Mohon tunggu...
Su Parmin
Su Parmin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

RAMAH HUMORIS CERIA PENYAYANG

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Sajadah Lusuh Gayatri

30 Desember 2014   05:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:12 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu aku benar-benar menikah dengan Gayatri. Di masjid sederhana dekat kawasan Bering Harjo, aku mengucapkan Ijab Qabul. Gayatri rela dan ikhlas menjadi istriku. Tapi aku tetap saja acuh padanya, aku tidak peduli padanya.

Setelah selesai ijab qabul, aku masuk kamar pengantin. Aku lihat wajah Gayatri Untari yang kini sudah menjadi istriku. Aku duduk di sampingnya dan masih tidak memperdulikannya. Hampir setengah jam aku dan Gayatri tidak berbicara apa-apa.

“Kang Saidi benci Gayatri” Sesaat Gayatri mulai membuka pembicaraan

“Iya. Kang Saidi benci kamu. Bahkan aku sangat benci kamu” Aku berkata tegas pada Gayatri. Seketika Gayatri semakin menangis.

“Seburuk apapun Kang Saidi, Gayatri tetap mencintai Kang Saidi. Gayatri sah jadi istri Kang Saidi. Gayatri ingin ridha dari Kang Saidi. Kelak, Gayatri ingin masuk surga bersama Kang Saidi”.

“Aku tidak sudi mencintaimu. Sudah aku bilang sejak awal. Kenapa kamu tidak memilih lelaki yang lebih baik dari aku. Di pondok kamu itu kan banyak lelaki penghafal Al Qur’an.

“Kang ini demi Emak. Pesan Emak agar Gayatri mencintai Kang Saidi akan tetap aku lakukan”

Aku beringsut dari kamar pengantinku. Aku sama sekali tidak menyentuh Gayatri. Malam pengantin itu aku tinggalkan Gayatri sendirian. Aku langkahkan kaki ke kawasan pasar Bering Harjo. Aku bergadang bersama teman-temanku hingga menjelang pagi hari. Aku pulang ke rumah setiap pukul tiga pagi. Setiap aku pulang jam tiga pagi, aku temukan Gayatri bersujud di atas sajadah lusuhnya.

Aku habiskan tiap malamku bersama teman-teman di kawasan Bering Harjo. Namun Gayatri tetap tersenyum padaku. Setiap pagi dia menyiapkan teh hangat padaku. Semakin aku membenci Gayatri, malahan dia semakin menunjukkan baktinya padaku. Dia bilang sangat mecintaiku mesti diriku tidak pernah mecintainya. Dia menegaskan kelak ingin masuk surga bersamaku.

Hingga pada malam itu, sekitar jam 10 malam aku pulang dari Bering Harjo. Tubuhku terasa gerah dan panas, maka aku mandi saja. Coba-coba aku mengambil wudhu sebisa mungkin. Aku ingat, aku berwudhu terakhir saat kelas enam sekolah dasar. Aku masuk kamar, di sana Gayatri sedang tidur. Aku pandangi wajahnya, sangat cantik sempurna. Hanya orang bodoh dan gila yang menolak mencintai Gayatri. Hatiku goyah seketika, perasaanku menciut.

Aku peluk Gayatri pelan-pelan takut membangunkan tidurnya. Setelah itu aku kecup kening dan bibir Gayatri. Hatiku bergetar hebat, ada perasaan bahagia sulit diungkapkan. Aku memang preman, namun inilah pertama kali aku memeluk perempuan. Inilah pertama kali aku mencium bibir seorang gadis. Tiba-tiba Gayatri terbangun kemudian tersenyum padaku. Aku kecup kening dan bibir Gayatri sekali lagi. Bulan purnama di luar tampak malu melihat kami. Bulan purnama menjadi saksi bisu kejadian malam itu. Malam itu, Gayatri telah sempurna menjadi istriku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun