Mohon tunggu...
SUNARNI
SUNARNI Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 3 Tanjungpandan

Dunia akan berada dalam genggaman melalui hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Vertigo dan Caraku Mengatasinya

20 Oktober 2023   23:31 Diperbarui: 22 Oktober 2023   16:03 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: kompas lifestyle

 Ini adalah awal aku mulai  berani menceritakan kisah sakitku  yang sudah kualami tiga tahun yang lalu dalam sebuah tulisan .  Saat itu aku ditugaskan sebagai Plt Kepala Sekolah di sebuah SMP. Tepat enam bulan saat  berjalannya masa tugasku, sakit ini menyerang hingga akhirnya aku harus mengundurkan diri. Gejala pertama yang kualami yaitu  aku mulai sering merasa pusing. 

Hingga kuingat betul tanggal 18  Desember 2020, kira-kira jam dua malam badanku menggigil dan ketika kuterbangun untuk menarik selimut ke badan, ruang kamarku terasa berputar. aku mencoba memejamkan mata untuk menghindarinya.  

Suamiku menggosokkan minyak kayu putih di bagian belakang badan dan kening serta meminumkan air hangat  sebagai pertolongan pertama. 

Namun,  kejadiannya tak berhenti sampai di situ. Beberapa kali  terus kejadian ini berulang  hingga menjelang pagi. Bahkan sudah disertai dengan muntah karena perutku mulai terasa mual. 

Badan juga mulai lemas, terutama kaki dan tangan yang menjadi gemetar dan sulit untuk digerakkan. Pagi harinya, aku dibawa ke dokter praktik. Berdasarkan pemeriksaan dokter tersebut, aku didiagnosa vertigo.

Beberapa hari setelah berobat ke dokter praktik, aku tak kunjung mengalami sembuh karena aku tak bisa meminum obat yang diresepkan dari dokter praktik tersebut. 

Kondisi badanku yang sering tidak kuat untuk meminum obat dengan dosis yang agak tinggi, membuatku untuk tidak melanjutkan untuk meminumnya karena dadaku berdebar  dan badan gemetar setiap kali meminum obat yang diresepkan dokter tersebut. 

Akhirnya, keluargaku  mencoba mengobatiku dengan berbagai pengobatan alternatif, yaitu dengan meminum air jahe, akar kayu,  bekam di kepala, totok syaraf, dan pijat refleksi.  Namun, beberapa pengobatan  alternatif ini pun nampaknya belum membuahkan hasil.  

Saat itu, aku juga menderita kecemasan yang luar biasa. Rasa cemas yang berlebihan ini menjadikan aku selalu ketakutan. Aku tidak bisa mendengar suara yang seharusnya tidak perlu ditakutkan, misalnya, suara mesin cuci, mesin pemotong rumput, suara mesin motor dan mobil,  suara dari pintu kulkas dan pintu rumah, bahkan suara orang yang berbicara dengan nada yang agak keras pun akan membuat aku menjadi terkejut dan ketakutan ketika mendengarnya. Rasa cemas dan takut ini  membuat aku menjadi  sulit untuk tidur. Aku akan terbangun seiap kali mendengar suara-suara tersebut.  ditambah lagi  dengan posisi tidurku yang harus  dalam posisi  duduk.   Kepalaku akan semakin pusing dan berputar jika harus tidur dengan posisi berbaring.  Tidur dengan posisi duduk, membuat kualitas tidurku menjadi sangat buruk. aku harus terbangun beberapa kali setiap malamnya.  

Keluarga mulai merayuku untuk berobat ke rumah sakit. Tapi, karena saat itu wabah virus covid 19 sedang marak melanda Indonesia, termasuk Belitung, menjadikanku merasa takut untuk berobat ke sana. Aku ingat betul waktu itu, dan banyak orang yang berpikiran sama denganku bahwa mereka yang sakit dan berobat ke rumah sakit hampir 80 % tiba-tiba didiagnosa positif covid 19 dan harus dirawat di ruang isolasi rumah sakit dan tidak sedikit pula yang meninggal dunia karena tidak mampu bertahan dengan serangan virus tersebut. Kejadian yang lebih menyedihkan lagi, ketika mereka harus dimakamkan sesuai protokol kesehatan covid 19, tanpa didampingi keluarga. Alasan  ini lah yang membuatku bertahan untuk tidak mau berobat ke rumah sakit umum ketika itu.

Sampai pada suatu hari aku merasakan lemas yang luar biasa. Sekujur badanku juga dingin. Mengalami hal tersebut, akhirnya aku terpaksa menyetujui keputusan keluargaku  untuk membawaku  ke rumah sakit umum. Di ruang IGD, aku ditangani oleh perawat dengan memberikan infus, suntikan, dan obat. Dengan kejadian ini, akhirnya aku mulai memberanikan diri untuk berobat ke dokter spesialis syaraf di rumah sakit umum. Dokter melakukan beberapa terapi dan memberikan  obat setiap aku berobat. Obat yang diberikannya juga sudah dapat kuminum karena jenis obat generik .  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun