akibatkan suporter anarkis, ofisial klub meradang karena berbagai keputusan dan kepemimpinan wasit yang dianggap tidak tegas dan jauh dari fair play?
Bisa jadi, Menpora juga menyoroti masalah ini, namun mengapungkan isu tentang praktik judi dan pengaturan skor untuk mengingatkan PSSI tentang wacana pembekuan lagi.
Untuk apa kompetisi sepakbola terus bergulir, namun Komdis justru terus mengambil keuntungan dengan menghukum dan mengambil uang denda.