Kebiasaan membaca buku bagi orang Jepang mungkin memang sedikit berubah setelah era gadget melanda seluruh dunia. Tetapi harus diakui, budaya membaca masih kental sekali terlihat pada sebagian orang Jepang sampai saat ini. Kebiasaan membaca buku orang Jepang melingkupi semua kalangan, miskin ataupun kaya. Pertanyaannya kemudian dari mana mereka memperoleh buku atau bahan bacaan tersebut?
Harga buku di Jepang juga sangat mahal. Hampir tak ada buku baru yang harganya kurang dari 1000 yen saat ini, termasuk buku anak-anak. Bagi orang kaya mungkin hal tersebut bukan masalah. Bagi yang orang tidak terlalu kaya ada book off atau toko buku bekas yang menjadi solusi. Buku-buku yang dijual di tempat itu jauh lebih murah dari harga buku baru, meskipun seringkali juga kita peroleh buku baru dengan harga setengah dari harga aslinya. Jika mau buku yang lebih murah lagi ada buku yang diobral dengan harga 100 yen dalam jumlah yang sangat banyak. Mulai dari segala macam komik, novel, dan hampir semua jenis buku ada yang diobral murah. Jangan khawatir kondisi buku murah tersebut jelek, karena kebiasaan orang Jepang tak pernah sembarangan merawat buku. Lipatan maupun coretan hampir tak pernah kita temui di buku bekas yang terbit 10 tahun yang lalu sekalipun.
Lalu bagaimana bagi yang tidak punya anggaran untuk membeli buku yang murah? Ada perpustakaan daerah yang tersedia hampir di setiap kota kecamatan. Kami sangat menyesal sekali baru tahu keberadaan perpustakaan tersebut beberapa minggu terakhir ini. Itu pun setelah Embun, anak perempuan kami mengeluh buku di perpustakaan sekolahnya terbatas. Buku pesanannya yang berjudul “Frozen” baru dia peroleh setelah lebih dari setengah tahun mengantri. Ditambah lagi jatah dia meminjam buku di sekolah hanya boleh 2 buah buku setiap hari Jumat karena total yang dia baca belum sampai 200 buku. Aturan di sekolah anak kami, bagi siswa yang sudah membaca lebih dari 200 buku maka keanggotaan perpustakaan akan naik menjadi gold dan berhak meminjam buku lebih banyak dari yang lain pada akhir pekan. Dan akhirnya kami datang ke perpustakaan daerah di Utsunomiya untuk mendaftar dan meminjam buku untuk anak kami. Di sana kami cuma bisa kagum dan membatin, wajar kalau budaya baca orang Jepang tinggi sekali.
Untuk menjadi anggota perpustakaan siapapun boleh, yang penting tinggal di Utsunomiya atau sekolah atau kerja di Utsunomiya. Bahkan untuk orang yang hanya tinggal sementara diperbolehkan menjadi anggota. Gratis. Di Utsunomiya-shi, sebuah kota kabupaten di Tochigi ternyata ada 5 perpustakaan daerah yang letaknya di beberapa kecamatan yang berbeda. Kelima perpustakaan tersebut terintegrasi online, jadi anggota hanya perlu mendaftar di satu tempat untuk bisa pinjam di kelima tempat tersebut. Cara mengembalikan buku juga bebas, bisa di kelima perpustakaan tersebut atau bahkan di City office Utsunomiya dengan cara cukup ditaruh dikotak yang disediakan ditempat itu. Bahkan jika perpustakaan sudah tutup. Nanti petugas akan mendata berdasarkan barcode yang ada di buku. Praktis, dan tanpa denda jika ternyata tidak mengembalikan tepat waktu, hanya tidak boleh meminjam lagi sebelum mengembalikan buku yang di pinjam.
Perpustakaan juga tetap buku pada hari Sabtu dan Minggu, tutup cuma hari Senin dan beberapa hari lain yang sudah dijadwalkan di kalender yang disediakan dan boleh dibawa pulang. Mungkin kebijakan itu diambil karena menyadari hari Sabtu dan Minggu adalah waktu bebas orang Jepang karena libur sekolah dan kerja. Dan memang benar, pada hari Sabtu dan Minggu ratusan orang sudah siap menunggu pintu perpustakaan di buka pada jam 09.30 pagi dengan menyiapkan tas besar masing-masing. Segala usia ada di perpustakaan saat itu, mulai dari anak TK sampai orang tua yang sudah lanjut usia (Maaf tak ada foto, karena secara etika memfoto orang tanpa ijin dilarang di sini).
Aturan yang luar biasa adalah bahwa setiap orang boleh meminjam buku sebanyak 15 buku, 5 CD/kaset dan 5 video atau DVD dalam satu waktu untuk jangka waktu 2 minggu. Jadi wajar jika masing-masing orang membawa tas besar untuk membawa buku yang mereka pinjam. Bahkan ketika kami ke sana suatu waktu, kami lihat sebuah keluarga yang terdiri dari bapak, ibu dan 2 anaknya membawa 2 keranjang besar penuh buku, kami perkirakan jumlahnya lebih dari 50 buah. Karena jika dihitung masing-masing diperbolehkan meminjam 15 buku, maka total 60 buah buku bisa dipinjam oleh kerluarga tersebut. Semua orang boleh menjadi anggota termasuk anak usia play group dengan hak yang sama. Jika dua minggu bisa meminjam 15 buku maka jatah membaca satu hari satu buku bisa dilakukan tanpa harus keluar biaya banyak dan perlu waktu lama untuk bolak balik ke perpustakaan.
Meskipun di perpustakaan tersebut tersedia ruang baca, tetapi sebagian besar pengunjung lebih banyak yang hanya datang untuk meminjam dan mengembalikan buku saja. Tak lebih dari satu jam di tempat itu. Bagi mereka waktu memang berharga, termasuk membaca buku bisa dilakukan di setiap tempat. Kecuali memang beberapa orang yang datang bersama anak-anak kecil atau kawan-kawannya yang memang dengan sengaja bersantai di perpustakaan. Fasilitas café dan tempat bermain juga tersedia selain koleksi ribuan buku baru dan lama, komik, dan film-film anime terbaru.
Katalog online disediakan melalui beberapa unit PC yang ada di perpustakaan. Jika judul buku yang dicari tidak ada kita bisa memesan kepada petugas perpustakaan dan nanti akan dihubungi jika sudah tersedia. Mereka akan mengambilkan buku tersebut dari perpustakan lain di jaringan mereka.
Tertanya berbahagia itu murah dan mudah. Hanya dengan setiap akhir pekan menyediakan waktu satu jam ke perpustakaan untuk mengantar anak meminjam buku. Dan hasilnya, sering tersenyum senang ketika melihat anak kami pergi ke toilet pun sambil membawa buku yang dia pinjam. Jadi memang wajar budaya baca orang Jepang tinggi, karena negara mereka memfasilitasi.
Salam dari Utsunomiya….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H