Berkali-kali CCTV menangkap dan layar besar menayangkan perilaku penonton yang tidak etis, ternyata tetap saja tidak menyadarkan sebagian penoton lain yang tetap mengabaikan soosialisasi dari CCTV dan layar besar. Pertanyaannya, model suporter macam apakah penonton macam ini? Harus ada aturan dan regulasi tegas dari pihak pengelola SUGBK untuk mengedukasi dan menindak penonton, agar hasil renovasi yang miliaran rupiah itu, tidak dengan semena-mena dirusak oleh oknum penonton yang belum cerdas otak, sekaligus mempersipkan penonton cerdas tuan rumah Asian Games di segala Stadion berlangsungnya arena pertandingan.
Sisi lain SUGBK
Catatan paling menyita warganet tentang pembukaan kembali SUGBK untuk laga timnas memang tentang perilaku penonton yang tidak etis memperlakukan tempat duduk penonton, karena bangku SUGBK kini sudah memenuhi standar rekomendasi/regulasi yang tertuang dalam Safety of Sports Ground Act 1975 dan The Football Spectators Act (1989), salah satunya berisi maklumat stadion-stadion harus memiliki tempat duduk (single seat) untuk masing-masing penonton yang bertiket.
Namun, ada catatan lain yang juga wajib publik sepak bola nasional dan pengelola SUGBK ketahui, selain menyoal tempat duduk yang menjadi keprihatinan kita semua. Sepanjang pengamatan saya turut menjadi saksi dibukanya kembali SUGBK;
Pertama, tentang pembelian tiket, penukaran tiket online di lokasi SUGBK, penjualan tiket langsung di SUGBK harus benar-benar tersosialisasi dengan baik ke publik.
Fakta yang terjadi, masih banyak penonton yang kebingungan mencari tempat penukaran tiket online dan membeli tiket langsung. Padahal tempat penukaran tiket online hanya disediakan di satu area. Begitupun menyoal pembelian tiket langsung. Letak loket dadakan yang dibuka panitia ternyata juga membuat kebingungan penonton mencari lokasinya. Belum lagi penonton yang hadir melalui berbagai pintu masuk di seputar SUGBK, akhirnya para penonton saling hilir mudik sekedar mencari lokasi penjualan dan penukaran tiket online.
Kedua, sebelum para penonton berjuang untuk menukarkan tiket online maupun membeli tiket langsung, penonton yang membawa kendaraan bermotor, juga harus berjuang mencari tempat parkir yang cukup rumit. Ironisnya, banyak kendaraan yang dapat parkir seenaknya di dekat petugas berseragam, karena katanya koleganya. Sedangtkan bagi suporter umum, untuk parkirpun harus berjuang.
Ketiga, sebelum masuk ke ring seputar SUGBK, penonton juga harus berjuang. Saya dan mungkin sebagian dari penonton pasti turut merasakan dongkolnya antre masuk ke SUGBK , mengikuti berbagai proses pemeriksaan badan dan barang hingga akhirnya masuk ke area check in. Masuk ke mesin pemindai barang. Prosedur keamanan macam masuk ke bandara ini belum tersosialiasi dengan baik ke suporter. Sehingga cukup merepotkan petugas sendiri dan membuat antrean mengular.
Lebih dari itu, ternyata untuk mengantisipasi terjaminnya keamanan, sekitar 36 ribu suporter yang hadir ke SUGBK, hanya disediakan kurang lebih 3 pintu detektor badan dan barang di seputar SUGBK. Sangat tidak logis. Area seluas SUGBK harus ditempuh dengan berjalan kaki memutar mencari 3 titik pintu masuk detektor sebelum masuk pintu SUGBK yang juga ada pemeriksaan lagi.
Keempat, pengelola SUGBK harus konsisten dalam aturan penonton tidak boleh membawa makanan ke dalam Stadion. Kendati di dalam Stadion telah disediakan fasilitas mineral gratis dengan plastik tempat minum dan sedotannya, seperti halnya etika duduk, etika mengenai makanan juga tetap menjadi persoalan besar.
Sebelum masuk stadion dengan tiket berbarcode, petugas di pintu masuk wajib memastikan penonton tidak membawa makanan ke dalam Stadion, penonton yang ketahuan menyimpan makanan dalam tasnya, pasti langsung meminta makanan dihabiskan dulu atau membaginya ke penonton lain atau meninggalkannya di pintu masuk. Sekilas proses ini cantik. Namun, di dalam stadion ternyata masih ada penonton yang dapat mengeluarkan makanan dari tasnya dan makan serta meninggalkan sisa atau sampahnya nya di sekeliling tempat duduknya.