Sepak bola nasional yang terus menggeliat dan terus berbenah, memang tidak dapat secara instan segalanya berubah sesuai keinginan. Terlebih menyoal budaya suporter, dalam hal ini sikap berdiri duduk serta memperlakukan tempat duduk dengan benar di dalam stadion.
Mengapa publik sepak bola nasional baik di media sosial, media cetak, maupun media elektronik membincang aksi suporter yang bersikap tidak cerdas di dalam Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) kala berlaku sebagai penonton di laga Timnas meladeni Islandia? Bahkan perbincangan mereka pun disertai bukti foto-foto perilaku penonton yang menunjukkan bahwa dirinya tidak cerdas dalam memperlakukan tempat duduk penonton?
Sebelum partai Indonesia versus Islandia dimulai, para suporter sudah mulai dipersilakan memasuki SUGBK yang merupakan stadion terbesar milik Indonesia melalui pintu masuk canggih untuk bertemu petugas yang melakukan pemeriksaan barang bawaan. Keberadaan pintu canggih tersebut merupakan bagian dari renovasi SUGBK yang mencapai nilai Rp 769,7 miliar.Â
Penonton masuk ke dalam stadion harus antre sesuai dengan gate yang tertera pada tiket yang dibeli. Sesudah itu, petugas penjaga tiket akan membantu penonton menempelkan tiket ke mesin barcode yang berwarna putih, barulah setelah itu bisa menuju bangku penonton sesuai nomor yang tertera dalam tiket.
Ada sosialisasi CCTV
Sayangnya, dia awal SUGBK dibuka kembali dan diharapkan bisa dijaga usai direnovasi, namun di pergelaran perdana SUGBK menampung suporter, banyak penonton yang masih bandel dengan menginjak-injak kursi dan duduk di sandaran punggungnya.
Hari Minggu (14/1/2018), publik pecinta sepak bola nasional ternyata bukan hanya menjadi saksi peresmian kembali SUGBK oleh Presiden Joko Widodo dan Timnas Indonesia kalah 1-4 dari Islandia, tetapi sekaligus menjadi saksi betapa masih lemahnya etika suporter Indonesia menjadi penonton sepak bola yang benar ketika berada di lingkungan dan di dalam Stadion. Terlebih adanya fakta lemahnya kesadaran suporter untuk turut menjaga dan merawat seputar dan di dalam SUGBK yang kini sudah cantik dan modern. Padahal, SUGBK butuh waktu proses renovasi selama 16 bulan dan menghabiskan dana miliaran.
Tapi apa yang dilakukan para penonton kita saat menjadi saksi atas kemegahan SUGBK yang pertama kali? Di linimasa jejaring sosial Instagram, banyak foto-foto yang memperlihatkan ulah penonton yang tidak cerdas dengan menginjak-injak kursi penonton SUGBK. Bukannya duduk manis, kebanyakan malah berdiri di atas kursi.
Banyak akun media sosial yang menggunggah foto seorang suporter asyik menonton dengan duduk di bagian sandaran punggung dan menginjakkan kakinya ke tempat duduk. Sementara foto-foto lain memperlihatkan seseorang berdiri di atas kursi untuk membentangkan syal bertuliskan Indonesia. Padahal jika dicermati, banyak kursi yang masih kosong sehingga tidak ada alasan terhalangi menyaksikan timnas sampai harus duduk disandaran.
Maka, tak ayal bila berbagai kecaman warganet berseliweran di media sosial dan mengumpat terhadap penonton yang tidak pakai otak. Mengapa? Waktu kurang lebih dua jam yang diberikan untuk penonton sudah memasuki SUGBK dan penonton dapat duduk di kursi sesuai nomor tiket, ternyata memang digunakan oleh pihak pengelola SUGBK sekaligus untuk melakukan sosialisasi etika duduk yang benar kepada penonton.
Fasilitas CCTV (Closed Circuit Television) yang tersebar di setiap sudut SUGBK seharusnya sangat mujarab memberikan sosialisasi sekaligus edukasi kepada para suporter untuk dapat duduk di bangku penonton sesuai etika yang benar. Faktanya, CCTV di dalam SUGBK langsung dapat menyorot dan menayangkan hingga meng-close-up di layar besar penonton-penonton yang duduk tidak semestinya. Saat CCTV menangkap penonton yang tidak memperlakukan kursi penonton dengan benar, maka layar besar langsung menayangkan dan seketika suporter di SUGBK meneriaki penonton yang terkena sorot CCTV.