Mohon tunggu...
Sun-Shines
Sun-Shines Mohon Tunggu... -

You Can Not Manage What You Can Not Measure

Selanjutnya

Tutup

Money

Feng Shui Penerimaan Pajak di Tahun Monyet Api

9 Februari 2016   10:33 Diperbarui: 9 Februari 2016   11:02 3234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Xin nian kuai le, Gong ci fa cai!

Berdasarkan penanggalan Tionghoa, tahun baru Imlek 2567 baru saja jatuh pada hari Senin, 8 Februari 2016 kemarin. Setelah 60 tahun berlalu, tahun yang mempunyai shio Monyet Api kembali hadir, siap menggebrak sepanjang tahun 2016 ini. Tak pelak, bermacam hong shui atau feng shui 風水 pun bertebaran di berbagai media, seakan sebuah kewajiban yang selalu mengiringinya. Para ahli Feng shui tentu saja juga kebanjiran permintaan untuk mendapatkan ramalan peruntungannya di tahun Monyet Api ini. Baik ramalan tentang kesehatan, jodoh, usaha dan bisnis, hingga ramalan tentang keadaan ekonomi negara. Pertanyaan menggelitik yang timbul tentu adalah: berapa derajatkah kebenaran ramalan dan/atau feng shui itu? Untuk menjawabnya, penulis akan mengajak pembaca untuk menyimak seperti apa ramalan atau feng shui yang beredar di tahun baru kemarin, seiring dengan masuknya tahun Kambing Kayu (tahun 2015), dan apa yang ternyata terjadi di tahun 2015.

Di awal tahun lalu, seorang wanita ahli feng shui mengatakan bahwa pada tahun Kambing Kayu, kondisi ekonomi Indonesia baik, sektor bisnis juga membaik. Namun tidak semuanya, karena tergantung masuk ke dalam elemen apa bisnis tersebut. Bisnis yang mendapat keberuntungan dari tahun kambing Kayu di antaranya adalah bisnis yang mempunyai elemen tanah, seperti bisnis properti bersama turunannya, asuransi, tambang batu bara, pasir dan sejenisnya. Elemen kayu juga mendapatkan keberuntungan pada tahun Kambing Kayu. Bisnis yang mempunyai elemen kayu adalah perkebunan sawit, agrobisnis, seni, desain, arsitek, dan konsultan. Bidang ini bisa baik di awal tahun, pada bulan Februari dan Maret, atau pada akhir tahun sekitar Nopember-Desember.

Seorang suhu juga mengatakan hal yang senada dengan pendapat di atas. Selain sepakat dengan ramalan itu, dikatakannya pula bahwa Kambing Kayu membuat ekonomi lumayan bagus, menguntungkan negara, tapi bagi pengusaha masih sedikit berat, meskipun tidak seberat tahun Kuda Kayu (tahun 2014).

Ramalan kedua pakar feng shui tersebut mengisyaratkan situasi yang menggembirakan pada umumnya.  Terutama pada bisnis yang mempunyai elemen Kayu, Logam dan Tanah. Apakah ramalan berdasarkan fengshui tersebut sejalan dengan ramalan atau proyeksi dari para analis dan berbagai lembaga ekonomi?

Ternyata secara global proyeksinya sejalan. Beberapa lembaga terkait juga memprediksi pasar yang bagus, misalnya bidang properti. Menurut Collers International Indonesia, pasar properti akan positif di semua subsektor. Kemudian Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) juga optimistis  bahwa penjualan mobil pada 2015 akan relatif sama dengan 2014 atau kisaran 1,2 juta unit.

Bank Dunia, atau World Bank, memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 sebesar  5,2 – 5,6 persen. Di awal tahun 2015, Bank Dunia memprediksikan bahwa negara-negara berkembang akan mulai tumbuh karena rendahnya harga minyak, menguatnya ekonomi Amerika Serikat, dan suku bunga global yang rendah. Selain Bank Dunia, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) juga memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 berkisar dari angka 5,3 hingga 5,6 persen, dan International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan sebesar 5,8 persen yang dikoreksi menjadi 5,1 persen. Sedangkan Bank Indonesia, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015 akan mencapai 5,4 persen. Menarik bukan?!

Lebih menariknya lagi, di akhir tahun 2014 para analis di Goldman Sachs telah mengeluarkan perkiraan kondisi ekonomi global pada tahun 2015 yang dirangkum dalam Top Ten Market Themes For 2015. Perkiraan yang terkandung di dalamnya antara lain adalah bahwa pada tahun 2015 akan terjadi pemulihan kondisi ekonomi secara besar-besaran dan pasar negara-negara berkembang juga turut membaik. Amerika Serikat akan menjadi pemimpin dalam pemulihan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi di pasar berkembang akan didorong oleh harga minyak dan komoditas yang lebih rendah, sehingga akan memberikan deflasi dan meningkatkan pertumbuhan pasar. Proyeksi-proyeksi yang menggembirakan tentunya.

Dengan berbagai ramalan fengshui dan proyeksi para analis dan lembaga-lembaga kredibel tersebut, seperti apa yang terjadi di tahun 2015 lalu?

Ternyata di sepanjang tahun, ekonomi Indonesia melambat dan dollar sempat melambung tak terbendung. Iklim perekonomian lesu. Harga TBS (tandan buah segar) kelapa sawit dan karet (agrobisnis) dan batubara-pun terpuruk, ambrol. Lalu bagaimana nasib bisnis properti? Keadaannya setali tiga uang, seret. Para developer berjuang keras agar produknya tetap bisa diserap pasar. Penjualan dengan cara angsuran kepada developer dengan bunga 0 persen, yang biasanya hanya diberikan 18 bulan paling lama, diulur hingga 36 bahkan 60 bulan dengan hanya membayar uang muka sebesar 1 persen!

Penjualan automotif tahun 2015 pun merosot cukup terjal jika dibanding dengan penjualan tahun 2014. Wholesale (penjualan pabrik ke dealer) hingga Oktober 2015 hanya 853.292 unit. Turun dibandingkan Oktober 2014 dengan 1.037.890 unit. Tak heran, Ford-pun tutup di awal tahun ini. Padahal feng shuinya mengatakan bahwa bisnis yang berunsur Logam, misal bisnis automotif, akan mendapat pengaruh positif di tahun Kambing Kayu. Ternyata semuanya meleset, dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 ditutup pada angka 4,7 persen. Sementara pada tahun 2014 tercatat di angka 5,1 persen.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2016

Dalam draf nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016, pemerintah mentargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8-6,2 persen. Sementara Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2016 sebesar  5,3 persen. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memprediksi kisaran angka 5,1 - 5,4 persen, Asian Development Bank (ADB) 5,4 persen. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memprediksi 5,0 persen. Sementara Bank Indonesia (BI) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 mencapai 5,2 persen, lebih rendah dari target pemerintah, dan terakhir International Monetary Fund (IMF), lembaga ini ternyata hanya memperkirakan pertumbuhan sebesar 4,9 persen.

Beberapa ahli feng shui dalam negeri meramalkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia di tahun Monyet Api masih berat, malah lebih parah daripada tahun lalu, khususnya bagi rakyat kecil, dan negara akan mengalami kesulitan pada Maret 2016. ‎Saat itu banyak pengeluaran yang tidak terduga dan nilai tukar dollar AS semakin menguat terhadap rupiah. Puncaknya, nilai tukar rupiah mencapai Rp15.600 per dollar AS pada September 2016. Sementara seorang ahli Feng shui dari Hongkong meramalkan bahwa tahun Monyet Api akan membawa banyak optimisme dan kemakmuran, terutama untuk kelompok industri yang berelemen Api, Air dan Tanah.

Berbeda dengan tahun 2015, ternyata tahun 2016 ini prediksi para analis dan dari beberapa lembaga tidak semuanya bersesuaian dengan ramalan para ahli feng shui. Mana yang benar dan apa yang akan terjadi tidak ada yang mengetahuinya.  Namun bila menilik bahwa prediksi dan ramalan yang dirilis di tahun lalu ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi, maka sebenarnya memang tidak ada prediksi dan ramalan yang perlu dijadikan acuan. Kita hanya perlu melakukan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kemampuan dan harapan yang dimiliki. Menyambut tahun baru Imlek dengan optimisme dan prasangka yang baik adalah lebih utama, tanpa meninggalkan kewaspadaan dan prinsip kehati-hatian.

Feng Shui Penerimaan Pajak

Tahun 2015, dengan bekal berbagai ramalan dan proyeksi ekonomi yang bagus, Ditjen Pajak diberi target Rp. 1.294 triliun. Meski terasa berat, optimisme terlihat senantiasa memayungi korps institusi pajak itu. Namun dalam perjalanan waktu, ternyata ramalan dan proyeksi bagus tersebut meleset dan pada akhirnya Ditjen Pajak hanya berhasil membukukan pencapaian Rp. 1.055 triliun, atau 81,5 persen saja dari target. Terendah dalam sejarah, atau setidaknya dalam kurun waktu 25 tahun terakhir. Tahun 2016, barangkali karena masih ditopang dengan berbagai proyeksi ekonomi yang bagus, Ditjen Pajak kembali diberi target yang tinggi, yaitu sebesar Rp. 1.368 triliun. Ada kenaikan sekitar 29,5 persen dari realisasi penerimaan tahun lalu. Di tengah kondisi ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan tahun lalu, bahkan mungkin lebih berat, apakah target yang setinggi itu mampu diamankan oleh Ditjen Pajak? Apakah harapan pemerintah telah sesuai dengan kemampuan Ditjen Pajak?

Awal tahun ini, pemerintah memang berencana segera menggulirkan Tax Amnesty Policy (TAP) untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak. Namun program yang digadang-gadang akan banyak membantu penerimaan itu diperkirakan hanya akan mengumpulkan 60 triliun saja. Jika penerimaan dari TAP ditambah dengan penerimaan rutin tahun ini (penerimaan tahun lalu ditambah dengan asumsi pertumbuhan 10 persen) , maka  artinya Ditjen Pajak masih harus mencari Rp. 150 triliun lagi agar realisasi penerimaan mencapai 100 persen. Sebuah tantangan yang sangat berat.

Sebagai catatan, penerimaan tahun lalu hingga mencapai 81,9 persen itu karena dibantu dengan beberapa program semisal re-inventing policy (penghapusan sanksi administrasi pajak) dan pemberian insentif pajak untuk revaluasi aset. Tahun ini insentif revaluasi aset masih terbuka, namun diperkirakan tidak sexy lagi seperti hal nya tahun kemarin. Melihat itu semua, muncul kekhawatiran bahwa target yang diberikan pemerintah tahun ini masih jauh melebihi kemampuan Ditjen Pajak. Lengan Ditjen Pajak masih belum kuat untuk merealisasikan harapan pemerintah. Bukan bermaksud menyederhanakan, tapi kondisi atau kemampuan Ditjen Pajak tahun ini memang tidak berbeda jauh dengan tahun lalu, ditengah situasi ekonomi yang juga belum banyak berubah, ceteris paribus. Dengan kata lain, realisasi penerimaan pajak di tahun Monyet Api ini sepertinya tidak akan berbeda dengan tahun lalu, di bawah 85 persen, atau malah lebih parah. Insanity is doing the same thing, over and over again, but expecting different results (Albert Einstein).

Mencermati itu semua maka feng shui penerimaan pajak tahun ini dapat dikatakan masih terlihat suram, belum beranjak banyak dari tahun lalu. Imbasnya tentu akan dirasakan oleh pemerintah dan masyarakat. Untuk membalikkan hal itu, maka tiada lain kecuali bahwa pemerintah beserta Ditjen Pajak harus bekerja dengan ekstra cerdas dan gigih. Pemerintah (dan parlemen) memerlukan institusi pajak yang kuat untuk menyeimbangkan antara harapan pemerintah dengan kemampuan  institusi Pajak, demi kepentingan bangsa di masa sekarang maupun di masa mendatang. Sudah bukan saatnya lagi run the business as usual.

“Yesterday is not ours to recover, but tomorrow is ours to win or lose ”-- Lyndon B. Johnson

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun