Lelaki muda itu masih melamun di beranda teras rumah yang mulai lengang, hanya ditemani suara jangkrik terdengar, diselingi samar motor jauh di halaman jalan raya. Kakak perempuannya masih belum terlalu sehat setelah perawatan akibat sakit kanker payudara yang diderita.Â
Walaupun telah diangkat namun ada kemungkinan sel kanker itu bisa muncul kembali. Ini yang seringkali memberatkan pikirannya. Kalau sudah demikian, kakak perempuannya itu mudah sekali tersulut emosinya. Mudah marah tanpa sebab.Â
Pernah suatu kali, kakaknya mengikuti program meditasi di sebuah tempat meditasi di daerah Sunter Mas Barat, katanya pemilik seorang pria keturunan India yang bisa sembuh dari kanker darah (Leukimia). "Hebat benar !", pikirnya.
Namun entah mengapa kakak perempuannya tidak berlanjut dalam mengikuti program di sana. Kalau tidak salah dengar kakaknya pernah bercerita tentang Anand Ashram tersebut (www.anandashram.or.id). Namun memang karena tidak tertarik maka cerita yang diterimanya seperti angin lalu saja.
Hal tersebut berimbas pada lelaki muda yang dalam status keluarga merupakan lelaki satu-satunya sepeninggal bapaknya yang telah meninggal dunia. Ada sebuah beban tanggung-jawab yang melekat di pundaknya tentang sebuah peran lelaki dalam sebuah keluarga besarnya. Sebuah tuntutan yang tidak tertulis yang melekat dalam adat kebiasaan masyarakat sekitarnya.
Sayangnya sebagai bungsu dia tidak pernah diajarkan tentang arti tanggung-jawab yang sebenarnya. Sebuah mata pelajaran hidup yang baru diterimanya baru-baru ini saja. Suatu hal yang menjadikan dirinya ingin melarikan diri sejenak dari beban kepenatan yang mendera.
Pernah suatu kali dia ingin menginap di sebuah tempat yang sejuk di kawasan pegunungan di Gunung Geulis. Dimana dia kenal seorang sahabat yang tinggal di sana. Namun ternyata hal itu tidak kesampaian.Â
Dia ingat kala itu bertanya pada sahabatnya lewat WhatsApp messenger,
" Bro...aku pingin ke sana, mau nginap tidur semalam, soalnya badan capek banget. Boleh nggak sih?
" Hari Sabtu besok?
" Iya...bisa gak?
" Kalau tidak ada acara kita tidak terima menginap. Kita tidak mau jadi tempat pelarian, kalau keluarga mu tidak terima nanti yang disalahin kita semua."
" Yo wislah...kalau memang prosedurnya ribet."
Seringkali kehidupan menghadapkan kita pada sebuah keadaan yang memaksa kita untuk menerima dan belajar tentang sesuatu. Bukan sekali atau dua kali namun mata pelajaran itu akan diberikan kepada kita sampai kita bisa menyelesaikan dengan baik.Â
Bukan sebagai bentuk ujian maupun cobaan namun lebih pada sebuah Kebijaksanaan semesta yang entah bagaimana prosesnya selalu memberikan kita sebuah pesan pelajaran hidup yang nyata. Walaupun seringkali kita maunya melarikan diri. Namun jerat keadaan yang ada selalu saja membuat kita kembali lagi dan lagi.Â
Dalam segala kegundahan yang terjadi pada dirinya, ada sebuah pesan dari mendiang neneknya yang teringat olehnya,
"Tabahkan Hatimu,Nak...
Setiap hal yang terjadi membawa kita pada sebuah proses pematangan jiwa. Laksana sebuah emas yang ditempa Sang Pandai, demikianlah jiwa manusia yang tabah akan memancarkan sinar nya. "
Dan suara jangkrik terdengar di kejauhan,
"Ah, jangkrik tenan...!"Â Gumam lelaki muda itu sambil beranjak dari beranda rumahnya menuju dapur untuk mengambil minuman air segar dan berharap air itu bisa mendinginkan hatinya yang gundah.
Rahayu...
Bukit Pelangi, 10 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H