Mohon tunggu...
Su Parmin
Su Parmin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

RAMAH HUMORIS CERIA PENYAYANG

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baju Putih Kak Ilham

31 Desember 2014   12:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:07 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernikahan yang aku dambakan bahagia tidak kunjung hadir. Layaknya wanita yang lain, dalam pikiranku berkecamuk tentang masa depan. Aku selalu saja merasa kekurangan dalam hal harta. Sekarang, Putri Azzahra bukti cintaku dengan Kak Ilham sudah berusia dua tahun. Wajah Putri Azzahra nampak lucu menggemaskan. Wajah Putri Azzahra memang lebih mirip dengan Kak Ilham. Aku membutuhkan keuangan yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan. Aku harus banyak menabung untuk memenuhi masa depan Putri kelak.

Kak Ilham hanya bekerja sebagai seorang guru sekolah dasar. Dengan pekerjaan itu Kak Ilham hanya mendapatkan gaji kurang lebih 2 dua juta perbulan. Uang duta juta rupiah untuk hidup di Jakarta sangat tidak mencukupi. Aku sendiri termasuk wanita yang tidak pandai mengatur keuangan rumah tangga. Jika ada kekurangan uang untuk membeli sesuatu aku lebih suka menumpahkan kekesalan pada Kak Ilham. Aku marah-marah tidak jelas pada Kak Ilham suamiku sendiri.

Aku memang dilahirkan dari darah Sumatra yang sifatnya keras, yaitu Padang Pariaman. Sedangkan Kak Ilham dilahirkan dengan kultur Jawa Yogyakarta yang halus. Jika sedang marah, kata-kata kerasku sering muncul secara spontan. Jika aku marah-marah, Kak Ilham memilih diam dan mengalah. Pada suatu pagi cekcok kecil itu terjadi, ini memang salahku.

“Kak. Carilah kerja tambahan yang lain” Aku membuka pembicaraan. Namun Kak Ilham nampak tidak mau serius menanggapi omonganku.

“Iya dek, sabar yah. Kak Ilham sedang berpikir mencari usaha tambahan” Kak Ilham tampak tenang berbicara padaku.

“Sampai kapan Kak. Sampai kita mati kelaparan?” Suaraku agak keras dan meninggi. Namun Kak Ilham tampak diam.

“Inshaallah. Kak Ilham dapatkan usaha tambahan itu”

“Jangan nanti-nanti Kak. Kita butuh uang banyak untuk Putri. Windi tidak mau Putri menderita kelak” Aku gendong putri yang tadi sudah terbangun dari tidur. Putri nampak bergerak-gerak dalam gendonganku. Mungkin Putri tahu kalau uminya sedang marah-marah sama abinya.

‘Iya, Kak Ilham ngerti kok Dek. Sabar Kak Ilham sedang berusaha. Mungkin Allah sedang menguji kita” Kak Ilham tetap tenang. Dia tidak membalas suara keras yang keluar dari mulutku.

“Sudahlah. Bulan depan pulangkan Windi ke Padang!”

Suaraku yang terakhir sangat keras dan kasar. Aku serahkan Putri dalam gendongan Kak Ilham. Tentu saja Kak Ilham sangat kaget dengan permintaanku yang terakhir. Dalam gedongan Kak Ilham, Putri malah tertidur nyenyak. Aku masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras. Nampak Kak Ilham mengehela nafas yang panjang melihat kemarahanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun