"Mana nih feminis?" atau "Ati-ati nanti diserang feminazi"
Menjadi ungkapan yang dilakukan segelintir oknum sebagai bentuk sindiran terhadap kaum feminis di berbagai peristiwa yang berkaitan dengan isu mengenai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.
Memandang keberadaan feminisme di Indonesia dari kacamata manapun mungkin dirasa melelahkan bagi setiap orang yang sepakat dengan pemikiran feminisme. Terlebih akhir-akhir ini sosial media telah menjadi ruang utama dalam membahas isu-isu terkait kesetaraan gender.Â
Keberanian dalam mengungkap ketidaksetaraan  khususnya bagi perempuan nampaknya telah mengusik beberapa pihak yang selama ini dibuat  nyaman oleh adanya ketimpangan tersebut. Diskriminasi yang menimpa perempuan agaknya bukan menjadi masalah bagi segelintir oknum yang memandang ide feminisme sebagai adopsi budaya barat.
Nilai-nilai feminisme kerap dipelintir seenaknya dan tidak mengacu pada hakikat yang sebenarnya. Beberapa persepsi yang lahir di masyarakat menyurutkan dukungan terhadap kaum feminis. Menjadi seorang feminis dianggap pembangkang,pembenci laki-laki,dan yang lebih parah ide feminisme dianggap berusaha menghancurkan laki-laki.
Stereotip inilah yang menyebabkan tidak sedikit orang membenci gerakan feminisme. Kekeliruan pemikiran mengenai konsep feminisme membuat perjuangan feminis di Indonesia menjadi semakin berat.
Suburnya patriarki hingga sekarang menguatkan pemikiran bahwa gerakan merengkuh kesetaraan gender harus terus diupayakan. Setara bukan berarti sama persis. Setara juga tidak bermaksud menguasai. Setara harus dilihat sebagai usaha untuk memastikan tiada lagi ketidakadilan yang menyerang suatu kelompok,khususnya gender tertentu.
Kesetaraan gender yang diinginkan feminis tidak seharusnya dianggap sebagai upaya menyerang maskulinitas. Maraknya penyerangan terhadap ide feminisme tak dapat dipungkiri disebabkan oleh berbagai faktor. Ketika diamati lebih jauh,gerakan represif yang terus menerus menyudutkan feminisme berasal dari adanya pemikiran yang cenderung konservatif.
Persepsi bahwa nilai feminisme akan selalu menyerang berbagai ajaran,norma,dan aturan yang dianggap patriarkis. Feminisme sendiri sejak awal memang sudah dipandang salah kaprah dan dianggap menyalahi budaya tradisional. Faktanya,keberadaan feminisme menuntut kesetaraan hak bagi perempuan yang selama ini tidak didapatkan di berbagai sektor kehidupan.
Konservatisme memang menjadi tantangan utama bagi pemikiran feminisme. Pemikiran bahwa kesetaraan gender dianggap jauh dari nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh dalam masyarakat. Padahal ide dalam gerakan ini telah akrab dengan kita sejak kita mengenal beberapa pahlawan perempuan bangsa  yang berjuang dalam kesetaraan melalui cara mereka sendiri.
Kartini, Cut Nyak Dhien, hingga Maria Walanda Maramis yang menjadi bukti konkret bahwa feminisme telah menjadi bagian tak terlepaskan dari bangsa Indonesia. Keberadaan pertentangan akan kaum feminis yang memperjuangkan hak-hak perempuan mengakibatkan semakin maraknya pengabaian akan ide kesetaraan gender di Indonesia.
Hak perempuan seakan-akan dianggap sudah tercapai dengan diperbolehkannya perempuan menempuh pendidikan. Hal ini kerap dibandingkan dengan konsep sebelumnya yang dianggap lebih parah lagi,ketika urusan perempuan hanya sebatas dalam persoalan dapur,sumur,dan kasur.Â
Sejatinya perjuangan feminisme berfokus pada permasalahan yang dihadapi perempuan saat ini. Semakin tidak nyamannya ruang publik bagi perempuan maka disitulah perjuangan kesetaraan gender digaungkan. Permasalahan paling nyata di berbagai negara seperti Indonesia, penegakan hukum acapkali tidak berpihak pada  perempuan.
Seperti yang saat ini kita hadapi dan menjadi polemik berkelanjutan yakni penundaan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Ini membuktikan bahwa permasalahan terkait perempuan masih belum menjadi perhatian khusus bahkan oleh pemerintah. Sedangkan yang terjadi di Indonesia,masih banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual yang melibatkan perempuan sebagai korban.
Gerakan kesetaraan gender tidak hanya menghadapi permasalahan yang berasal dari orang-orang konservatis saja,melainkan juga dari pemikiran yang memang dasarnya represif akan ide kesetaraan bagi perempuan. Beberapa perempuan masih betah hidup dalam ketidaksetaraan dan tak jarang justru menyerang ide kesetaraan sebagai kekeliruan semata.
Persepsi bahwa kesetaraan memang menyalahi norma karena perempuan dan laki-laki dasarnya diciptakan memang berbeda. Padahal diskriminasi gender dapat menyerang siapa saja tanpa terkecuali. Kebebasan perempuan dari ketakutan,kekerasan,dan permasalahan lainnya yang berlandaskan persoalan gender akan sangat dibutuhkan oleh perempuan sampai kapanpun.
Maka dari itu, ide feminisme harus dimaknai sebagai upaya dalam menciptakan ruang aman bagi perempuan.Bukan dipandang sebagai bentuk menyerang maskulinitas,menghancurkan tatanan nilai,dan gerakan destruktif khususnya bagi keberadaan laki-laki. Inilah pentingnya pemahaman akan kesetaraan gender dan feminisme dipelajari secara menyeluruh bukan dilihat dari lapisan luar saja.
Pendidikan tentang kesetaraan gender, menghormati perempuan dalam perannya di berbagai aspek sudah saatnya menjadi topik yang sangat krusial agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berkelanjutan. Siapapun kalian dan bagaimanapun mindset yang kalian miliki,cobalah untuk melihat ide feminisme dengan pemikiran dan perasaan yang lebih terbuka.
Mungkin kita beruntung karena tidak mengalami dampak dari ketidaksetaraan gender,namun amatilah sekitar untuk melihat beberapa cerita bahwa ketidaksetaraan  menimbulkan tak sedikit derita bagi segelintir yang menghadapinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H