"Â Ketika kau melihat kemuliaan dalam segala rupa, kau telah temukan mutiara yang berserakan di alam raya."
- Anonim
Perempuan itu masih tekun mengulik bunga di pot pink yang mungil di beranda rumahnya yang sejuk dan asri. Sepeninggal suaminya yang pensiunan polisi, praktis hari-hari yang dilaluinya makin panjang dan terkadang melelahkan.
Tanaman menjadi semacam sahabat karibnya selain buku koleksi suaminya ataukah miliknya sendiri. Anak cucu yang tinggal jauh tidak membuatnya rindu untuk bertemu, hanya sesekali saja dia video call.Â
Dunia tanaman telah memberinya sebuah wawasan dan kesegaran yang terjadi setiap saatnya. Ketika bergulat dengan teliti dan hati-hati, ada semacam rahasia yang gaib terbuka dalam alam pikirnya. Kegaiban mahluk sederhana yang memancarkan vibrasi kelembutan dan kasih. Â Setiap jenis tanaman memberinya pengetahuan yang unik. Sebuah keragaman yang selalu mempesona ketika menghayati kehadirannya di beranda rumahnya yang sepi.Â
" Liburan Natal ini eyang kemari saja, kita merayakan liburan di Jogjakarta," ajak anak Pertamanya yang tinggal di sana.
" Entahlah , nduk...ibu kie sudah kerasan di rumah tua kita di Bogor ini," jawab perempuan itu.
Semilir angin Desember menerbangkan rambut putihnya yang mulai mudah rontok. Kesunyian juga telah menjadi sahabat dekatnya. Walaupun ketika melaluinya ada semacam ketakutan yang menjalari pikirnya. Berbagai macam hal dan kekhawatiran merasuki hati. Ketakutan seorang perempuan tua yang sebentar lagi menanti panggilan alam yang penuh misteri. Namun beruntung dia menyelami ketakutan itu dengan bantuan meditasi dan yoga yang komprehensif dari sebuah buku panduan yang didapatkannya dari anak perempuannya yang tinggal di Jogjakarta itu.
Ananda's Neo Self Empowerment (www.booksindonesia.com) telah menjadi sebuah sahabat yang lain dalam keseharian nya. Dengan mempraktekkan latihan yang ada didalam buku tersebut, ketenangan dan kedamaian senantiasa bisa didapatkan nya. Disitulah dia merasakan sebuah keberuntungan. Sebuah anugerah yang datang dari Gusti Ingkang Murbeng Dumadi. Tangan-tangan gaib-Nya semata yang telah mempertemukan dengan segala kekayaan batin ini.Â
Dia juga merasa bersyukur dimasa senja usianya masih bisa menghadirkan sebuah kebaikan bagi lingkungan nya. Setiap Selasa malam di rumahnya yang asri ini diadakan sebuah diskusi rutin membahas buku Bhagavad Gita. Sebuah buku yang tebal yang merupakan peninggalan suaminya itu merupakan sebuah hadiah yang langka yang sampai hari ini masih belum selesai didiskusikan bersama. Walaupun agak ganjil juga ada pembahasan soal Bhagavad Gita dilingkungan yang mayoritas muslim tersebut. Walaupun jika kita tahu bahwa yang pertama kali menerjemahkan Bhagavad Gita itu adalah Amir Hamzah.
Walaupun tidak banyak yang hadir dalam pendalaman materi pelajaran Bhagavad Gita, perempuan itu selalu setia mengadakannya. Karena dia mengingat pesan mendiang suaminya,"