Mohon tunggu...
Supadilah
Supadilah Mohon Tunggu... Guru - Guru di Indonesia

Seorang guru yang menyukai literasi. Suka membaca buku genre apapun. Menyukai dunia anak dan remaja. Penulis juga aktif menulis di blog pribadi www.supadilah.com dan www.aromabuku.com serta www.gurupembelajar.my.id Penulis dapat dihubungi di 081993963568 (nomor Gopay juga)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Santun pada Ibu

22 Desember 2017   10:40 Diperbarui: 22 Desember 2017   12:51 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.youngesteight.com

Sebuah hikmah dari seorang Muhammad bin Sirin. Seorang tabi'in (orang yang hidup sesudah masa para sahabat Rasulullah). Beliau terkenal sebagai ahli ilmu. Juga sebagai orator ulung. Mempunyai suara menggema , keras, dan berwibawa. Biasa memotivasi kaum muslimin untuk beribadah dengan suara yang memukau. Beliau terkenal dengan kata, kalimat dan ucapan yang indah. Namun semuanya itu berbeda ketika beliau menghadap ibunya. Sebagian sahabatnya berkata, "Seakan-akan beliau selalu kehabisan kata-kata saat berhadapan dengan ibunya". Beliau hanya membisu, tunduk, takzim dan tidak punya kehebatan apa-apa. Hal itu karena beliau sangat berhati-hati dan benar-benar diatur nada bicaranya ketika berkata pada sang bunda.

Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah lebih dari seorang oratur ulung sehingga berani berkata tidak sopan pada ibu kita? Apakah kita sudah jadi orang hebat sehingga berkata seperti mengajari ibu kita? Sesungguhnya kita lancang jika berani berkata yang tidak sopan kepada ibu.

Ada hal yang menarik pada kegiatan pramuka kewirausahaan Pramuka Wirakarya di Kwarda Banten bulan Oktober kemarin. Salah satu peraturannya adalah diharuskan membawa tas ransel atau bawaannya kemana pun pergi. Baik itu ke mushola, kegiatan di lapangan, hingga ke kamar mandi. Jika peserta kemah bawa dua tas, keduanya pula tas itu harus dibawa. Hikmahnya adalah supaya peserta bisa merasakan bagaimana ketika ibu mereka mengandung mereka. Hampir semua peserta merasakan berat, lelah, dan capek menggendong tas seperti itu. Awalnya memang agar ringan. Namun lama kelamaan terasa berat. Dan hampir semua mereka mengeluh, juga terharu. Mereka menyadari, betapa berat perjuangan ibu mereka. Di perkemaah itu, hanya tiga hari mereka menanggung beban itu. Tentu dapat dibayangkan betapa beratnya penderitaan ibu yang menanggung beban selama kurang lebih sembilan bulan sepuluh hari.

Bakti Sang Penghuni Langit

Kisah berbakti kepada seorang ibu ditunjukkan oleh seorang Uwais AL Qarni. Dia sangat berbakti dan mencintai ibunya. Tidak pernah membantahnya atau meninggalkannya tanpa izin. Ibunya yang sudah berusia lanjut menyatakan keinginannya untuk berhaji. Hal ini membuatnya risau. Selain tidak memiliki biaya yang cukup, jarak Yaman ke Mekkah cukup jauh. Mereka tidak punya unta untuk kendaraannya. Namun Uwais tidak ingin mengecewakan ibunya. Dicarinyalah cara. Akhirnya Uwais membeli seekor anak lembu. Dibuatnya kandang diatas bukit. Setiap hari, Uwasi menggendong naik turun bukit. Karena ulahnya, Uwais dikatakan gila. Kurang kerjaan. Namun aktivitas itu tetap dilakukannya. Hingga berbulan-bulan kemudian. Anak lembu semakin besar dan semakin berat. Namun otot-otot Uwais semakin terlatih, semakin kuat. Hingga berat lembu itu telah mencapai 100 kilogram. Tibalah musim haji, orang-orang kemudian paham dengan apa yang dilakukan Uwais. Dia sedang berlatih untuk menggendong ibunya. Yah, dia mengantarkan ibunya haji dengan digendong dari Yaman hingga Mekkah. Perjalanan yang sangat jauh dilakukan dengan berjalan kaki ditambah menggendong ibunya pula. Sesampainya di Mekkah saat berhaji, Uwais berdoa, "Ya Allah, ampunilah semua dosa ibuku". Sang ibu bertanya, "Engkau tidak berdoa untukmu sendiri?". "Saat ibu sudah terampuni oleh Allah, cukuplah bagiku ibu. Ridha ibu akan membuatku diridhai Allah". Sang ibu tersenyum dan kemudian mendoakan Uwais.

Rasulullah SAW mengatakan kepada Umar bin Khattan dan Ali bin Abi Thalib, "Di zaman kalian akann lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan dating dari arah Yaman. Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istiqhfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi"

Jalan menuju surga itu mudah dan sederhana. Bisa dengan memijit ibu, menyenangkan hatinya, berkata lembuh, dan mematuhinya. Sesungguhnya merugilah orang yang punya kedua orang tua namun tidak mendapatkan tiket surga.

"Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan 'ah' dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik" (Al-Israa' : 23).

Sekarang ini tidak sedikit anak yang berlaku durhaka kepada orang tua. Merasa sudah pintar dengan ilmu yang dimiliki. Berani menyuruh-nyuruh orang tua untuk memenuhi permintaannya. Atau berani membantah apa yang disuruh orang tua. Di Indonesia tidak sedikit kasus anak yang melawan kepada orang tua. Bahkan, beberapa kali kasus perseteruan anak dan orang tua berujung di pengadilan. Ada anak yang menggugat ibu kandungnya 1,8 M. Adalah Handoyo Adianto dan isterinya Yani Suryani yang menggugat Siti Rokayah yang kemudian menjadi viral dan perhatian nasional.

Sebuah kedurhakaan akibat kesombongan intelektual. Padahal kasih ibu tidak terkira. Dan tidak tergantikan dengan apapun. Tidak juga dengan harta benda yang dimiliki sang anak. Semuanya itu tidak bisa membalas pengorbanan yang dilakukan ibu.

Santun Kepada Ibu

Penting menjaga ucapan terutama kepada ibu. Sakitnya luka fisik bisa disembuhkan. Namun luka hati karena ucapan bisa membekas seumur hidup. Bahkan, ucapan itu bisa terwujud di dunia. Mungkin kita pernah dengar Legenda. Malin Kundang, cerita rakyat dari Sumatera Barat. Meski legenda, cerita itu bisa ada dalam kehidupan nyata.

Adalah sang ibunda, tak kuat hati menahan kesal, karena sang anak yang tak mau mengakui sebagai ibu, kemudian mengutuk Malin jadi batu. Malin pun membatu mengeras. Kini masih menjadi prasasti dan pelajaran bahwa kedurhakaan bisa mengundang kutuk. Dan kutuk, bisa terjadi.

Sepatutnya kita berlaku santun kepadanya. Hormati sosoknya. Dengarkan ucapannya. Taati perintahnya. Mohon doa restunya karena itu akan melapangkan langkah hidup kita. Berapa banyak cerita, kehidupan sulit seseorang karena durhaka kepada ibunya. Sebaliknya, banyak pula cerita kesulitan yang berubah menjadi kemudahan karena berbakti pada orang tua terutama ibu. Selagi beliau masih ada, mari berkhidmat kepada ibu. Berlakulah seperti Muhammad bin Sirin. Kecerdasan dan kehebatan seakan sirna dihadapan ibu sebab hormat kepadanya.

Santun kepada ibu masuk pada ranah keimanan dan keberislaman kita. "Belum dikatakan berbuat baik kepada islam, orang yang belum berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya" Abdullah Azzam. Semoga kita bisa menjadi anak yang berbakti kepada ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun