Para praktisi Zen sejati menjadi sadar dan tidak mudah mencari kambing hitam terhadap segala keadaan yang menimpa dirinya. Dengan kesadaran diri yang ada  dia menjadi mandiri dan bertanggung jawab terhadap segala hal yang ada di dalam dirinya, alam sekitar dan dunia ini.
Kisah Bodhidharma sendiri seperti sebuah dongeng saja, apakah sosoknya ada ataukah hanya sebuah khayalan terkait dengan ajaran Budha.Â
Jika kita membaca bukunya kita akan mendapati tentang sejarah hidup Bodhidharma yang adalah seorang Pangeran bernama Jaya dari Kerajaan Kranchipura yang berasal dari Wangsa Varman. Menariknya diceritakan pula perjalanan pelarian beliau menuju Cina sempat singgah di Sriwijaya, dimana beliau mempunyai sepupu yang berwangsa sama yaitu Varman. (Pasti kita kenal juga nama Raja Mulawarman... :) ). Sebuah sejarah yang bisa diteliti dan diungkap lebih lanjut jika kita mau menggali lebih kedalam lagi, bahkan kita akan mendapati cerita tentang seorang Mahaguru dalam tradisi Budha yang berasal dari Sriwijaya bernama Dharmakirti. Dimana Atisha seorang master dari India yang sangat dikenal di Tibet pernah berguru pada beliau.
Dalam sesi tanya-jawab ada beberapa penanya yang mengungkapkan pemikirannya setelah mencermati uraian dari Bapak Anand Krishna.
Pak Budi Juniarto bertanya soal," Bagaimana pikiran itu dalam meditasi Zen? Bahwa Kita adalah pikiran. Si aku berasal dari pikiran. Bagaimana melampaui pikiran?"
Dengan bahasa yang sederhana, Bapak Anand Krishna menjawab dengan pertanyaan kembali," Kita ini siapa? Yang memiliki otak siapa? Yang memahami siapa? Ada fakultas diatas pikiran yang bisa memahami hal tersebut. Untuk memahaminya disanalah meditasi atau Zen bisa menjawabnya.Â
Sedangkan Mas Rahmad Darmawan, seorang guru dan juga merangkap penterjemah bertanya tentang perbedaan keadaan  jaga dengan keadaan sadar. Apakah kriteria Sadar itu?"
Bapak Anand Krishna menjelaskan jika kita berada dalam keadaan sadar bukan hanya jaga saja, maka kita akan menyadari tentang interdependensi antar kita dan alam semesta beserta isinya. Ada resonansi. Kalau kita berbuat jahat, kejahatan itu akan kembali ke diri kita. Apapun yang kita lakukan semuanya merupakan tindakan yang mesti kita pertanggung jawabkan."
Dalam kesempatan ini juga tidak mau ketinggalan Ibu Norma bertanya soal penerimaan tentang ketidakadilan ini merupakan bentuk laku Zen! Ini tentu saja terkait dengan hati, yang tidak bisa diceritakan, bukan berasal dari pikiran yang seringkali perhitungan. Apakah hal tersebut terkait dengan Intelegensia kita?"
Bapak Anand Krishna mengungkapkan bahwa pikiran yang sudah mengalami penghalusan menjadi Budi pekerti. Pikiran yang masih kasar seperti susu, ketika diolah menjadi yogurt maka dia mengandung probiotik yang sangat berguna bagi tubuh kita. Ada sifat yang dirubah secara total. Inilah sebenarnya fungsi pendidikan kita yang mestinya dijalani. Bagaimana pendidikan bisa mentransformasikan pikiran yang liar, kacau dipoles menjadi halus, menjadi Budi pekerti atau Intelegensia. Disinilah peran Zen sangat penting sekali. Seperti yang telah dilakukan di One Earth School dimana anak-anak diajarkan meditasi sejak dini.Â
Mereka yang telah mengalami pencerahan tidak akan menjadi asyik dengan dirinya, keluarganya, maupun komunitasnya saja namun bagaimana bisa membagikan pencerahan yang membahagiakan itu, kebahagiaan sejati (Ananda) untuk bisa juga  dialami  oleh orang lain yang sedang menderita dan kesepian.