Selama ini tidak pernah terdengar ada program kerja sama antara PSSI dengan Kemendikbud, padahal objek yang didik sama, yaitu siswa. Malah, Kemenporalah yang rajin merecoki PSSI dengan menggelontorkan program yang menjadi tanggung jawab PSSI.
Bila di telisik, kini banyak sekali SSB di seluruh Indonesia yang telah menggunakan jasa pelatih dari mahasiswa atau lulusan dari Universitas Negeri jurusan kepelatihan olahraga (sepak bola) atau mantan pesepak bola yang memiliki ilmu mendidik siswa/pemain akar rumput justru sangat lengkap. Mereka tidak perlu berlisensi D atau D Plus.Â
Memahami pedagogik sesuai kelompok umur PAUD, tahu teknik mengajar, jeli menyentuh sektor intelgensi dan menggugah personaliti yang berdampak lahirnya pemain yang berkarakter dan berbudi pekerti baik. Mereka menjadi pelatih dan melakukan pembinaan dan pelatihan dengan program yang disusun secara ilmiah.
Dalam hal merancang kurikulum dan penerbitan Kurikulum Filanesia juga wajib libatkan ahli/pakar pendidikan/kurikulum. Lalu, menerbitkan kurikulum juga harus ada Pusat Kurikulum dan Perbukuan, sehingga, standar kurikulum dan penerbitan kurikulum ada penjaminan mutu dan ada uji kelayakannya.
Membentuk anak/siswa/pemain sepak bola usia akar rumput sama dengan mendidik anak PAUD. Tidak sembarangan, ada ilmunya, teorinya, dan praktiknya juga tidak didapat dengan cara instan.Â
Apalagi pertaruhannya adalah amanah menjadikan anak/siswa/pemain sepak bola usia akar rumput berkarakter dan berrkepribadian baik. Dapat menerapkan sportivitas, solidaritas, sosial, dan budaya yang baik di dalam dan luar lapangan. Bukan hanya mumpuni dalam teknik dan kemampuan bermain bola.
Yah, sayang, program kerja sama PSSI dan DFB yang sangat baik ini, tidak didahului dengan membenahi tata kelola pembinaan, pelatihan, dan kompetisi sepak bola akar rumput yang terafilasi di Askot, Askab, dan Asporv. Tidak pula melibatkan instansi terkait di dalam negeri yang justru profesional di bidangnya.
Kerja sama dengan DFB, dengan mencetak pelatih/instrukur lisensi D Plus, pilot project, Kurikulum Filanesia, ujung tombak penyebaran kurkulum, kira-kira langkah proses hingga muaranya akan seperti apa, publik sangat menunggu. Pengalaman telah membuktikan, selama ini berbagai program PSSI mengenai pembinaan pemain, sering putus di tengah jalan.
Jadi, setiap penggawa PSSI baru, seringkali membuat program baru, abaikan program lama dan terus berputar-putar hingga sepak bola nasional di akar rumput terus tertinggal. PSSI yang sekarang, mungkin tidak! Terlebih program membangun karakter dan kepribadian yang baik sesuai dengan nawa cita Presiden.
Hanya sebuah catatan kecil, semoga menjadi perhatian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H