Mohon tunggu...
Sunu Purnama
Sunu Purnama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pria sederhana yang mencintai dunia sastra kehidupan.

mengapresiasi dunia...lewat rangkaian kata...^^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menerjemahkan Kasih

3 Maret 2016   22:40 Diperbarui: 4 Maret 2016   00:28 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menerjemahkan Kasih

[caption caption="Anak-anak peserta dari Desa Gunung Geulis."][/caption]

Aku ingin menceritakan kepadamu, sebuah kisah tentang kasih. Namun bukan kasih yang terbatas ataukah dibatasi. Tentang kasih yang diterjemahkan dalam laku tindakan rutin setiap Kamis siang di tempat yang penuh simbol-simbol berbagai macam agama di One Earth Retreat Center di Aula yang luas disebut As. Salam, walau mungkin sepele namun getarannya mampu membuat anak manusia bangun dalam cinta dan merasakan kehangatannya.

Kasih beberapa sukarelawan yang telah juga merasakan kasih itu, kasih yang turun dari singgasananya yang cemerlang untuk mengisi hidup anak manusia dengan sebuah makna. Makna yang bukan hanya sekedar tentang pemenuhan hasrat diri sendiri. Bukan hanya itu. Namun disinilah makna pelayanan kepada manusia dan kemanusiaan yang melintas batas coba diterapkan dalam tindakan nyata.

Lihatlah anak-anak desa yang lugu dan lucu itu duduk dalam keheningan. Sebuah tradisi duduk diam sambil menarik aliran kehidupan (prana) dalam alam semesta ini. Menyelaraskan napas adalah juga menyelaraskan alam pikiran manusia. Sebuah langkah sebelum memulai sebuah kegiatan yang kreatif.

Dan kemudian mereka akan berdendang beberapa buah lagu. Berisikan syair-syair ajakan tentang kasih kepada semua. Melintasi agama, suku dan ras batasan manusia. Karena mereka adalah Indonesia.

[caption caption="Sukarelawati sedang bermain dan bernyanyi dengan anak-anak."]

[/caption]

Indonesia bukanlah milik segelintir mereka yang memiliki pemahaman dikotomi mayoritas serta minoritas. Indonesia berdiri diatas dasar Pancasila, yang mengayomi berbagai suku, agama dan ras. Sebuah falasafah kehidupan yang dinamis. Sebuah gerak hidup manusia yang rendah hati serta selalu membuka diri, membuka pikirannya tanpa rasa takut. Perbedaan Indonesia dilihat dalam bingkai "Bhineka Tunggal Ika". Nampaknya berbeda-beda namun sejatinya adalah sama.

Perbedaan bukan untuk diperdebatkan seperti si Tuan Polah yang pongah membawa-bawa ayat suci dengan kebencian.

Bukan itu Kisanak! Bukan demikian Nyisanak! Ibu Pertiwi Indonesia telah melahirkan anak-anaknya dalam segala perbedaan yang ada. Mereka dipangku dalam kasih Ibu yang tulus.

Demikian telah aku ceritakan sebuah kasih dalam laku yang (mungkin) kecil di lingkungan kami ini. Namun jika hal tersebut telah mampu membawa mereka hidup lebih damai, ceria dan mampu bersahabat dengan semua. Hal tersebut cukuplah sebagai sebuah hadiah yang sungguh merupakan berkah. "

 Bermacam-macam agama... Berbeda tapi satu... 

Bhineka Tunggal Ika... Berdamailah selalu... 

Karna kita saudara... Indonesia... 

Tanah Airku...Indonesia... "

 

Rahayu...

Bukit Pelangi, Kamis, 3 Maret 2016 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun