Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nilai Keadilan, Kemanusiaan, Etis dan Moral dalam penyelesaian Konflik Hamas-Israel di tanah Palestina

2 Desember 2023   17:42 Diperbarui: 2 Desember 2023   17:45 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sudut pandang Arab Palestina, Israël telah melaksanakan kejahatan perang karena mengebom fasilitas umum, tempat ibadah, populasi sipil dan melaksanakan blokade kebutuhan pokok (air minum, listrik, bahan makanan, obat-obatan dan penutupan jalur logistik BBM) yang mengabaikan kemanusiaan. Sedangkan dari sudut pandang Israël, pejuang Arab-Palestina juga melaksanakan pelanggaran hukum internasional karena tidak melaksanakan Resolusi 181 PBB tentang pembentukan dua negara, pengakuan keberadaan negara Israël dan segala serangan rudal-rudal milisi Arab Palestina terhadap populasi sipil Yahudi di territorial Israël merupakan tindakan 'terroris' karena menyerang non combatant di kawasan pemukiman sipil.

Source : Anadolu Agency
Source : Anadolu Agency

3.  Solusi yang dipandang dari perspektif kemanusiaan, etis dan moral

United Nation Women’s Rapid Assessment and Humanitarian Response in the occupied the Palestinian Territory melaporkan per 23 Oktober 2023 bahwa potensi gelombang pengungsi wanita dan anak-anak gadis remaja dari wilayah Gaza mencapai 493.000 jiwa. Angka tsb melebihi setengah dari tragedi “Nakba” di tahun 1949. Mereka semua terancam akan menjadi homeless dan stateless serta menjadi single parents untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam bertahan hidup. Permasalahan kemanusiaan, sosial dan perbatasan akan muncul di wilayah-wilayah perbatasan negara-negara arab di sekitar territorial Arab Palestina. Jika penangan pengungsi di perbatasan tidak tertangani dengan tepat dan segera, pasti lah akan mengakibatkan bencana kemanusiaan yang sama atau bahkan lebih buruk dibanding dengan tragedi Nakba pertama.

Selama konflik berlangsung pelanggaran hak-hak hidup, nilai-nilai kemanusiaan, aturan perang yang mengutamakan etis dan moral untuk menerapkan konvensi Jenewa dalam Perang seringkali dilanggar hingga bahkan cenderung diabaikan. Jika kita mengacu pada teori Clausewitz, perang merupakan kelanjutan langkah politik suatu negara dengan cara atau bentuk lainnya (La guerre n'est rien d'autre que la continuation de la politique par d'autres moyens). Suatu pemikiran yang pragmatis dan oportunis jika dalam mencapai tujuan politis suatu bangsa atau negara harus mengorbankan jutaan hak hidup dan hak kemanusiaan warga sipil yang tidak mengetahui tujuan politik pembesar negara dimana mereka bertempat tinggal. 

Sebagian besar dari mereka hanyalah warga biasa yang tidak berdosa dan bahkan tidak mengetahui alasan mereka harus dihabisi dengan mengatasnamakan pengakuan kedaulatan atas eksistensi suatu bangsa. Bisa dikatakan, berpolitik perang yang demikian adalah upaya meyakinkan lawan politiknya dengan memaksakan tujuannya dengan mengalirkan darah-darah manusia tidak berdosa yang justru akan menancapkan dendam turunan bahkan konflik abadi. Mungkin kita harus mulai mengadopsi pemikiran Einstein dalam mewujudkan kemanusiaan, keadilan, moral dan etis di tanah suci Palestina (Mandat Inggris Raya) sebagai tempat hidup dua bangsa yang sebenarnya selama berabad-abad sebelumnya bisa hidup secara berdampingan dan damai.

Source : (c) shappell manuscript foundation
Source : (c) shappell manuscript foundation

Jika semenjak adanya Resolusi dua negara menimbulkan 'konflik abadi' antara bangsa Israel dan bangsa Arab Palestina, maka isi surat Einstein tanggal 21 Januari 1946 yang memberikan usulan tentang pemberian “bi-national” dan “free immigration” bagi warga Yahudi yang akan bermukim disana, bisa untuk dipertimbangkan. Dengan catatan pembentukan territorial negara baru Eks Mandat Palestina harus diterjemahkan secara 'adil dan bisa diterima' oleh pihak -pihak yang saat ini berkonflik, baik dari pihak Arab Palestina dan Israel. Karena hingga saat ini, resolusi PBB nomor 181 masih belum bisa diterima dengan baik bagi kedua belah pihak, apalagi dari sudut pandang bangsa Arab yang merupakan mayoritas di wilayah territorial yang disengketakan, resolusi tersebut masih belum bisa memberikan ‘rasa keadilan’ sebagai salah satu penjaga kedamaian dan pencegah timbulnya konflik antara bangsa di dunia ini. Atau PBB harus mencari 'solusi abadi' dengan  memperbaharui resolusi yang mampu mempersatukan bangsa Yahudi yang bisa diterima dan berakulturasi dengan bangsa Arab yang menjadi populasi terbanyak di tanah suci tersebut, dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, kemanusiaan, etis dan moral yang bisa diterima oleh pihak yang bertikai (Israel dan bangsa Arab-Palestina).


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun