Hanya hujan yang turun dari langit selebihnya setiap manusia punya pilihan masing-masing. Ada yang tetap menjalankan aktivitas dengan payung, jas hujan, kendaraan mobil, kereta, pesawat dan lain sebagainya.Â
Ada juga yang berteduh sejenak sambal menuggu hujan reda. Ada juga yang mengurungkan niatnya untuk melakukan aktivitasnya dan memilih menunda lebih lama lagi.Â
Pilihan-pilihan tersebut tentu sah-sah saja dengan segala konsekuensinya. Namun, kita bisa melihat bagaimana dampak atas pilihan-pilihan yang diambil oleh masing-masing individu melihat kondisi hujan tersebut.Â
Dalam hal ini, tidak ada yang membenarkan setiap pilihan atau sebaliknya menyalahkan atas setiap pilihan tersebut. Tetapi mari kita coba renungkan kembali kondisi diatas dengan kondisi pandemi saat ini.
Kondisi pandemi saat ini tentu bisa kita lihat konteksnya, dengan kondisi diatas bagaimana pilihan saat hujan turun sedangkan rencana dan target kita harus tercapai.Â
Mungkin tidak terlalu persis tetapi yang dapat kita ambil adalah langkah-langkah mengambil setiap pilihan atas setiap kondisi sehingga pilihan tersebut mampu memberikan efek yang positif bagi setiap rencana dan target yang sudah ditentukan.Â
Meskipun pandemi ini berbeda dengan hujan, beberapa hal yang membedakan antara hujan dan pandemi khususnya mobilitas dan interaksi antar manusia. Saat hujan mobilitas dan interaksi antar manusia bebas tetapi pandemi ini meniscayakan adanya pembatasan mobilitas dan interaksi antar manusia.Â
Tentu cara dan metode pendekatan berbeda, karena pandemi ini membutuhkan perangkat sebagai penghubung dalam rangka menyampaikan pesan dari pemberi pesan dan penerima pesan. Â Â
Seperangkat sistem yang sudah menjadi kebiasaan yang melekat dalam sebuah entitas dalam berinteraksi, melakukan tindakan untuk bertahan maupun tumbuh kembang merupakan budaya yang menjadi ciri khas atau identitas.Â
Louise Damen menulis dalam bukunya Culture Learning: The Fifth Dimension in the Language Classroom, bahwa budaya mempelajari berbagi pola atau model manusia untuk hidup seperti pola hidup sehari-hari.Â
Pola dan model ini meliputi semua aspek interaksi sosial manusia. Budaya adalah mekanisme adaptasi utama umat manusia. Sedangkan Kontjoroningrat berpendapat bahwa Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.