Pak Salim mulai mengamati lingkungan sekolah, juga perilaku guru dan siswa di sekolah baru tempat ia mengabdi sebagai kepala sekolah. Pikir beliau anak desa lebih bagus ahlaknya dari anak di kota. Tetapi, menurut pengamatan beliau, ternyata gaya hidup masyarakat desa sudah berubah seperti orang kota, meskipun kondisi ekonomi mereka jauh dibanding orang-orang kaya di kota. Satu hal yang beliau sesalkan, ternyata tidak sedikit yang menganggap guru seperti babu karena mereka sudah bayar ke sekolah.
Pak Salim mencoba bertamu ke rumah Pak Kades dan beberapa tokoh desa: Kyai Hamdan, Kyai Ramli dan Lora Hamid. Beliau tidak ingin pendidikan di sekolah yang ia pimpin tidak sejalan dengan budaya desa dan ajaran moral yan gdiajarkan oleh tokoh agama desa. "Kondisi di desa seperti ini, Pak. Kalau di kota kan sudah maju," kata Lora Hamid. Kehidupan di kota memang mewah, tapi jiwa tidak tentram, lebih baik hidup sederhana di desa tapi iwa tentram, kata Pak Salim dalam hati.
***
Pak Salim menemukan salah satu siswa yang unik, bukan perilakunya aneh, tapi dia beda dengan teman-temannya. Beberapa kali Pak Salim mendapati dia membuang sampah yang tergeletak, bahkan sampah yang dibuang sembarangan oleh temannya, ia tidak segan memindahnya ke tempat sampah. Tidak hanya itu, rupanya dia juga sering ke perpustakaan, biasanya di tempat duduk paling pojok, dekat pot bunga besar.
Pak Salim senang dengan sikapnya. "Semoga Allah perbanyak pemuda seperti dia," doa Pak Salim. Beliau ingin memotivasi semua siswa agar juga seperti dia.
"Budin!"
Budin, petugas kebersihan sekolah menghentikan langkahnya mendengar namanya dipanggil. Ia pun menghampiri Pak Salim.
"Kamu letakkan kardus ini di sana."
"Bekar bungkus nasi, Pak?"
"Iya."
"Kenapa tidak dibuang saja?"
"Sudah. Kamu letakkan saja di sana dan letakkan kertas ini di bawahnya."
Budin menuruti perintah beliau, menempatkannya di tanah dekat kantor kepala sekolah.
***
Bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan, berlarian ke kantin, sebagian ke perpustakaan. Salah seorang dari mereka menghampiri kotak bungkus nasi yang tergeletak di tanah. Dia ambil kotak itu dan dilihatnya ada kertas di bawahnya bertuliskan "Milik Pak Salim". Dia terkejut. Aneh pikirnya. Tetapi, dia harus memberikannya pada Pak Kepala sekolah. Pak Salim melihatnya dari jendela. Beliau keluar ruangan dan berjalan ke perpustakaan. Siswa tersebut mendekati beliau.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Pak Salim.
"Maaf, ini punya bapak?" tanyanya.
Pak Salim tersenyum dan mengajaknya duduk di kursi di depan perpustakaan. "Siapa nama kamu?"
"Anwar, Pak."
"Nama yang bagus. Kelas berapa?"
"Saya kelas delapan, Pak."
"Anwar, sengaja bapak meletakkan kardus ini di tanah. Dan, bagi siswa yang mengambilnya, akan saya ajak umroh."
Anwar terkejut.
Baca juga: Cerita Wali Murid Komplain Karena Anaknya Dihukum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H