Mohon tunggu...
Supadilah
Supadilah Mohon Tunggu... Guru - Guru di Indonesia

Seorang guru yang menyukai literasi. Suka membaca buku genre apapun. Menyukai dunia anak dan remaja. Penulis juga aktif menulis di blog pribadi www.supadilah.com dan www.aromabuku.com serta www.gurupembelajar.my.id Penulis dapat dihubungi di 081993963568 (nomor Gopay juga)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Menciptakan Sekolah Ramah Lingkungan dan Tanpa Sampah Plastik?

19 Juli 2024   11:53 Diperbarui: 19 Juli 2024   11:55 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menciptakan sekolah ramah lingkungan sungguh pekerjaan berat. Jika semua tentang ramah lingkungan itu dilakukan seperti minim sampah plastik, tanpa kertas, tanpa sampah, dan lainnya.

Bahkan sekolah Adiwiyata pun belum tentu sudah bisa zero sampah atau nol sampah plastik sekalipun. 

Kurikulum merdeka membuat guru semakin kreatif. Ada bahan ajar, media ajar, dan lainnya yang dibuat lalu diprint ditempel. Seperti seorang guru memposting seorang guru yang kreatif membuat bahan administrasi guru. Hal ini mendapat tanggapan dari guru lain. Cukup seru obrolannya..

Guru yang kece. Katanya melihat guru yang asyik memamerkan perangkat administrasi di kertas berwarna dan dilaminating itu. 

Bahkan perlu ditiru nih.  Cuma nggak ramah lingkungan dan tidak digitalisasi ya. Tapi untuk orang atau guru yang masih konvensional, masih oke saja. 

Memang sih Ramah lingkungan itu termasuk sampah yg bisa di daur ulang juga kan? Kertas mudah terurai kan?

Padahal, Semakin banyak kertas digunakan, semakin banyak pohon ditebang. Jadi, hemat2lah ya..hehe.. Termasuk kalau pakai tisu, secukupnya saja. Bahkan kalo dikomunitas apa gitu, mereka pakai serbet atau kain.

Juga di  Finlandia atau negara mana yang justru malah back to book karena ternyata full digitalisasi juga ada ekses negatifnya 

Pola konvensional ternyata mengasah banyak sisi yang tidak di dapat pada proses dengan digitalisasi. Misalnya baca buku konvensional lebih nyaman daripada buku digital. Bisa saja kan. Nah, mungkin disinlah konsep seimbang. dimainkan.

Selain itu, di sini berarti peran daur ulang dimainkan. Agar tidak banyak pohon2 yang di tebang. Tapi ya nggak cuma daur ulang saja lah. Mengurangi penggunaan kertas juga sangat berperan. Beberapa koran dan majalah sudah tidak dicetak. Meskipun mereka sangat mampu mendaur ulang koran2 mereka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun