Setelah berjalan ke pintu keluar cara berikutnya adalah menunggu bagasi di tempat yang telah ditentukan. Tidak berapa lama conveyor bagasi mulai bergerak yang berarti sebentar lagi koper datang. Lha, tapi setelah semua koper penumpang satu per satu datang koper saya kok tidak terlihat sama sekali. Saya tunggu beberapa saat sampai conveyor berhenti tetap tidak ada. Saya tanya petugas di situ malah disuruh cari di sekitar conveyor siapa tahu ada yang salah ambil.
Beberapa kali mengelilingi conveyot bagasi saya tetap tidak ada. Akhirnya saya lapor ke staf bagian klaim bagasi hilang. Di tempat itu cuma diminta boarding dan tiket serta bukti bagasi selain minta nama alamat dan nomor telpon di Amerika. Lha saya kan juga nggak tahu alamat saya akan tinggal selama 7 hari ini. Akhirnya alamat tempat conference saya kasihkan, termasuk nomor telepon yang ada di brosur, karena nomor telepon saya nomor Jepang dan Indonesia, bisa bangkrut karena roaming kalau ditelepon. Setelah itu petugasnya menyerahkan data kehilangan itu ke saya sambil ngomong, “Nanti bagasi akan dikirim ke tempat tujuan langsung.”
Lho kok? Lha saya terus bagaimana? Meskipun bingung tapi tidak bisa melakukan apa pun, cuma berdoa, meskipun agak putus asa tentang kehidupan saya malam itu. Semua baju ganti ada di koper itu. Setelah total lebih dari 14 jam perjalanan yang melelahkan haruskah tidak ganti baju? Mau beli juga nggak mungkin, lha arah utara – selatan saja nggak tahu apalagi toko baju.
Akhirnya dengan langkah gontai terpaksa meninggalkan bandara karena sudah jam sembilan malam lebih. Logan International Airport bukanlah bandara yang menyenangkan untuk bermalam, karena semakin malam semakin sepi dan akan sulit meninggalkan bandara karena layanan bus suttle Silver Line sudah tidak ada. Mau tidak mau ikut Silver Line ke South Stasiun juga untuk kemudian ke hotel demi bisa meluruskan kaki dan tidur. Sampai di South Stasiun di tengah kota ternyata sudah malam, sudah gelap. Di mana arah hotel? Dengan berpedoman peta kota yang sempat saya print saya mencoba mulai pencarian, dan ternyata juga tidak mudah.
Kesalahan saya adalah tidak membawa kompas sehingga tak tahu utara selatan, selain itu penunjuk jalan yang ada di tiap perempatan juga cukup membingungkan karena berbeda dengan yang ada di Indonesia maupun Jepang. GPS juga nggak ada karena tidak ada koneksi internet di handphone. Sempat bertanya kepada beberapa orang satpam yang saya jumpai di jalan, tetapi jawabannya tidak tahu juga. Walah… hotel kecil memang susah dicari, apalagi tak banyak papan nama hotel seperti di Indonesia, mungkin dalam rangka menghindari pajak reklame. Sambil berusaha santai menyusur jalanan kota Boston yang sangat ramai malam itu karena kebetulan ada antrian panjang penonton konser Diana Ross membuat saya agak cukup bisa menikmati suasana yang seperti di film-film.
Akhirnya sekitar jam sebelas malam ketemu juga hotelnya (dua jam untuk mencari hotel yang ternyata sangat dekat memang sesuatu sekali). Lelah dan lapar mulai terasa menyerang. Setelah mandi meski tanpa ganti baju akhirnya bisa meluruskan kaki. Dan mulailah kepikiran koper yang hilang lagi. Bagaimana jika koper tersebut tidak ditemukan padahal tujuh hari ke depan acaranya resmi. Seminggu tidak ganti baju pasti akan membuat saya minder apalagi kalau pesertanya banyak yang cantik. Akhirnya pasrah lagi, Tuhan tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hambanya. Kalau harus tidak ganti baju selama seminggu benar-benar terjadi, pasti Tuhan tahu kalau saya mampu untuk itu hehe…
Akhirnya setelah istirahat sebentar saya mencoba bertanya dengan teman yang kebetulan kuliah di Amerika, siapa tahu paham dengan situasi perbagasian di Amerika. Ternyata teman saya cukup baik, bahkan kemudian menanyakan kepada teman-teman dia yang lain. Dan jawabannya agak menenangkan. Berdasarkan informasi, biasanya bagasi akan ketemu maksimal sehari. Kalau nanti ketemu malah biasanya dapat uang ganti rugi, apalagi tidak ketemu hehe…. Dan pikiran menjadi tenang, sambil membayangkan akan dapat uang ganti rugi kalau bagasi ketemu atau malah menyiapkan rekayasa isi koper kalau nanti benar-benar hilang agar uang ganti ruginya lebih besar…
Malam itu saya berpikir, ternyata berharga bukan hanya tentang nilai nominal, tetapi lebih karena kebutuhan. Koper saya sangat berharga bagi saya bukan karena nilanya isinya tinggi dan mahal jika diuangkan, tetapi lebih karena saya membutuhkan isinya. Lha wong isinya sebenarnya cuma baju dan celana kumal plus sandal jepit. Jadi sepertinya memang tidak mungkin hilang dicuri, karena di dalamnya tidak ada barang yang membuat orang Amerika tertarik, kecuali 2 lensa Canon yang biasa saja.
Pagi hari bangun tidur (sebenarnya tidak bisa tidur nyenyak karena jet lag) dengan penuh semangat saya langsung membuka internet dan mengecek penelusuran bagasi yang hilang. Ternyata diberi tahu bahwa koper saya sudah ditemukan (pihak bandara memberi link tersebut saat saat komplain kehilangan) sambil menanyakan apakah akan dikirimkan langsung atau di-hold dulu dan nanti diambil sendiri di bandara. Saya belum yakin memilihnya karena saya perlu konfirmasi alamat pengiriman ke panitia. Rencana saya setelah tiba di Andover baru kemudian membalas imel tersebut. Saya lalu berangkat ke tempat penjemputan dengan hati yang sudah semangat lagi karena sudah jelas posisi koper. Perjalan sekitar 2 jam saya lalui dengan menjadi pengamat jalanan New England.
Begitu tiba di lokasi conference di Andover bersama rombongan baru dari Boston, kami langsung lapor diri untuk mengambil kunci kamar dormitory. Begitu saya registrasi dengan menyebut nama Sunardi, panitia langsung bilang, “ O… Sunardi, koper Anda yang tertinggal di Airport sudah sampai tadi pagi. Ada di ruangan sebelah, silahkan diambil….” Kemudian saya melihat tempat yang ditunjuk tersebut dan benar saja, koper tercinta sudah di situ sambil seolah menunggu empunya.
Dan Alhamdulillah saya akhirnya bisa ganti baju lagi. Sambil mandi memikirkan apa yang terjadi. Lha untung hilangnya koper di Amerika, negara yang memang di mana penjual jasa mungkin sangat memperhatikan kepuasan pelanggan atau suatu negara yang hak-hak konsumen sangat dijaga. Lha di Indonesia, bagasi tidak hilang saja isinya bisa berkurang karena diambil tikus-tikus bandara. Boro-boro segera diantar ke tempat tujuan, dikomplain berulang kali saja tetap tak ada perbaikan kecuali dituntut di pengadilan. Tersenyum sendiri, karena hikmah hilangnya koper sedikit banyak menguntungkan saya, minimal tidak tersesat di Boston dengan menyeret koper berat tersebut. Tuhan memang tidak memberikan cobaan melebihi kemampuan hambanya, Tuhan tahu, kalau koper saya tidak dihilangkan sementara waktu mungkin saya bisa pingsan kecapekan saat hilang di Boston malam itu. Alhamdulillah…