Mohon tunggu...
Supadilah
Supadilah Mohon Tunggu... Guru - Guru di Indonesia

Seorang guru yang menyukai literasi. Suka membaca buku genre apapun. Menyukai dunia anak dan remaja. Penulis juga aktif menulis di blog pribadi www.supadilah.com dan www.aromabuku.com serta www.gurupembelajar.my.id Penulis dapat dihubungi di 081993963568 (nomor Gopay juga)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memilih Pendidikan Nonformal karena Programnya, Alternatif Pendidikan untuk Anak

18 Juli 2024   11:14 Diperbarui: 18 Juli 2024   18:22 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak jenis sekolah yang bisa kita pilih. Saya memilih sekolah nonformal untuk dua anak saya. anak pertama saya masuk sekolah nonformal ketika umurnya 7 tahun. Dia sudah dua tahun di sekolah nonformal. Anak kedua saya masuk sekolah nonformal umur 6 tahun.

Saat mau masuk sekolah saya memberikan beberapa pilihan kepadanya. Kami mendatangi dua sekolah swasta, satu sekolah negeri, dan sekolah alam. Sempat pula mencoba beberapa fasilitas di sekolah itu. Dari beberapa sekolah itu, anak saya memilih sekolah alam.

Padahal, kalau dia pilih sekolah swasta, bisa jadi berangkat dan pulangnya bisa bareng dengan saya, karena saya adalah guru di sekolah swasta. Nyatanya dia pilih sekolah alam yang merupakan sekolah nonformal.

Namanya Sekolah Ilalang. Tidak punya ruang kelas seperti kelas pada umumnya. Sekolahnya tidak pakai seragam. Nama kelas-kelasnya adalah Kelas Raja, Kelas Semai, Kelas The Flash, Kelas Hujan, Kelas Naga, dan Kelas Pucuk Harum.

Raportnya bukan berisi angka-angka tetapi deskripsi perkembangan anak. kenapa saya berani memilihkan sekolah alam ini?

Inilah pertimbangan saya mantap memilih sekolah ilalang, sekolah nonformal.

Pertama, siswanya belum banyak

Anak pasti mendapatkan perhatian lebih banyak dari guru karena satu guru mengampu beberapa anak saja. Bandingkan dengan sekolah formal. Satu guru harus mengawasi 10 hingga 20 siswa. Bahkan ada yang lebih. Maka, perhatian guru pasti kurang maksimal.

Kedua, sekolah berbasis minat bakat

Ini yang tidak kalah penting. Kalau sejak kecil sudah tahu minat dan bakat tentu bisa memaksimalkan minat dan bakatnya itu. Kan banyak orang yang tidak tahu apa minat dan bakatnya. Bahkan sampai dewasa atau tua masih bingung. Padahal kalau sudah tahu apa minat dan bakatnya kan bisa dimaksimalkan sehingga bisa menjadi pribadi yang jauh lebih baik.

Ketiga, banyak kegiatannya

Semakin banyak kegiatan semakin bagus buat anak. Semakin banyak bergerak motorik anak semakin bagus. Anak juga banyak mendapatkan pengalaman dari kegiatannya itu. Pengalaman yang mungkin tidak akan didapatkan di dalam kelas. Pengalaman itu yang sangat berharga sebagai bekal dalam kehidupannya.

Keempat, belajar kecakapan hidup

Di sekolah, anak belajar keterampilan seperti memasak, piket, keterampilan seperti mencuci, menyetrika, menjahit, dan lainnya. Ya, anak-anak seringkali melakukan keterampilan itu di sekolah kan itu bermanfaat buat kehidupannya.

Kalau sekolah formal mungkin tidak bisa merasakan aktivitas seperti itu. Sekilas kita bisa mikir pekerjaan itu kan ada yang mengerjakannya. Anak-anak perlu dikenalkan dan bisa mengerjakan keterampilan itu. Daripada tidak pernah melakukannya bisa-bisa anak kaku atau bahkan tabu mengerjakan keterampilan itu.

Kelima, pendidikan berbasis komunitas

Setiap orang tua dilibatkan dalam pendidikan anak-anak yang ada dalam sekolah itu. Orang tua diajak untuk memenuhi tanggung jawab dan kepedulian terhadap pendidikan anak-anak yang ada dalam sekolah itu.

Sesuai dengan yang diharapkan anak saya menemukan berbagai kegiatan seru. Salah satunya naik kereta api. Sehingga sekarang sudah tiga kali naik kereta. Anak-anak naik kereta api merupakan pengalaman yang menyenangkan. Anak mana sih yang gak suka kereta api. Melihatnya saja senang sekali. Apalagi naik kereta api.

Sekolah yang dipimpin oleh Abah Apri (kami memanggilnya begitu), melibatkan keluarga. Jangan bayangkan kalau di sekolah ini orang tua bisa berlepas tangan kepada fasilitator di sana. Justru orangtua semakin sibuk. Kami harus selaras dengan sekolah. Banyak pekerjaan tambahan yang mungkin di luar berbeda dengan orang tua di sekolah lain.

Apa yang berbeda?

Kami diminta membuat visi misi keluarga. Nah sudah beda kan? Kalau di sekolah negeri mungkin tidak sampai orang tua membuat visi misi keluarga. Tidak gampang membuatnya. Sampai beberapa hari saja masih ada perdebatan antara saya dengan istri. Tapi saya menyadari bahwa visi misi keluarga ini sangat bagus dan sangat penting dan harus dipunyai oleh setiap keluarga supaya keluarganya itu punya arah.

Kami juga diminta program keluarga misalnya dalam satu tahun ini mau melakukan program apa yang berguna untuk lingkungan. misalnya di keluarga saya membuat taman baca dan menurut song mendongeng di beberapa daerah atau tempat.

Kami juga melakukan lapak membuka lapak baca di alun-alun yang intinya mengajak orang untuk kembali membaca buku. Ada juga membuat program ecoenzim yang sebagai program mengurangi sampah di rumah atau rumah tangga. Kalau di keluarga lain ada yang membuat program berbagi misalnya berbagai makanan sembako dan lainnya. Diutamakan program yang berkaitan dengan keluarganya.

Program Sekolah Nonformal

Anak-anak di sekolah ilalang sering bermain di sawah, sungai, kebun, dan lainnya. mereka berenang, panen sayuran, membuat kompos, mencari kotoran hewan, dan lainnya. nah, banyak kegiatan seperti itu yang membuat beda dari sekolah formal. Itu yang membuat bahagia anak-anak. Sebetulnya, kalau sekolah formal ada kegiatan seperti itu, bahagia juga mungkin ya. Hehe..

Nah, untuk program, banyak juga di sekolah kami. Salah satunya di sekolah kami ada program backpacker. Tahun ini Sekolah ilalang ke Jogjakarta. Kegiatan backpaker dilakukan pada 19-21 Mei 2024. Mengambil week day atau hari biasa supaya tidak macet di lokasi tujuan. Ke mana tujuan backpaker? Jogjakarta! Ya, kota pelajar itu yang jadi tujuan kegiatan sekolah kami. Bukan hanya anak-anak saja tetapi juga bersama keluarga. Jadi ayah, ibu, dan keluarga lainnya diajak.

Tak sekadar backpaker-an, agar punya banyak makna, maka kegiatannya diisi dengan belajar. Sesungguhnya hidup akan punya banyak warna. Di kehidupan akan ditemukan berbagai hal. Kita tinggal memilihnya untuk mengambil hal baik atau buruk.

Rombongan keluarga ilalang berangkat dari stasiun Rangkasbitung pukul 07.00 WIB. Ada yang sudah kumpul sejak pukul 05.00. Kami berangkat pakai motor, nanti dititip di stasiun. (Ternyata ongkos parkir selama 3 hari adalah Rp. 28 ribu).

Sebelum berangkat Abah Apri, kepala sekolah, memberikan penguat agar selama di jalan bisa dijadikan panduan. tidak lama. sekitar lima menit. Ditutup dengan doa. Lalu foto-foto dan segera berangkat. Setiap keluarga menyiapkan kartu multitrip atau e money untuk naik Commuter line.

Tiga hari melakukan back paker bersama ilalang school untuk mendapatkan banyak makna tentang kehidupan. Sekolah ilalang yang ada di kabupaten Lebak Provinsi Banten melakukan agenda tahunan ini ke Jogja. Sebuah kota yang melambangkan kenyamanan dan kebahagiaan.

Tak hanya menikmati perjalanan saja tetapi banyak mengambil pelajaran di sepanjang perjalanan bahkan sampai pulang.

Melihat kekompakan keluarga lain yang bahkan jauh dari lokasi kumpul tetapi tepat waktu datangnya.

Melihat kerepotan dan kerempongan menyiapkan anak yang lebih dari tiga orang, itu bukan hal yang sederhana. Mengingat satu anak dengan anak lainnya bisa berbeda karakter, ada yang mudah dikondisikan, ada yang butuh tenaga ekstra.

Ada keluarga yang unik. Mereka punya banyak anggota. Anak tertua punya tanggung jawab mengasuh adiknya. Masing-masing punya tanggung jawab terhadap barang bawaannya.

Ijazah di sekolah nonformal

Salah satu hal utama yang menjadi pertimbangan formal adalah tentang ijazah. banyak orang tua yang bertanya hal ini. Bagaimana nanti ijazahnya? Apakah dapat ijazahnya?

Kalau di sekolah kami tidak ada ijazahnya. Jadi kalau ingin mendapatkan jasa bisa mengikuti penyetaraan paket A. sekolah punya link ke KBM atau lembaga lain yang bisa mengeluarkan ijazah penyetaraan ini. Dan sudah ada beberapa anak yang mendapatkan ijazah lewat penyetaraan. Ini bisa dipakai mendaftar di sekolah negeri atau kampus nanti.

Banyak kan orang yang bisa melanjutkan sekolah dengan berbagai ijazah penyetaraan? Nah ini bisa jadi solusi atau jawaban tentang pendapat atau tidaknya ijazah.

Kalau pertimbangannya mencari pekerjaan tentu tidak masalah kan ijazahnya formal atau non formal. Apalagi jika nanti diarahkannya menjadi pengusaha tentu tidak membutuhkan ijazah formal. Kita sekolah bukan karena ijazah tapi mendapatkan ilmu.

Perubahan yang saya amati pada karakter anak saya adalah kemandirian, kreativitas, dan dan bakatnya. Misalnya sudah bisa masak sendiri. di usia 7 tahun dan 9 tahun sudah biasa mencuci baju merapikan kamar dan keperluan pribadinya. Walaupun masih dibimbing oleh orang tua.

Secara keseluruhan hal yang didapat dari sekolah nonformal adalah banyaknya pengalaman dengan berbagai kegiatan di sekolah tersebut. Setiap tempat atau pilihan memang punya kelebihan dan kekurangannya. Tapi kita harus bertanggung jawab dengan pilihan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun