Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Tertarik Membacakan Dongeng: Malin Kundang, Timun Mas dll, untuk Anak Anda?! Saya Tidak!

17 Maret 2016   15:08 Diperbarui: 17 Maret 2016   15:51 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="sumber: http://radjaceria.blogspot.jp/"][/caption]Ada beberapa cerita rakyat Jepang yang mirip dengan cerita rakyat di Indonesia, namun dengan sedikit perbedaan  pada nilai yang ditanamkan. Misalnya tentang pertandingan lari antara kancil dan siput yang sering kita ceritakan dimenangkan oleh siput dengan cara “mengakali” si kancil, di mana dia mengerahkan seluruh teman-temannya untuk ikut bertanding sehingga kancil kalah karena pertandingan yang tidak jujur. 

Versi Jepang ternyata juga ada, namun dengan cerita yang berbeda, diceritakan bahwa siput menang karena kancil terlalu meremehkan siput dengan cara menghina sambil menunggu di dekat garis finish, tujuannya saat siput datang mendekat kancil tinggal melompat dan menang. Tetapi pada akhirnya nasib berkata lain, kancil kalah karena dia tertidur pada saat menunggu siput, dan akibat kelalaian serta kesombongan tersebut kancil menanggung malu karena dikalahkan siput…

Cerita lain adalah tentang kebolehan mengingkari janji. Banyak sekali cerita yang seolah membenarkan ketidakamanahan kita yang seolah diajarkan orang tua melalui dongeng dan sastra lisan yang beredar di Indonesia.  Cerita ibu Timun Mas yang tidak menepati janjinya kepada raksasa yang menitipkan bayi tersebut, cerita tangkuban perahu yang terjadi karena kemarahan Sangkuriang yang mirip dengan kemarahan Bandung Bondowoso kepada Rorojonggrang karena dikhianati oleh janji seorang wanita. 

 Apalagi cerita Malin Kundang, saat kecil para orang tua sering dengan bangga membanggakan cerita itu dengan maksud mungkin untuk menakuti-nakuti anaknya agar tidak durhaka. Namun, bukankah kasih seorang ibu adalah sepanjang jalan dan bukan sepanjang galah?! Saya mungkin salah satu orang yang  tidak mau membacakan cerita Malin Kundang kepada anak-anakku. Bagaimana jika nanti mereka bertanya, “Ayah, apakah jika aku nakal ayah akan mengutukku menjadi batu seperti ibu Malin?! Meski jawaban saya jelas, “Tidak akan, Nak, karena ayah sangat menyayangimu”. Namun dengan membacakan cerita itu kepada anak-anak bukankah akan menanamkan memori kepada mereka bahwa ternyata ada ibu yang sangat kejam.

Atau mungkin memang budaya curang, culas dan menghalalkan segala cara adalah budaya kita? Kearifan nasional kita? Sepertinya tidak! Mungkin hanya masalah penekanan nilai yang berbeda. Cerita rakyat di Indonesia mungkin lebih mengutamakan alur sastra yang heroik, manis,  kepahlawanan, kemenangan sedangkan sebagian besar cerita rakyat Jepang lebih banyak memberikan pelajaran nilai betapa pentingnya arti kejujuran, kesetiaan, dan kerja keras dan kemenangan tanpa mengalahkan. 

Mari membandingkan cerita novel Mushashi atau cerita Samurai X (Himura Kenshin) yang pada akhirnya Sang Pendekar tak lagi mau menggunakan pedangnya untuk membunuh lawan. Dan dalam era sekarang, mungkin penanaman nilai tersebut masih bisa dilihat dari bagaimana tingkah polah para politisi Indonesia dan misalnya politis Jepang. Di Indonesia para koruptor pun tak pernah punya rasa malu, ingin menang pilkada dengan menghalalkan segala cara, dan ingkar janji sudah biasa. Di Jepang, suami yang anggota dewan ketahuan selingkuh langsung mengundurkan  diri, apalagi korupsi. Mungkin itu hasil mendengarkan dongeng saat SD, bahwa bohong tidak apa-apa. 

Jadi, masih tertarik membacakan dongeng rakyat yang banyak kita dengar dari orang tua kita dulu dan sekarang banyak menjadi buku? Hmm...saya akan pilah-pilah dengan hati hati, atau menurut saya lebih baik membaca cerita rakyat Jepang yang sudah di terjemahkan anak saya dan ditulis di blog pribadinya ini

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun