Mohon tunggu...
Supadilah
Supadilah Mohon Tunggu... Guru - Guru di Indonesia

Seorang guru yang menyukai literasi. Suka membaca buku genre apapun. Menyukai dunia anak dan remaja. Penulis juga aktif menulis di blog pribadi www.supadilah.com dan www.aromabuku.com serta www.gurupembelajar.my.id Penulis dapat dihubungi di 081993963568 (nomor Gopay juga)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anomali Guru Penggerak, Ini Harus Dihindari

25 Februari 2023   12:11 Diperbarui: 25 Februari 2023   12:19 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program guru penggerak adalah program yang keren. Banyak peningkatan yang didapat dari program ini. Kualitas guru semakin meningkat dengan berbagai paradigma pendidikan dan skill pengajaran lainnya. 

Sudah diluncurkan program guru penggerak ini terus diminati oleh banyak guru. Entah dengan motif ingin meningkatkan karir, membuka peluang menjadi kepala sekolah, atau lainnya yang jelas guru penggerak terus marak. 

Di sekolah, saya pun melihat sendiri kualitas peningkatan kualitas guru ketika mengikuti program guru penggerak. 

Namun, di sekitar saya juga terjadi anomali guru penggerak. Seorang guru penggerak yang semakin punya ilmu mumpuni harusnya berilmu padi. Semakin berisi semakin menunduk. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Seorang oknum guru penggerak ini justru apa yang dengan rasa hormat kepada guru lainnya. 

Beberapa kali saya menjadi saksi seteru antara guru penggerak dengan teman seprofesinya. Padahal, guru itu adalah seniornya. Sudah selayaknya kepada orang yang lebih tua, harus hormat. Walaupun ada perbedaan tidak lantas mengabaikan kesopanan. 

Di luar konteks masalah siapa yang benar dan salah, tidak elok kiranya seorang guru tidak hormat kepada rekan seprofesinya. 

Apalagi jika memang dalam masalah ini, si oknum guru penggerak yang keliru.

Oke sih guru penggerak punya banyak strategi baru dengan dari keikutsertaannya dalam program guru penggerak ini. Tapi bukan berarti hal yang baru itu selalu benar.

Misalnya dalam cara mengerjakan soal. Bukankah ada banyak cara dalam mengerjakan soal? Sah-sah saja menggunakan cara yang berbeda dalam mencari penyelesaian? 

Seperti cara menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel. Itu kan ada tiga cara. Bukankah boleh menggunakan salah satu dari ketiganya? Bebaskan siswa menggunakan metode yang dia sukai. 

Oknum sang Guru penggerak ini mematenkan bahwa menyelesaikan soal ini harus menggunakan metode campuran saja. Dengan dalih itulah metode yang paling ringkas untuk menyelesaikan soal. 

Jadi ceritanya dia menyalahkan metode yang digunakan siswa. Siswa ini mendapatkan metode dari bimbingan belajar yang diikuti. 

"Kalau belajar sama saya ya harus pakai cara saya" katanya tegas. 

Nah seperti itulah kalimat yang muncul dari ucapannya. Okelah dia sebagai pemilik atau penguasa di kelas. Tapi apakah tidak boleh memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih cara belajar terbaik menurutnya? 

Nah, kritik seperti inilah yang jadi anomali dari seorang guru penggerak. Yang seharusnya membuat siswa merdeka malah jadi terjajah. 

Cerita ini hanya oknum saja ya. Saya yakin masih banyak guru penggerak yang benar-benar guru penggerak yang memerdekakan siswa dalam belajar. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun