Bulan tak terlihat, namun Dia Maha Melihat
Warna warni gelombang suara menggema mendebarkan relung qolbu, banyak mereka menanti akan suara fasih penuh intonasi menentukan awal mulainya penggemblengan jiwa raga.
Katanya esok kita puasa, ada juga mengatakan kita masih bisa makan minum dengan leluasa.
Diantara mereka saling menerka akan kewajiban sebulan dalam setahun itu. Akulah yang benar dan kamu yang belum paham.
Ada yang menjawab dengan sumbang, nafsilah kita dalam menjalankan perintahnya.
Yang puasa adalah jiwa, bukan engkau menahan lapar dan dahaga atau mengharapkan surga.
Puasamu bukan untukku atau untuknya melainkan untukmu sendiri. Tak benar jika engkau menyusahi, karena puasa adalah nafsu dan hati.
Ah, kamu tahu apa? Jawabnya.
Aku tahu apa yang engkau tidak ketahui, tetapi bukan untuk mengingkari apa yang sudah kamu setujui.
Puasamu bukan untuk bermewah-mewah dalam menyiapkan berbuka puasa atau sahurmu. Bahkan tak layak dan pantas kamu pamerkan apa yang engkau miliki ditengah melarat dan susahnya mereka mencari sesuap nasi.
Ah, kamu tahu apa? Ketusnya