Masa kecil adalah masa yang paling menyenangkan dalam hidup banyak orang. Pada saat itu , piikiran kita tidak terbebani oleh beban hidup dan rasa tanggung jawab dewasa. Kita dapat beban bermain dan mengeksplorasi dunia dengan fantasi kita tanpa memikirkan adanya konsekuensi terhadap apa yang kita lakukan.
Dalam kehidupan anak-anak, dunia seringkali terasa sangat sederhana. Kita hanya memikirkan hal apa yang bisa kita mainkan pada hari ini. Prioritas utama kita pada saat itu hanyalah bermain, bersenang-senang dan menikmati waktu luang bersama teman-teman. Pada saat sekolah dulu, jika saya tidak terlalu menyukai cara mengajar guru atau pelajaran yang tidak saya sukai, saya hanya memikirkan permainan apa yang akan saya mainkan setelah ini atau setelah pulang nanti.
Permainan sepak bola adalah hal yang sangat saya tunggu-tunggu di setiap harinya. Sebenarnya saya tidak terlalu fanantik dengan sepak bola. Namun karena sering memainkannya saya menjadi suka, seperti pepatah jawa yang mengatakan "Witing Tresno Jalaran Soko Kulino" yang berarti cinta yang datang karena terbiasa dan saya merasa sangat nyaman ketika memainkan sepak bola.
Bermodalkan bola plastik, lapangan bulu tangkis serta sendal yang digunakan sebagai gawangnya, kami bermain sepak bola dengan sangat senang. Dulu saya sering diposisikan sebagai kiper, hingga saat ini pun saya kurang jago bermain sepak bola dengan posisi selain kiper.
Harga bola plastik saat itu sekitar 3.500 rupiah, kita membelinya dengan cara iuran. Yah, meskipun sekarang bisa membeli banyak bola plastik, namun kita tidak bisa membeli kenangan semasa kecil dulu. Pada saat itu, saking sukanya saya pada sepak bola, saya meminta kepada ibu saya untuk membelikan saya bola plastik tersebut untuk saya pribadi dan tidak saya gunakan untuk bermain dengan teman-teman saya. Bola itu saya gunakan untuk latihan ala-ala saat berada di rumah, bahkan sampai saya keloni pada saat saya tertidur.
Meskipun bola plastik hayalah sebuah benda mati, bagi saya ia memiliki makna yang jauh lebih dalam.
Ada kalanya kita tidak bermain sepak bola seperti pada saat musim layangan. Musim layang-layang tersebut berlangsung sekitar kurang lebih 1 bulan. Saya juga tidak terlalu jago dalam memainkan layang-layang. Biasanya kalau tidak ikut teman saya untuk memainkan layang-layang, saya mengajak bapak saya untuk menerbangkan layang-layang tersebut dan saya hanya memegang benang nya saja ketika layang-layang tersebut sudah terbang.
Terkadang saya membayangkan jika saya menjadi kecil lagi, mungkin saya akan lebih banyak bermain dan bersenang-senang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kita akan tumbuh dewasa dan menyadari bahwa kehidupan tidak selalu semenyenangkan itu. Kepahitan dan tantangan menjadi hal yang tak terpisahkan dari kehidupan kita.
Namun kita tidak boleh pantang menyerah menjalani kehidupan ini. Jika kalian merasa capek dengan kehidupan dewasa kalian, sesekali cobalah permainan masa kecilmu dulu. Meskipun tidak semenyenagkan dulu, setidaknya hal tersebut dapat mengurangi rasa stres kalian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H