Saya mengambil nafas panjang, dan kemudian diam.
”Yang ketiga dan keempat, Mas?” Bang Sinaga tampak tak sabar. Saya tersenyum lagi.
”Nggak sabar ya, Bang? Hehe…. Yang ketiga, kelompok ’Dogs”.
”Dogs?” desis Bli Wayan.
”Itu sekedar istilah, Bli. Jangan diartikan secara harfiah…,” kata saya sembari melebarkan senyum. ”Di kelompok ini, pendapatan dari usaha sudah lebih kecil dari biaya operasionalnya. Ia sudah mulai merugi, tapi sesungguhnya masih punya kemungkinan untuk dikembangkan lagi, karena sebenarnya peluang pasarnya masih ada. Tapi ini perlu effort yang cukup besar. Misalnya dengan divestasi atau penjualan sebagian aset.”
”Ooo… begitu ya. Yang keempat?” respon Bli Wayan.
”Yang terakhir, kelompok ’Question Marks”. Tanda tanya. Nggak jelas,” kata saya.
Saya sengaja diam, untuk memancing rasa penasaran teman-teman, sampai akhirnya, ”Apanya yang nggak jelas, Mas?” suara Bang Sinaga yang mengedepan.
”Iya, nggak jelas. Maksudnya, nggak jelas lagi kemampuannya untuk bisa menangkap peluang pasar. Cash flownya juga sudah negatif. Gampangnya, usahanya sudah rugi, dan sangat kecil kemungkinannya untuk bisa eksis kembali.”
Ketiga sahabat saya mengangguk-angguk.
”Lalu, apa hubungannya dengan penolakan pihak bank ke tetangga toko saya tadi, Mas?” ujar Bli Wayan, mengingatkan permasalahan utama diskusi ini.