Evan Dimas dan Ilham Udin yang diperebutkan PSSI dan Selangor FA, malah disia-siakan Milla. Evan dimainkan di posisi yang tidak biasa, pun bermain tidak penuh. Setali tiga uang, saat Evan di ganti, Ilham Udin pun baru bangkit dari tempat duduk cadangan dan masuk ke lapangan pertandingan.
Mubazir, Milla bukan hanya membuat kecewa publik sepakbola nasional, pihak Selangor yang bisa jadi juga turut menyaksikan pertandingan, pasti dapat berujar, daripada hanya bermain tidak penuh (Evan) dan hanya jadi pemain pengganti (Ilham) mengapa PSSI ngotot tidak melepas mereka kembali ke Selangor yang lebih membutuhkan!
Rezaldi "Bule" yang juga menjadi polemik PSSI dan Persija, malah lebih parah. Parahnya bukan sebagai pemain yang dimainkan tidak penuh dan bukan pula pemain pengganti, namun personalitinya nol! Bahkan anak kecil yang menyaksikan pertandingan live dari televisi, berujar "Bule bodoh, ga pakai otak! Masa pemain  nasional begitu! "Dapat kartu kuning juga karena sikap konyolnya. Lebih parah ga ada mikirnya sudah dapet kartu kuning, masih saja kekanakan bermain dalam level timnas."
Ironisnya, kesalahan-kesalahan yang dilakukan pemain timnas hampir semua merata dari faktor intelegensi (kecerdasan) dan personaliti (sikap). Satu-satunya gol yang dicipta Bahrain, terjadi karena faktor kecerdasan pemain belakang timnas.
Setelah gol tercipta, sepajang permainan, timnas mendominasi, namun di laga perdana Anniversary Cup di  Stadion Pakansari, Cibinong, Jumat (27/4) timnas tetap harus bertekuk lutut dari Bahrain.
Pernah dilatih bikin golkah?
Menilik jalannya laga, sejak timnas kebobolan dan berbalik menguasai jalannya pertandingan, seharusnya Milla sudah dapat membaca, dan segera mengubah startegi dan membuat skenario baru bagaimana menjebol gawang lawan yang penjaga gawangnya sangat mumpuni dalam bola-bola atas.
Andai di pertandingan tadi ada Rico Simanjuntak, pasti Rico akan sering menggiring bola mendekati garis pinggir sebelah kanan atai kiri, lalu mengirim umpan back pass datar ke rekan yang tinggal menceploskan bola ke gawang. Penjaga Gawang Bahrain yang unggul bola atas, pasti akan mudah dijebol dengan cara bemain tik-tak di dalam kotak pinalti dan menempatkan bola-bola sederhana ke sudut kiri atau kanan gawang.
Yah, tadi memang tidak ada Rico. Tapi entah Febri, Osvaldo, Lerby, Spaso.belum memiliki ilmu mencipta gol ke gawang yang penjaga gawangnya macam begitu atau karena Milla juga tidak mampu mengarahkan pemainnya dengan berbagai cara/teknik mencipta gol dengan berbagai kondisi. Mengapa Milla dan seluruh pemain tidak menguabah cara dan strategi sepanjang permainan, monoton dengan cara itu-itu saja!
Tapi sudahlah, kini publik tahu, inilah sementara kemampuan Milla dengan pasukannya. Masih sangat lemah intelegensi dan personaliti.
Bandingakan dengan seluruh pemain Bahrain. Mereka sangat cerdas, makanya di setiap kesempatan dan momen yang mereka peroleh dari benturan, pelanggaran pemain timnas, semua dimanfaatkan untuk mengulur waktu dan memprovokasi pemain kita.
Bagi Bahrain, persoalan teknik dan speed dalam permainan tidak menjadi penting lagi, namun bagaiaman mereka cerdas mengatur semua skenario dalam bertanding. Model Bahrani adalah model yang sering dilakukan tim-tim kelas dunia. Semua pemain telah mahir dalam taktik dan intrik, demi menggapai kemenangan meski dengan menghalalkan segala cara.
Sementara pemain kita masih terlihat polos, hanya berpikir bermain bola dengan teknik dan kecepatan, namun jauh dari pemikiran cerdas. Buntutnya, emosi juga susah terkendali. Sepanjang babak 1 dan 2, jangankan pemain di lapangan, penonton di Stadion dan di rumahpun gondok atas semua perilaku pemain Bahrain.
Tapi lihat, berapa kartu yang diberikan oleh wasit atas sikap pemain Bahrain yang mengulur waktu, pura-pura cidera, memprovokasi? Wasit hanya memanggil dan mengingatkan. Dan dalam sepakbola modern, kasus sikap pemain Bahrain seperti tadi, menjadi sah-sah saja, dan itulah potret sepakbola dunia masa kini.
Ayo Milla, kasih asupan menyoal intelgensi dan personaliti pada penggawa muda ini, jangan melulu teknik dan speed yang hasilnya seperti telah terbukti tadi.
Hargailah perasaan klub yang berpolemik atas pemain timnas ini. Beri kelegaan pada mereka, karena pemain yang diperbutkan memang menjadi pilihan utama Anda.
Bagaimana selanjutnya penggawa muda U-23 ini menyiapkan cara meladeni Korea Utara dan Uzbeistan? Masihkan Milla coba-coba? Atau sudah dapat kerangka demi menuju Asian Games dan torehkan prestasi? Ayo U-23, jangan polos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H