Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nilai Keadilan, Kemanusiaan, Etis dan Moral dalam penyelesaian Konflik Hamas-Israel di tanah Palestina

2 Desember 2023   17:42 Diperbarui: 2 Desember 2023   17:45 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : Anadolu Agency

Oleh : N-278

Experience has shown how deeply the seeds of war are planted by economic rivalry and by social injustice(Harry S Truman, 33rd President of the United States: 1945 ‐ 1953) 

1.  Awal Sejarah Konflik Palestina Israël.

Konflik berdarah di kawasan ini dimulai setelah Perang Dunia II berakhir. Tepatnya di tahun 1948, ketika bangsa Zionis memproklamirkan terbentuknya negara Israel yang berdaulat penuh dan diakui secara “De Facto” oleh Amerika Serikat. Hal ini menyalakan perang Arab-Israel yang pertama. Diawali dengan serangan lima negara Arab yang menyerbu ke wilayah mandat Palestina, sebagai respon atas berdiri nya Negara Israël tanggal 14 Mei 1948 yang dianggap sebagai penjajah bagi bangsa Arab Palestina . Dasar dari pembentukan negara baru ini adalah Resolusi 181 Perserikatan Bangsa-Bangsa (juga dikenal sebagai Resolusi Pemisahan) yang akan membagi Palestina (atas mandat Inggris Raya) menjadi dua negara, yaitu negara berdaulat Yahudi dan Negara berdaulat Arab pada bulan Mei 1948.

Orang-orang Arab Palestina yang telah lama bermukim secara turun-temurun dan berabad-abad, dengan keras menolak untuk mengakui keputusan ini. Sangatlah 'tidak adil' bagi mereka yang sebelumnya bermukim di wilayah kelahirannya, karena terbitnya aturan internasional tersebut memaksa menyerahkan wilayah tumpah darahnya secara langsung untuk pembentukan negara baru Israël yang mayoritas terdiri dari bangsa Yahudi. Bagi bangsa Israel, pembentukan dua negara tersebut adalah suatu harapan yang ditunggu setelah perjuangan selama setengah abad untuk menjadi negara Yahudi yang merdeka, karena selama ini keberadaan mereka selalu terpisah dan menyebar di seluruh dunia serta menjadi etnis minoritas. Selain itu, mereka juga memimpikan sebagai bangsa yang merdeka setelah sekian lama harus bersembunyi dan tertindas akibat sejarah kelam “holocaust”. 

Ketidakpuasan bangsa Arab-Palestina yang berupaya memperjuangkan hak hidupnya atas wilayah tanah kelahirannya dimanifestasikan dengan dua cara, yaitu kooperatif (perundingan/lobi/diplomasi) dan dengan non kooperatif (mengangkat senjata, menyerang kota, pemukiman dan masyarakat Israel) yang dianggap sebagai simbol Negara Zionist. Perjuangan bersenjata kelompok Arab-Palestina ini didukung oleh negara-negara sekitar wilayah mandat Palestina yang juga menentang pembentukan negara baru Israël di kawasan sekitar terusan Suez, seperti Mesir, Syiria, Lebanon, Yordania dan Irak. Sehari setelah proklamasi Israël, lima Negara Arab dan Pasukan Arab- Palestina melancarkan serangan udara yang dilanjutkan invasi darat ke Tel Aviv, yang merupakan Ibukota negara baru Israël. Tanggal 15 Maret 1948 mulai pecahlah perang Arab-Israel yang pertama sekaligus memberikan kemenangan kepada pihak Israël dengan berhasil menguasai sebagian besar wilayah mandat Palestina dan menjadikannya sebagai sejarah perang kemerdakaan Israël. Sedangkan bagi warga Arab-Palestina yang didukung 5 negara Arab sekitar hasil dari pertikaian bersenjata tersebut adalah “Nakba” atau bencana besar, yang memaksa sekitar 700.000 hingga 800.000 warga asli Arab-Palestina terpaksa eksodus dari tanah kelahirannya. 

2.  Korban masyarakat sipil dan anak-anak dari kedua belah pihak.

Eskalasi konflik dan perang yang berkecamuk dari awal perang ini meletus sampai dengan saat ini telah mempertontonkan kebrutalan pembantaian warga sipil dan anak-anak dari kedua belah pihak. Tercatat sampai dengan akhir tahun 2023 jumlah korban non combatan mencapai puluhan ribu (meliputi korban jiwa, luka dan hilang ) terhitung dari konflik bersenjata pertama kali meletus pada perang Arab-Israel yang pertama (tahun 1948). Sampai dengan saat ini korban jiwa terbanyak berada di pihak Palestina, yang disebakan oleh serangan udara jet-jet tempur Israël dan tertimbun reruntuhan bangunan. Jumlah korban jiwa mencapai 3.400 dengan 12.500 luka (53 persen terdiri dari wanita dan anak-anak).

Dilansir dari laporan resmi PBB tanggal 20 Oktober 2023, korban terbanyak di pihak Israël terjadi akibat serangan ‘kilat’ pada tanggal 7 Oktober 2023 dengan korban jiwa sekitar 1300 jiwa dan 4500 luka. Kegagalan intelijen Mossad dalam mendeteksi tembakan ribuan roket secara salvo ke wilayah pemukiman sipil Yahudi oleh milisi Hamas dan keberhasilannya menyusup ke wilayah perbatasan Israël telah memancing amarah Presiden Netanyahu untuk memerintahkan agresi militer darat secara besar-besaran ke wilayah teritorial Palestina dengan dalih tindakan pembelaan diri, menghancurkan kekuatan Hamas dan pembebasan terhadap 150 sandera warga Israël dari penculikan saat serangan mendadak tersebut berlangsung.

Aturan Hukum Humaniter Internasional juga telah mengatur kewajiban bagi pihak-pihak bertikai untuk melindungi kepentingan sipil dan non kombatan agar tidak terlibat atau turut menjadi korban dalam konflik bersenjata yang terjadi. Sesuai dengan aturan Geneva Conventions of 1949. Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2417 (Protection of Civilians) S/RES/2417 secara jelas mencantumkan bahwa ‘Resolution 2417 calls upon all states to uphold international humanitarian law in conflict and ensure accountability for mass atrocity crimes.The resolution also reaffirms that states bear the primary responsibility to protect the population throughout their whole territory’. Tertuang jelas bahwa tidak dibenarkan bagi pihak-pihak yang berkonflik memanfaatkan masyarakat sipil atau mengorbankan keselamatan warga sipil beserta kepentingannya di wilayah tempat tinggalnya untuk mendukung taktik pertempuran yang dipilih agar memenangkan suatu pertempuran. Namun, hingga saat ini, implementasi nyata resolusi tersebut di atas dalam penanganan konflik perebutan wilayah di ‘tanah suci’ masih jauh dari tujuan hukum internasional yang ditetapkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun