Mohon tunggu...
Angelica Jayanti
Angelica Jayanti Mohon Tunggu... Administrasi - s'il vous plait

currently studying public administration

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menakar Kinerja Kebijakan Pemerintah di Masa Pandemi: Kebijakan Luar Negeri, PSBB, hingga PPKM

9 November 2021   19:12 Diperbarui: 9 November 2021   19:50 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korea Selatan yang pada saat itu berada pada angka 11,50 orang per 1000 penduduk. Untuk menyusul ketertinggalan diperlukan 63-105 kali lipat (mengacu pada Korea Selatan) dari jumlah tes yang dimiliki Indonesia. Indikator selanjutnya yakni  Case Fatality Rate (CFR). CFR Indonesia ketika pemberlakuan PSBB berada di angka 8-9 persen. Yang menjadi permasalahan, tren CFR di angka tersebut berbanding lurus dengan tingginya kasus tidak terlapor (underreporting) yang menyebabkan angka kematian tetap tinggi meskipun angka terinfeksi kasus rendah. 

Sehingga diperlukan deteksi underreporting data dalam mencegah kematian sebelum terindikasi COVID-19 di mana hal ini juga berkaitan dengan upaya penekanan penularan dengan memisahkan indikasi terinfeksi dan tidak terinfeksi virus COVID-19. Terakhir, kapasitas ketersediaan fasilitas kesehatan terutama di tengah terjadinya lonjakan angka kasus di masa PSBB masih sangat terbatas. Beberapa daerah tertinggal  begitu minim fasilitas kesehatan seperti halnya Rumah Sakit dengan tempat tidur yang memadai. Hal ini berimbas pada penanganan pasien berujung  hanya dengan melalui isolasi mandiri, dengan angka kematian saat isolasi mandiri yang cukup tinggi. Peningkatan ketersediaan fasilitas kesehatan seperti halnya Rumah Sakit dapat dibantu dengan keberadaan shelter maupun penambahan tempat tidur yang diperuntukkan bagi pasien terinfeksi COVID-19.  

Efektivitas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Empat Level, Perlukah Diperpanjang?  

Hingga saat ini kebijakan yang sedang diterapkan sebagai upaya penanganan pandemi dilakukan melalui Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), dalam hal ini PPKM empat level. Pelaksanaan PPKM empat level yang sebelumnya dipahami sebagai PPKM JawaBali, PPKM Mikro hingga PPKM Darurat dianggap sebagai upaya menekan penyebaran virus COVID-19 dan  penerapannya terus diperpanjang. Namun keefektifan penerapan kebijakan ini masih terus didiskusikan. 

Hal ini dilatarbelakangi oleh peraturan-peraturan pelaksanaan PPKM empat level  melibatkan kinerja di berbagai sektor yang sangat memengaruhi mobilitas masyarakat. Efektivitas PPKM Empat Level sendiri dapat diukur melalui Positivity rate (rasio kasus). Positivity rate dapat ditemukan dengan membagi jumlah orang yang positif COVID-19 dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa kemudian dikali 100 persen. 

Sebelum pemberlakuan PPKM, positivity rate Indonesia berada pada 43,79%. Sempat turun menjadi 36,69% namun pada pelaksanaan hari kedua PPKM justru naik kembali ke angka 44,61%. Positivity rate dapat mencapai hasil yang optimal apabila dilakukan upaya peningkatan testing oleh Pemerintah. Tidak hanya testing, demi mendekati ambang batas seperti yang ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) yakni 5 %, diperlukan langkah 3T yang meliputi

Testing, Tracing dan juga Treatment. Hasilnya melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), rasio kasus di Indonesia mengalami penurunan cukup signifikan. Positivity rate mingguan pada tanggal 15-21 Agustus 2021 mencapai 17,30% dan 22-28 Agustus 2021 berada pada 13,42%. Penerapan 3T bukan menjadi faktor tunggal dalam upaya mengoptimalkan rasio kasus di Indonesia. Gencarnya vaksinasi yang telah diterima masyarakat sebagai upaya pembentukan herd immunity juga menjadi penyebab rasio kasus di Indonesia menurun belakangan ini. 

Evaluasi Keseluruhan Kebijakan Pemerintah Indonesia sebagai Upaya Penanganan Pandemi 

Melalui analisis berbagai kebijakan yang telah diterapkan di Indonesia selama masa pandemic dapat dikatakan bahwa pnanganan wabah virus COVID-19 di Indonesia selama hampir dua tahun secara keseluruhan masih perlu dioptimalkan. Mengingat masih adanya penambahan angka kasus infeksi harian. Beberapa poin permasalahan yang dapat dijadikan evaluasi dari pelaksanaan kebijakan publik di tengah pandemi selama kurang lebih dua tahun ini, meliputi : 

Pertama, Ketidaksiapan Pemerintah sedari awal yang terbukti dengan  kurangnya perhatian akan ancaman dari keberadaan COVID-19. Ketidaksiapan ini juga mencerminkan bahwa negara belum menempatkan isu kesehatan masyarakat global sebagai salah satu isu penting yang memerlukan perhatian khusus. Hal ini menyebabkan pelaksanaan kebijakan masih belum berfokus pada isu kesehatan sebagai urgensi utama yang harus diselesaikan dan cenderung mengedepankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik semata. 

Kedua, Implementasi kebijakan dalam penanganan pandemi belum sepenuhnya konsisten. Dalam penyampaian informasi yang berkaitan dengan kebijakan bersifat ambiguitas dan kerap menimbulkan bias. Berkaitan dengan hal tersebut, sering terjadi kontraksi komunikasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjadikan kredibilitas Pemerintah menurun karena ketidakoptimalan penanganan khususnya dalam hal manajemen informasi publik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun