Mohon tunggu...
Sonny Djatnika SD
Sonny Djatnika SD Mohon Tunggu... -

Metallurgist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagian III: Dongeng Mengenai Kerajaan Arsipelago (Bagian Missing Link)

20 Juni 2011   04:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:21 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(kumpulan cerita rakyat dan catatan sejarah yang masih membutuhkan kajian dan pengamatan lebih mendalam)

Cerita dari seorang teman yang berasal dari Daratan China
Pada abad-abad pertengahan, sekitar abad 12-13, pada jaman satu dinasti, seorang raja wafat muda. Putra Mahkota yang dipersiapkan masih balita. Maka kerajaan dilaksanakan oleh kakaknya, seorang panglima perang. Pada jaman itu, agama yang dianut oleh bangsa China adalah agama leluhur. Agama yang datang dari luar masih diawasi dan belum diterima oleh kalangan kerajaan. Buddha hanya diperkenankan di kuil-kuil. Sedangkan pemeluk agama Islam (dalam hal ini muslim) adalah para nomaden seperti halnya bangsa Mongolia (Jenghis Khan).

Raja pengganti memang berperilaku bijak. Dia seorang muslim bersama keluarganya dan sejumlah panglima bawahannya, namun tetap disembunyikan demi menjaga adat-istiadat kerajaan. Itulah mungkin sifat liberalisme sebagai seorang muslim. Diperkirakan kemusliman sang raja adalah karena tugas nya sebagai panglima yang sering berhubungan dengan kaum nomaden yang diawasinya atau akibat perjalanannya dalam mengikuti jalur sutra sampai ke Mekah. Tidak lama kemudian, sang raja wafat. Putra Mahkota belum juga cukup umur, sehingga tahta kerajaan dipegang sementara oleh anak laki-lakinya yang juga muslim. Seperti ayahnya, dia pun memerintah dengan bijak, walau masih sangat muda. Sampai pada waktunya, tahta diserahkan kepada Putra Mahkota.

Sang mantan raja pindah ke istana sayap kanan, yang masih satu lokasi dan berhubungan dengan bangunan istana utama tempat raja. Kebijakan dan kejujuran mantan raja (terbukti dengan menyerahkan tahtanya kepada yang berhak) membuat banyak petinggi istana merasa dirugikan dan iri-hati, serta takut suatu waktu diminta kembali membantu sang raja muda. Kasak-kusuk para petinggi istana yang dengki dimulai dengan hasutan bahaya akan kudeta. Raja muda terpengaruh, dan merencanakan untuk menyingkirkan mantan raja. Sejumlah petinggi istana yang masih setia menyampaikan ancaman tersebut. Mantan raja merasa kuat dan mampu melawan, namun merebut tahta dari sepupunya bukan hal yang terpuji, juga bukan haknya menjadi raja. Dia memilih menghindar dan mempersiapkan pelarian dengan segera.

Dengan sekitar 1000 armada perahunya mantan raja keluar dari wilayah kerajaan. Kepergiannya tidak membuat raja muda tenang, hasutan para petinggi kerajaan yang keji, raja berencana melenyapkannya. Maka mulailah menyusun rencana pengejaran setelah tahu bahwa mantan raja lari ke arah tenggara ke kepulauan yang menjanjikan bisa hidup abadi, Pulau Jawa. Pada jaman itu, tidak lah mudah mengetahui keberadaan pasti dimana mantan raja sebenarnya. Namun menghubungkan bahwa Kerajaan Sunda yang campuran etnis arsipelago Asia Selatan memungkinkan kecenderungan warna kulit yang lebih gelap dibanding masyarakat Jawa bagian Barat seperti saat ini. Ada kemungkinan bahwa mantan raja China bergabung menjadi warja Kerajaan Sunda-Galuh adalah mungkin. Apalagi bila dikaitkan dengan budaya pertanian dan kelogaman yang ada di pulau Jawa.
Banyak pendapat secara spiritual, bahwa Kerajaan Sunda sudah memeluk agama Islam (agama langit) atau yang disebut juga sebagai agama Sunda (agama langit dan agama bumi) sejak lama. Apa lagi Bandar Banten dan Sunda Kalapa sejak abad 10 sudah menjadi pusat perdagangan terbesar Asia Tenggara. Tidak sulit untuk Pajajaran menerima agama langit apa pun karena agama Hindu (agama bumi) yang lebih tua pun berdasarkan kepada Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Esa. Bahkan Sriwijaya dan Jambi, bawahan Kerajaan Sunda, pada awal abad 11, sebagai Kerajaan Buddha sudah ditaklukkan oleh Kerajaan Malaka dan kerajaan daratan Asia lainnya (Kamboja dan Vietnam) yang muslim. Sulit bagi bangsa ini menerima bahwa India dan China adalah memiliki andil dalam percampuran bangsa-bangsa di Nusantara. Kembali ke raja China.

Raja mengirimkan seorang laksamana dengan lebih dari 400 armada kapalnya lengkap, mengemban tugas menghancurkan mantan raja dan pengikutnya. Namun laksamana pun menghilang. Laksamana kedua pun ditugaskan kembali. Bahkan secara periodik terus menerus juga oleh raja penggantinya, sampai tujuh (7) laksamana yang dikirimkan sampai akhirnya raja tahu bahwa ke tujuh laksamana tersebut adalah yang loyal kepada mantan raja. Mereka semuanya muslim. Akhirnya dipilihlah laksamana ke delapan, dengan 1.700 armada lautnya, berhasil dan memberi khabar kepada kerajaan China. Sampai disana ceritanya, tidak kelanjutan bahwa mantan raja, pengikut dan turunannya pernah ditemukan, namun seolah pulau Jawa menjadi lahan baru bagi perdagangan kerajaan China.

Seandainya dihubungkan dengan kelanjutan “dongeng” Kerajaan Sunda serta tulisan yang dibuat oleh para sastrawan yang berasal dari legenda atau mitos dalam bentuk kidung. Cerita “Saur Sepuh” yang pernah ditayangkan oleh sebuah radio swasta di bandung di era akhir 1970 dan awal 1980an, serta difilmkan di sebuat TV, bahwa laksamana China mendapat kesulitan saat menyerang Hayam Wuruk. Maka diserang lah kerajaan bawahannya, raja Bali. Setelah menaklukan dan mempelajari budaya dan bahasa, pasukan China menyamar menjadi penduduk lokal untuk menundukan Majapahit. Laksamana mengangkat diri menjadi patih dengan menempatkan figur raja agar kerajaan di sekitarnya tidak curiga dan mudah ditundukkan. Berkenaan dengan Perang Bubat, bahwa karena Hayam Wuruk masih keturunan Kerajaan Sunda-Galuh, dia sudah dijodohkan dengan Dyah Pitaloka dari Pajajaran. Hal yang mengherankan, pada waktunya dia tidak datang melamar, malahan meminta pengantin wanita datang. Pajajaran mengalah, mengantar pengantin wanita dengan pengawalan secukupnya, dengan syarat dijemput di sebuah tempat sehingga secara adat pengantin pria datang melamar. Tempat itu adalah Bubat (saat itu pantai Bubat). Namun kejadiannya rombongan malahan diserang dan dihancurkan. Menurut legenda pembantaian tersebut menyebabkan hujan darah di Pajajaran. Hal ini lah yang kemudian membuat perintah para dewan penasehat dan hakim kerajaan, bahwa tabu bagi turunan Pajajaran menikah dengan turunan Majapahit.

Semangat untuk menemukan mantan raja China menyebabkan sang patih bersumpah untuk menaklukan seluruh kerajaan di Nusantara (Sumpah Palapa??) dan mulai dengan merebut kerajaan di Nusa Tenggara.

Waktu berlalu, jalur yang harus ditempuh sampai ke Pajajaran tidak tercapai juga akibat banya rintangan sepanjang Pulau Jawa, mulai Gresik sampai Cirebon. Mungkin kah hambatan pemeluk Islam yang dikenal sebagai tujuh dari Wali Songo? Apakah ketujuh wali tersebut sebenarnya adalah para laksamana (Cheng Ho dan sebagainya)? Pelajaran di Sekolah Dasar menyebutkan bahwa tujuh dari Wali Songo berbangsa China, lainnya Gujarat (Falatehan) dan keturunan Pajajaran dan Yaman (Syarief Hidayatullah).

Dalam catatan sejarah, Majapahit masih berdiri setelah Hayam Wuruk  sampai akhirnya harus hancur di akhir abad 15 akibat perebutan kekuasaan di antara keluarga kerajaan Majapahit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun