Salah satu pintu South Station, Boston, MA
Bayangkan, betapa paniknya kita ketika saat pergi pertama kali ke suatu negara yang jauh sendirian mengalami kehilangan bagasi. Apalagi di dalam bagasi yang hilang itu tersimpan semua akomodasi selama bepergian. Saya mengalami hal tersebut minggu kemarin saat pergi ke Boston, USA, tempat yang asing bagi saya yang ndeso dan dengan bahasa Inggris pun terbata-bata. Maka lengkaplah penderitaan saya dengan status sebagai orang hilang. Lost in Boston…!
Berangkat dari Narita Airport, Jepang masih dengan semangat menggebu karena untuk pertama kalinya akan jalan-jalan ke Amerika. Untuk pertama kali itu pula saya pergi dengan tanpa ada orang yang dikenal di negara tujuan tersebut. Hanya berbekal passport, visa, dan beberapa brosur dan perlengkapan conference yang masih jauh dari tempat itu. Panitia conference hanya memberi tahu bahwa kami akan dijemput dengan bus pukul sebelas pagi di sebuah hotel di sekitar bandara. Karena mencari penerbangan Jepang-Boston yang alokasi waktu sampainya pagi tidak ada, akhirnya saya memilih penerbangan yang jadwal sampainya sore pada hari sebelumnya. Jadi perlu menginap semalam di Boston, Massachusetts, lumayan juga untuk jalan-jalan mengenal sedikit Boston sebelum acara di Andover, New Hampshire, sekitar 100 km dari tempat itu, pikir saya.
Setelah lebih dari 12 jam terbang dari Narita, pesawat transit di Dulles-Washington, baru kemudian akan dilanjutkan ke Logan Airport, Boston. Entah karena libur musim panas baru saja dimulai atau sebab lain, ternyata hari itu bandara Washington sangat ramai, bahkan kalau boleh dibilang penuh sesak. Perasaan nggak enak mulai muncul, karena bandara tersebut relatif sangat besar, apalagi terminal kedatangan saat transit dan penerbangan lanjutan sangat jauh jaraknya (sempat mempelajari dari brosur di pesawat).
Begitu turun dari pesawat, seperti biasanya proses pengecekan imigrasi dan custom declaration. Walah… antrian proses pengecekan imigrasi tersebut terlihat sangat panjang dan lama meskipun belasan loket tersedia. Belum lagi para petugas yang berkulit hitam dan terlihat keras sesekali berteriak untuk mengatur antrian. Alhasil, setelah lebih dari setengah jam mengantri, selesai juga proses itu.Â
Sesuai dengan pesan petugas bandara Narita, meskipun bagasi akan langsung sampai di tujuan akhir, tetapi setelah pengecekan imigrasi di Washington harus mengambil dulu di bagian baggage claim untuk kemudian masuk ke conveyor bagasi sebelum tempat pemeriksaan keamanan bandara. Sempat salah juga karena membawa terus koper sampai akhirnya ditegur petugas bandara disuruh menginggalkan koper di tempat itu bersama dengan ratusan koper lain ke berbagai tujuan penerbangan lanjutan. Tapi bagaimana lagi, akhirnya koper tersebut saya tinggal dan berharap akan baik-baik saja.Â
Dari jadwal yang tertulis di tiket, total waktu transit di Washington tidak sampai 2 jam. Kepanikan bertambah ketika setelah itu melihat proses pemeriksaan keamanan bandara juga terjadi antrian sangat panjang dan sedikit tidak teratur. Jauh lebih panjang dari antrian sebelumnya di bagian imigrasi dan jauh lebih lama karena proses pemeriksaannya ternyata sangat detail dan njlimet. Semua barang harus masuk ke kotak plastik sampai tidak boleh tersisa apa pun di badan termasuk uang koin, ikat pinggang dan sepatu. Semua dilepas sehingga hanya tersisa baju dan celana (hmm… begitu takutnya Amerika dengan terorisme). Proses pemeriksaan keamanan selesai dalam waktu lebih dari setengah jam. Sambil jalan, sempat mikir tentang koper, apakah ada tempat pengambilan bagasi atau ada proses lain yang harus dilalui. Apakah tadi saya tidak salah meninggalkan bagasi begitu saja?Â
Tetapi karena waktu transit yang tertera di tiket ternyata tinggal 10 menit sebelum keberangkatan pesawat ke Boston, maka pikiran tentang koper saya hilangkan sambil mencari papan pengumuman tentang keberadaan gate pesawat selanjutanya. Ya ampun, ternyata posisi gate ada di ujung terminal B, yaitu B29, padahal posisi saya di terminal B1 alias dari ujung ke ujung. Waktu tinggal kurang dari 10 menit. Rencana ingin membuat catatan sejarah dengan merasakan kencing di semua toilet bandara di seluruh dunia terpaksa saya skip untuk Dulles-Washington demi tidak ketinggalan pesawat. Dan dengan terengah-engah kehabisan napas, sampailah di gate B29 yang ternyata telah tutup alias waktu boarding sudah habis.
Bengong sebentar, mengamati dan kemudian memutuskan ikut bergabung dengan satu keluarga penumpang yang juga terlambat boarding. Sepertinya mereka sempat eyel-eyelan dengan petugas boarding untuk masuk sampai akhirnya petugas tersebut menelepon dan berkonsultasi dengan petugas lain tentang hal itu. Akhirnya mereka diijinkan masuk juga karena alasannya memang logis, very long line in the previous step dan bukan kesalahan penumpang semata. Tanpa berkata apa pun saya ikut menyerahkan boarding pass dan akhirnya bisa ikut pesawat juga. Alhamdulillah akhirnya bisa pipis juga…
Sempat mikir kalau seandainya saat itu terlambat terbang, kerepotan yang lain pasti akan menyusul karena untuk mencapai tempat conference di Andover tanpa bus jemputan akan sangat sulit bagi saya. Saya coba searching di Google tak ada transport seperti bus atau kereta untuk arah Andover, kalau taksi atau mobil carteran bisa membuat bangkrut kantung mahasiswa seperti saya karena sangat mahal.Â
Mendarat di Logan International Airport, Boston, Massachusetts, sekitar jam tujuh malam. Lumayan masih terang sehingga tak akan kesulitan mencari hotel yang sudah di-booking online, jaraknya hanya sekitar 1 km dari South Station, Boston. Apa itu South Stasiun saya juga tidak tahu. Informasi dari mbah Google, dari Logan airport naik T Line yang Silver dan turun di stasiun tersebut. Apa itu Silver Line saya juga baru tahu setelah di bandara, saat menunggu bagasi. Ternyata Silver lain adalah bus suttle gratis dari bandara ke luar bandara. So, semua akan beres pikir saya.Â