Mohon tunggu...
Guru Sunardi
Guru Sunardi Mohon Tunggu... Guru - Menulislah, maka engkau akan dikenang

Guru, Youtuber, Blogger, publik speech, mentor menulis buku, trainer guru, Designer

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jadilah Dermawan

21 Agustus 2020   19:35 Diperbarui: 21 Agustus 2020   19:21 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika dahulu manusia senang terhadap 3A (harta, tahta, dan wanita). Maka kini telah berubah menjadi 4A (harta, tahta, wanita dan sepeda). Ini hanya guyonan yah. Saya akan bercerita sedikit, kaitannya dengan bersepeda. Ini cerita seorang sahabat yang dermawan, ketika ia sedang gowes dihari libur.

Aku ditemani oleh tiga orang temanku, naik sepeda dihari libur. Yah itung-itung cari keringat. Maklumlah kami kan orang kantoran, sibuk tiap hari bekerja. Hari ini kesempatan yang baik untuk bersepeda.

Aku menelusuri jalan, melewati jalan kecamatan, menikmati pemandangan sawah, mendengar aliran air dari drainase di pinggir jalan. Hingga akhirnya dari kejauhan aku melihat nenek yang sudah tua. Ia berjalan membungkuk, tubuhnya ditopang oleh tongkat di tangan kanannya. Tangannya gemetaran memegang tongkat mungkin pengaruh umur. Ketika berjalan tongkat inilah yang menjadi penyeimbang dirinya.

Aku berhenti  bersama temanku. Membantu nenek berjalan, sambil aku tanya hendak kemana. Ketika aku tanya hendak kemana. Ia menjawab dalam bahasa daerah bahwa ia akan ke pasar di depan membeli singkong. Sambil memperlihatkan uang pecahan 5000 yang dipegannya bersama karung kecil yang terikat di tangan keriputnya.

Nek sekarang kita pulang, nanti aku yang belikan singkong. Nenek menurut saja. Aku tuntun beliau ke rumahnya. habat yang sedang gowes itu lalu mengajak sang nenek pulang ke rumahnya. Lumayan jauh menelisuri gang sempit dan akhirnya tibalah di gubuk sang nenek.

Aku ajak nenek bercerita, miris beliau tinggal sebatang kara di gubuk itu. Ia kemudian menunjukkan beberapa ekor ayam paiarannya kepadaku, yang ternyata itu adalah ayam milik orang. Nenek memelihara ayam itu untuk mendapatkan sedikit upah. Dari upah itulah tadi ia hendak membeli singkong.

Sedih aku mengetahui hidup sang nenek.

Aku pamit sebentar kepada nenek. Hendak membelikaanya beras dan beberapa telur. Aku gowes sepedaku menuju supermarket terdekat. Setelah belanjaan dirasa cukup aku bersama teman kembali ke rumah nenek membawakannya beras dan telur. Nenek terharu, menangis sambil berkata dalam bahasa daerahnya, yang sangat kumengerti, semoga aku sehat dan dimudahkan rezeki katanya. Air mataku pun tak bisa kubendung. Lalu kuserahkan beberapa lembar rupiah, agar nenek tak lagi menggantungkan hidup dari memelihara ayam.

Aku pamit dan melanjutkan gowesku bersama teman.

Indahnya hidup jika semua bisa berbagi. Ada hak orang miskin di atas harta orang kaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun