Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ternyata Ada Calo Wisata di Bangkok

2 Januari 2019   04:39 Diperbarui: 2 Januari 2019   09:14 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuil Wat Arun Bangkok (dokpri)

Beberapa bulan yang lalu kami dapat kesempatan mengikuti training di Bangkok, bertiga dari Banjarmasin. 

Kebetulan di sana bertemu dengan beberapa orang peserta dari Indonesia juga, dari beberapa Universitas yang berbeda jadi bisa dibayangkan pasti ramai dengan tetap berbahasa Indonesia. Seperti lazimnya pelatihan, selalu mencari kesempatan dalam kesempitan untuk piknik, piknik tipis-tipis istilahnya.

Hari pertama sampai kedua sama sekali tak ada waktu untuk keluar hotel. Jadwal kami full dan padat dari pagi sampai sore menjelang sholat maghrib ditambah PR untuk hari berikutnya. Hanya sempat jalan pagi di Lumphini Park dekat hotel dan malamnya mencari mall terdekat untuk sekedar melihat-lihat. 

Menikmati pemandangan pagi yang didominasi para manula senam dan jogging dengan masing-masing membawa sound system sendiri-sendiri dan membuat kelompok-kelompok kecil. Luar biasa ramainya untuk ukuran bukan hari libur. 

Taman kota yang cukup besar dan ramai tetapi tetap terjaga kebersihannya. Mirip dengan taman (koen) di Jepang. Mungkin memang Thailand banyak sekali belajar dan mengadopsi Jepang, tidak hanya industri pertaniannya, tetapi juga beberapa budayanya.  

Bahkan beberapa baliho atau spanduk dan juga toko mereka menggunakan Bahasa Jepang (Kanji/Hiragana/Katakana). Wajar juga beberapa Sensei saya saat di Jepang paling senang jika pergi ke Thailand di banding negara Asia Tenggara lainnya, karena banyak kemiripan, temasuk makanannya.

Hari ketiga baru sempat main, kebetulan pelatihan selesai belum terlalu sore. Kami semua bersepakat ke Asiatique.  Cukup dekat jaraknya, hanya perlu naik kereta/Skytrain (BTS) sebentar (kebetulan letak stasiun juga sangat dekat dengan hotel) kemudian naik boat ke Asiatique. Kata beberapa teman sebenarnya ongkos boat-nya gratis, tapi saat disana ternyata bayar, 

20 bath per orang pulang pergi. Ternyata kesalahan kami mengapa harus bayar adalah karena tidak mau lama nunggu. Memang ada boat yang gratis tetapi keberangkatan sejam sekali dan beda tempat antri. Kami sudah terlanjur di tempat antrian yang bayar begitu tahu hal itu. Ya sudah, bagaimana lagi, toh cuma 20 bath atau sekitar 10 ribu rupiah.

Harus diakui, Thailand sukses dengan wisata airnya, mengolah sungai Chao Phraya menjadi demikian indah dan ramainya. Luar biasa. Membayangkan seandainya Palembang dengan sungai Musi-nya atau Banjarmasin dengan Sungai Barito-nya bisa seperti Thailand, betapa lebih ramai wisata Indonesia. Kapal pesiar full music (dinner cruise) dan makanannya (all you can it) berlalu lalang sepanjang sungai Chao Phraya, apalagi kalau malam terlihat gemerlap penuh dengan lampu hiasnya. Hanya bayar sekitar 1500 bath per orang untuk menikmati kapal pesiar kecil dan segala layanannya selama sekitar 2 jam. Apalagi Asiatique, hiburan di tepi sungai itu memang dibuat agar orang ke Thailand bisa menikmati sungainya, karena untuk ke sana praktis harus melalui sungai itu sebagai jalan akses termudah dan indah.

Hari keempat lumayan lebih longgar karena pelatihan ditutup sebelum siang. Ada waktu cukup banyak untuk keliling Bangkok hari itu. Dengan alokasi siang sampai malam, maka tujuan pertama kami arahkan ke Grand Palace kemudian ke Wat Phra Kaew dan Wat Arun lalu malamnya di MBK Shopping Mall  yang sangat terkenal untuk orang yang ingin mencari Tom Yum halal. Jalan Grand Palace  nggak ada masalah. 

Kami pesan Grab dari hotel beres, tarifnya sekitar 360 bath ditanggung bertiga, cukup murah dengan jarak yang agak jauh. Enak lagi sopirnya bisa berbahasa Inggris, jadi agak bisa ngobrol banyak menerangkan beberapa hal tentang istana tersebut (keindahan dan kemegahan Asiatique, Grand Palace dan Wat Phra Kaew akan saya tulis lain kali). Singkatnya, kami di Grand Palace dan Kuil Wat Phra Kaew sampai agak sore dan lokasi sudah mau tutup. Rencana berikutnya adalah ke Wat Arun. Masalah mulai timbul. Kami tidak mempelajari dulu sebelumnya rute dari Grand Palace ke Wat Arun. 

Peta tidak punya, pengalaman minim, meskipun kami bertiga. Akhirnya kami ke jalan sambil mencari-cari orang yang bisa ditanya. Namun ternyata orang Thailand  juga tidak banyak yang paham Bahasa Inggris apalagi Bahasa Indonesia.

Menyetop serombongan anak muda yang sedang jalan juga tidak menyelesaikan masalah. Malah sama-sama bingung. Internet tidak ada jadi tidak bisa mencari grab atau minimal google map. Seperti orang hilang jadinya. Akhirnya ada orang yang mendekati kami, lumayan, sedikit bisa berbahasa Inggris. Dia mengarahkan kami agar naik Tuk-tuk dulu ke dermaga penyebrangan lalu naik boat. Ongkos katanya bervariasi tergantung tujuan kami ke beberapa wisata tepi sungainya. 

Agak was-was juga, karena sebelum berangkat banyak tulisan di internet yang SANGAT tidak menyarankan naik Tuk-tuk bagi orang asing, angkot khas Thailand, karena tarifnya kadang gila-gilaan. Tetapi orang yang mengarahkan kami meyakinkan tarif Tuk-tuk murah, hanya sekitar 60 bath untuk bertiga (mungkin di melihat raut muka ragu kami). 

Akhirnya kami manut. Kami naik Tuk-tuk dengan ongkos murah namun deg-degan karena sepanjang jalan ngebut nggak jelas seperti terburu-buru, ditambah sopirnya nggak bisa Bahasa Inggris sehingga kami cuma diam dan tahunya setelah sampai bayar 60 bath.

Ternyata Tuk-tuk berhenti di dermaga kecil sekitar pasar, jaraknya tidak terlalu jauh dari Grand Palace sebenarnya, tetapi tanpa persiapan peta adalah masalah bagi kami. Sampai di dermaga, sebelum turun sudah ditunggu calo atau preman penyebrangan, banyak tato tapi agak gemulai. Dia banyak ngomong dan menawarkan beberapa paket wisata dengan tarif masing-masing. Kami bilang cuma mau ke Wat Arun saja. 

Bermodal tulisan di kertas lusuh dia menawarkan ongkos 1200 Bath kalau ditunggu dan 500 Bath kalau sekali jalan saja, alias diantar tapi tidak dijemput. Hmm...cukup mahal ternyata biayanya. Tapi bagaimana lagi, namanya liburan tipis-tipis yang tidak direncanakan, mumpung ada kesempatan. Untung ada kawan yang cukup pandai menawar harga, akhirnya deal di harga 400 bath untuk menyeberang kami bertiga. 

Kami bayar 400 Bath dan langsung disuruh naik perahu. Ternyata oh ternyata, perjalanan dengan biaya 400 Bath (sekitar 200 ratus ribu rupiah) teramat singkat karena hanya menyeberang tegak lurus sungai Chao Prahya dengan jarak tidak lebih dari 250 meter. Praktis tidak sampai 5 menit dengan biaya semahal itu. Kami mulai bengong karena bingung. 

Tambah bengong ketika sudah menepi kami dibantu naik ke daratan oleh beberapa orang yang standby di tepi sungai dengan uluran tangannya sigapnya yang membantu kami turun dari boat karena arus sungai cukup deras dan boat tidak bisa diam. Puncak bengong adalah ketika begitu turun dari boat kami dimintai uang masing-masing sebesar 10 Bath untuk ongkos boat landing, istilah asing dan baru bagi kami. Ternyata ada kosakata yang tak akan kami lupakan di sungai Chao Phraya, boat landing fee.  Hmm...kami merasa ada masalah di sini. Total biaya untuk menyeberang sungai adalah 430 Bath untuk bertiga.

Biaya masuk ke kuil Wat Arun tidak terlalu mahal, cuma 20 Bath, sangat tidak sebanding dengan ongkos menyeberangnya yang demikian mahal. Sambil beli tiket masuk, kami diskusi bagaimana jalan pulang nanti. 

Mencari jalan termurah ke hotel. Kami kemudian berpikir dan belajar otodidak tanpa sumber tertulis tentang Chao Phraya, letak Wat Arun dan Asiatique yang kami kunjungi kemarin pasti sejajar sepanjang sungai itu. Jadi kami bisa pulang melalui Asiatique dulu baru kemudian naik BTS ke hotel. Ongkos BTS ke stasiun terdekat kemarin hanya 15 bath, jadi pasti lebih murah. 

Tinggal mencari informasi berapa ongkos naik boat dari Wat Arun ke Asiatique, kebetulan di situ terlihat antrian panjang orang yang akan naik boat untuk pergi meninggalkan Wat Arun. Kami lalu tanya ke Satpam di sana tentang boat ke Asiatique, sambil ragu dan menengok kanan kiri dia menjawab bahwa antrian itu juga sebagian menuju Asiatique dan ongkosnya membuat kami seolah mau pingsan. Ternyata hanya 4 bath per orang, ongkos itu sama dengan ongkos resmi menyeberang dari dermaga sebelumnya ke sini. Oh my God!!!...Kami tertipu calo di Thailand karena kebodohan. Biaya menyeberang yang seharusnya hanya 12 Bath bertiga harus kami bayar 430 Bath...

Hmm...ternyata ada juga calo di negeri Gajah Putih ini. Kami kira calo hanya ada di Indonesia, ternyata di sini ada juga. Kami tidak tahu bagimana kerja sama antara orang yang memberi kami arah dan menyarankan naik tuk-tuk, sopir tuk-tuk dan calo boat. 

Tapi bagaimana lagi, sudah terlanjur....Seloroh kawan kami yang paling senior dengan santai, "Mari kita ambil hikmahnya saja. Ini namanya learning by doing, proses pembelajaran yang paling tinggi levelnya yang outputnya adalah pada tingkat memahami, tidak sekedar menghafal atau mengetahui.

 Ilmu tentang metode pembelajaran yang baru saja kami terima selama 4 hari pelatihan di Bangkok...Alhamdulillah perjalan pulang lancar sesuai perhitungan. Belajar paham dengan proses learning by doing. Total hanya perlu 39 bath per orang sampai MBK Shopping Mall untuk bisa menikmati Tom Yum Halal Thailand...

Grand Palace (dokpri)
Grand Palace (dokpri)
Tanya orang lewat yang malah membingungkan
Tanya orang lewat yang malah membingungkan
(dokpri)
(dokpri)
Dermaga penyeberangan di Wat Arun/Dokpri
Dermaga penyeberangan di Wat Arun/Dokpri
wat1-5c2bde71c112fe176f204192.jpeg
wat1-5c2bde71c112fe176f204192.jpeg
Kuil Wat Arun Bangkok (dokpri)
Kuil Wat Arun Bangkok (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun