Mohon tunggu...
Sunu Purnama
Sunu Purnama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pria sederhana yang mencintai dunia sastra kehidupan.

mengapresiasi dunia...lewat rangkaian kata...^^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Bijak Mencintai Alam

10 Juli 2019   22:38 Diperbarui: 10 Juli 2019   23:01 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


" Tujuan terakhir manusia adalah kesadaran bahwa semua aktivitasnya, sosial, politik, religius, harus diarahkan kepada tujuan akhir yakni memandang Tuhan. Pelayanan langsung bagi semua manusia menjadi sebuah keniscayaan dari upaya tersebut karena jalan satu-satunya untuk menemukan Tuhan adalah dengan melihat-Nya dalam ciptaan-Nya dan menjadi satu dengan-Nya."
- Mahatma Gandhi

Alam terkembang adalah sebuah keajaiban yang telah diciptakan Tuhan bagi manusia. Lumrahnya kita sebagai ciptaan-Nya juga menjadi wahana untuk memelihara dan merawat warisan Gusti tersebut. Itu kalau memang kita bisa dianggap sebagai manusia yang berkeyakinan bahwa "Dari Dia kita berasal dan akan kembali kepada Dia".

Namun seringkali kita memisahkan diri dalam pemahaman yang sempit bahwa Gusti di atas sana , jauh di langit biru yang tak bertepi, namun dalam prilaku sehari-hari kita alpa untuk mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita dari kerahiman-Nya yang suci karena segala keterikatan kita pada segala keinginan diri yang sifatnya ego sentris.

Kalau kita menyimak dari dialog Bhagavad Gita dalam Percakapan Ke Tujuh yang diulas Bapak Anand Krishna, kita akan mengetahui bahwa ada 4 model panembahan yang ada yaitu :

1. Manusia yang hanya mengejar dunia benda

2. Manusia yang sedang sakit

3. Manusia yang mengejar ilmu pengetahuan

4. Manusia yang bijak

Dimana posisi kita? 

Ini membutuhkan perenungan yang dalam. Apakah setiap tindakan, pikiran kita hanya mengarah pada soal materi semata?! Pembicaraan sehari-hari kita hanya menyoal soal uang, kedudukan atau pengejaran status sosial yang tanpa ujung. Ataukah kita mulai menyadari kesementaraan hidup kita. Dan mulai menengok ke dalam, melakukan perjalanan ke dalam menemukan sumber tanpa akhir, sang jiwa yang suci, murni dan abadi, yang adalah perwujudan Sang Jiwa Agung.

Kesadaran ini perlu ditumbuh-kembangkan sejak dini pada diri anak-anak bangsa ini. Sikap tauhid mesti dibina sejak kecil dengan mengajarkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Mengajarkan saling mengasihi antar teman tanpa membedakan agama maupun suku. Ajarkan untuk menanam tanaman dan memelihara. Bahkan jikapun kita tidak punya lahan luas, maka pergunakan pot ataupun polibag bisa juga bisa menanam tumbuhan,baik itu bunga maupun sayuran. Inilah langkah kecil kita untuk menjadi orang bijak. 

Dalam buku Autobiografi nya, Bung Karno mengungkapkan soal pendidikan ayahnya tentang mengasihi dan mencintai kehidupan ini,

"  Seperti di pagi itu aku memanjat pohon jambu di pekarangan rumah kami dan aku menjatuhkan sarang burung. Ayah menjadi pucat pasi karena marah, 

" Kalau tidak salah aku sudah mengatakan padaku supaya menyayangi binatang,  " ia menghardik.

Aku berguncang ketakutan, "Ya, Pak."

Engkau dapat menerangkan arti kata: Tat Twan Asi, Tat Twan Asi?"

Artinya 'Dia adalah Aku dan Aku adalah Dia; Engkau adalah Aku dan Aku adalah Engkau."

Dan apakah tidak kuajarkan kepadamu bahwa ini mempunyai arti yang penting?

Ya pak. Maksudnya, Tuhan berada dalam kita semua, " kataku dengan patuh."

Kebijakan lahir dari hati yang mengasihi dan melihat wujud Gusti di mana-mana. Sikap tauhid yang mengantar kita pada kemuliaan diri. 

Jika kita semua bisa menjadi apa yang seperti Mahatma Gandi ujarkan di atas kita telah menjadi sebuah teladan hidup yang telah menjadi sebuah citra mulia dari Gusti. 

Sebuah laku hidup yang akan membawa kita dalam sebuah perayaan hidup dalam sejarah pendek manusia kita yang telah dibuat selama nafas berhembus dalam raga kita yang hanya sementara ini.

Rahayu...

Bukit Pelangi, 10 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun