Mohon tunggu...
Sunnia Mutia
Sunnia Mutia Mohon Tunggu... Mahasiswa - FKM-UNMUHA

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Aceh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebijakan Pemerintah terkait Kesehatan Mental

8 April 2022   05:23 Diperbarui: 8 April 2022   05:30 2128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berbicara tentang kesehatan mental di Indonesia, tentunya adalah hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Sebab menjaga kesehatan mental merupakan upaya untuk memberikan kesejahteraan baik bagi aspek emosional, psikologi, dan kondisi sosial seseorang.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 Pasal 1 (3) Tentang Kesehatan Jiwa, mengatakan "Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau masyarakat.

Namun, hingga kini permasalahan kesehatan mental tersebut belum mendapatkan perhatian atas perubahan yang signifikan. Upaya pemerintah juga belum cukup adanya untuk diterapkan usaha-usaha perubahan atas permasalahan kebijakan ini. Padahal, kondisi kesehatan tidak akan lengkap tanpa adanya kesehatan jiwa. Ini sangat perlu ditinjau dan diupayakan lebih oleh kebijakan pemerintah seperti yang sudah tertera dalam UUD tersebut.

Berbicara tentang konsep kuratif atas kesehatan mental ini, sangat erat kaitannya dengan keadaan keuangan negara. Dimana potensi kerugian ekonomi akibat penyakit jiwa cukup besar, yaitu sebesar 1 M per hari dan jika dilakukan perawatan mandiri oleh keluarga maka potensi kerugian menjadi 1,5 M per hari.

Atas gambaran keadaan ekonomi yang sangat banyak sekali dituangkan ke dalam permasalahan kesehatan mental tersebut, sejauh ini apakah sudah maksimal upaya yang dilakukan? Apa yang sudah dilakukan dengan pemakaian dana yang sebanyak itu? Adakah program yang berjalan untuk mewadahi permasalahan ini?

Pemerintah seharusnya dapat melakukan langkah-langkah yang lebih efektif terkait upaya penanganan kesehatan jiwa, yang terdiri dari langkah-langkah promotif seperti melakukan penyuluhan terhadap masyarakat perihal pentingnya kesehatan mental, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Langkah-langkah ini dapat diwujudkan berupa indikator keluarga sehat, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa serta edukasi yang dimulai sejak jenjang Sekolah Dasar, penyediaan obat, serta pelayanan kesehatan jiwa yang layak bagi kelompok disabilitas. Semua upaya ini harus dilakukan secara konsisten dan terus dikuatkan oleh semua elemen masyarakat sehingga kasus diskriminasi seperti pemasungan dapat dicegah.

Nah dari segi ini, pemerintah seharusnya lebih bijak perihal pengalokasian dana di dalam manajemen ekonomi dan sumber daya kesehatan masyarakat. Dimana, kesehatan masyarakat diperlukan perannya untuk mengimplementasikan perihal premis preventif yang sudah di paparkan diatas. 

Kekurangan SDM kesehatan masyarakat mungkin diakibatkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya di ikutsertakan ke dalam program pemerintah, kurangnya pengalokasian dana terhadap SDM kesehatan masyarakat yang membuat mereka tidak mau terlibat dan sebagainya.

Jadi, sangat di perlukan pengalokasian dana untuk tenaga kesehatan atas tindakan upaya dari permasalahan ini. Mungkin saja, tenaga kesehatan tidak mau ikut serta karena kekurangan kapasitas yang difasilitasi, seperti pembentukan program, dana yang mencukupi, jaminan yang menjanjikan, dan sebagainya. Dengan itu, tenaga kesehatan akan ikut andil dalam melakukan tindakan upaya memperbaiki dan mewadahi serta memfasilitasi Orang Dalam Gangguan Jiwa dan Orang Dalam Masalah Kejiwaan.

Kebijakan Pemerintah dalam pengalokasian dana untuk kuratif terhadap ODGJ ini, seharusnya tidak perlu membuang banyak dana. Hal tersebut bisa diatasi jikalau implementasi atas peran preventif untuk kesehatan mental ini bisa diterapkan, sehingga masyarakat yang berpotensi mengalami gangguan mental bisa dibina dan diarahkan oleh pihak kesehatan masyarakat melewati promosi kesehatan agar tidak sampai sakit.

Hal tersebut bisa diwujudkan dengan membentuk sebuah program sebagai upaya memperbaiki kesehatan mental. Dengan tujuan menerapkan konsep preventif diatas, agar mencegah orang yang berpotensi sakit tidak jadi sakit dan orang yang sakit tidak sampai meninggal/mengalami disabilitas.

Upaya penanganan yang dilakukan secara setengah-setengah dapat mengakibatkan dampak jangka panjang yang tidak baik. Contohnya kasus kekambuhan yang sering terjadi pada pasien Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Hal ini sebenarnya bisa terjadi karena pengobatan gangguan jiwa dengan kondisi akut di rumah sakit jiwa hanya ditanggung selama 23 hari oleh sistem Jaminan Sosial. Hal ini menyebabkan pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien tersebut tidak mendapat pemantauan dari tenaga kesehatan jiwa sehingga mengalami kekambuhan.

Kebijakan dari Jaminan Sosial ini sangatlah tanggung bisa dikatakan, karena jika mau sembuh kenapa harus lesuh kebijakannya. Seharusnya, kebijakan tersebut haruslah disesuaikan lagi atas permasalahan yang disistemkan. Karena kita tahu sendiri, gangguan mental ini perlu yang Namanya terapi.  Itu bukanlah hal yang bisa dilakukan dalam jangka waktu pendek untuk memperbaiki kesehatan mental pasien. Namun, kebijakan ini juga dilihat dengan keadaan ekonomi pada Insuransi dalam negeri. Karena jika dialokasikan ke dalam aspek Upaya memperbaiki Kesehatan Mental saja, Permasalahan penyakit lain akan terabaikan.

Pengalokasian dana sangat diperlukan dalam konsep permasalahan ini, dimana pada Jaminan Kesehatan hanya ditanggung selama 23 hari, pendanaan dari kebijakan pemerintah dari segi lain juga habis sebagai biaya kuratif saja. Dana tersebut harus lebih disistemkan untuk dialokasikan terhadap upaya pencegahan permasalahan penyakit kesehatan mental ini. Sehingga biaya untuk kuratif tidak akan banyak dipakai apabila pasien yang berpotensi mengalami gangguan jiwa bisa diatasi tidak sampai menjadi sakit.

Untuk itulah, maka diperlukan sebuah sistem pelayanan kesehatan jiwa yang komperhensif dan kolaboratif antar lembaga pelayanan masyarakat seperti Puskesmas, Kecamatan, Kelurahan hingga RT/RW untuk melakukan pemantauan bagi penyintas ODGJ. Sehingga pasien di dalam kategori ODGJ dan ODMK mendapatkan fasilitas dan wadah untuk memelihara lingkungan yang mendukung, serta juga akan berguna untuk orang yang mengalami gejala gangguan kesehatan mental agar tidak sampai sakit dengan penerapan program preventif seperti penyuluhan motivasi, edukasi perihal coping stress, dan sebagainya.

Jadi, pemerintah harus melihat dan mengevaluasi kembali perihal dana yang sudah di alokasikan terhadap program dan instansi-instansi kesehatan. Dengan demikian, kebijakan yang sudah dibuat itu akan sesuai dengan keadaan sistematik permasalahan. Bukan malah digunakan untuk hal diluar permasalahan.

Di dalam ekonomi sendiri, sudah tertera konsep needs and wants, sehingga pemerintah harus bisa memilah dan memilih, perihal mana yang masuk ke dalam kategori di butuhkan itu harus di penuhi terlebih dahulu dibandingkan dengan keinginan yang bisa dipenuhi sesudah konsep kebutuhan terpenuhi. Namun juga harus melihat sesuai dengan keadaan dan wujud permasalahan.

Untuk perihal gangguan kesehatan mental sendiri, sebenarnya pasien ODGJ ini bisa tenang dan sedikit lebih nyaman untuk proses penormalan kembali keadaannya. Dengan keadaan lingkungan yang mendukung tanpa harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk kuratif. Seperti lingkungan sosial yang ramah dan tidak menganggap adanya perbedaan atas orang yang menderita gangguan mentalnya dengan orang yang normal. Kita bisa mengobrol dan berbagi cerita dengan Orang Dalam Gangguan Jiwa ini tanpa membawa pembahasan yang berpotensi menyinggung perasaannya, karena emosional Orang Dalam Gangguan Jiwa ini sangat sensitif dan akan memberontak dengan tindakan yang tidak diinginkan. Maka dari itu, ciptakan lingkungan yang ramah dan bersosial tinggi, sehingga pasien ODGJ bisa normal sedikit demi sedikit karena pengaruh baik dari lingkungan tempat ia tinggal.

Permasalahan atas konsep gangguan mental sebenarnya banyak sekali penerapan pencegahan yang bisa dilakukan untuk coping stress, agar tidak berpotensi terlarut dan menyebabkan sakit (menjadi kriteria ODGJ dan ODMK). Salah satunya seperti mengelola stress dengan melakukan hobi dan kesenangan yang bisa membuang rasa depresi itu. Kita bisa melakukan dan mencurahkan rasa cemas yang membuat kita stress dengan menulis, mencurahkan ke dalam buku diary, bernyanyi, berjalan-jalan menikmati pemandangan, dan sebagainya.

Jadi, jika kebijakan pemerintah kurang penerapannya di dalam upaya untuk mengatasi permasalahan gangguan mental ini, kita bisa menciptakan sendiri lingkungan yang menerapkan konsep preventif untuk mendukung perubahan dan memfasilitasi sebagai wadah sosial yang tinggi dan ramah atas pasien ODGJ dan ODMK ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun