Minat sekolah orang Indonesia di luar negeri baik S-, S2 maupun S3 semakin hari semakin meningkat, dan Jepang menjadi salah satu negara tujuan favorit.  Untuk masalah biaya, sekarang bukan lagi masalah karena ribuan beasiswa tersedia untuk memfasilitasi kita kuliah di luar negeri. Siapapun kita, asal punya niat dan mau berusaha maka kuliah di luar negeri bukan hal yang susah.
Tulisan ini khusus membahas kuliah di Jepang, untuk negara lain saya tidak berani membandingkan karena takut salah. Beasiswa sekolah terutama S2 dan S3 di Jepang sangat banyak, tinggal memilih salah satu yang kita cocok. Untuk yang kemampuannya di atas rata-rata mungkin beasiswa Hitachi dan Inpex Foundation bisa menjadi pilihan pertama selain Presidential Scholarship dari pemerintah Indonesia yang mampu menembus perguruan terbaik di dunia.  Kenapa beasiswa tersebut menjadi pilihan utama, karena fasilitas yang diterima penerimanya melebihi beasiswa biasa. Hitachi Scholarship misalnya, setelah lulus kita bisa memperoleh dana international conference ke seluruh dunia hampir seumur hidup? Bayangkan keliling dunia gratis kapan pun juga?? Untuk Presidential Scholarship yang baru diluncurkan oleh SBY beberapa tahun yang lalu pun memberikan living cost atau nominal beasiswa yang jauh lebih besar dari yang lain, jadi tidak harus hidup prihatin dalam perantauan… Akan tetapi persaingannya tiap tahun sangat ketat, setiap tahun beasiswa hanya diberikan ke beberapa orang saja dalam hitungan satuan alias sangat sedikit. Jadi yang ngebet kuliah di Jepang harus kerja dan usaha extra keras.
Saya ingin  face to face membandingkan beasiswa negeri atau yang berasal dari pemerintah Jepang dan Indonesia saja, membandingkan apple to apple jauh lebih obyektif dibanding membandingkan apple dengan yang lain. Jadi lingkup tulisan ini khusus membandingkan beasiswa DIKTI/LPDP yang berasal dari pemerintah Indonesia dan Monbukagakusho dari pemerintah Jepang. Kebetulan saat ini saya dan istri sedang sekolah S3 di Jepang, istri menggunakan beasiswa pemerintah Jepang (Monbukagakusho) dan saya menggunakan beasiswa DIKTI, jadi sedikit banyak saya merasakan perbedaan keduanya.
Pertama persamaannya.  Untuk memperoleh beasiwa DIKTI/LPDP dan Monbukagakusho peluangnya cukup besar, tiap tahun ratusan beasiswa S2 dan S3 ditawarkan oleh pemerintah Indonesia dan Jepang. Syarat untuk Monbukagakusho terutama yang jalur U to U adalah memperoleh professor/pembimbing di laboratorium yang akan kita masuki. Setelah apply dengan melengkapi berkas maka tinggal berdoa karena seleksi hanya berdasarkan berkas yang kita kirim yang kemudian di rangking dan ditentukan kandidat yang lolos. Peran professor juga sangat penting untuk lolos atau tidaknya aplikasi kita. Sebenarnya kalau kita punya banyak jaringan, memperoleh professor tidak terlalu sulit karena katanya para professor di sini mulai kesusahan memperoleh mahasiswa lokal untuk kuliah jenjang S2 dan S3. Satu-satunya cara untuk tetap mempertahankan jumlah publikasi mereka harus berusaha memperoleh mahasiswa dari luar, yang biasanya juga lebih bisa ditekan agar lebih produktif riset dan menulis. Jadi sebenarnya pihak Jepang pun sangat memerlukan mahasiswa asing.  Untuk beasiswa DIKTI dan LPDP pun sama, syaratnya tidak terlalu tinggi dan persaingannya tidak terlalu ketat. Point terpenting adalah memperoleh Unconditional Letter of Acceptance (LoA) yang menyatakan kita diterima di Universitas tertentu dan bahasa Inggris dengan skor TOEFL biasa, yaitu di atas 500. Jika kedua syarat tersebut dipenuhi (syarat lain biasanya proposal riset) maka sudah 70% kans kuliah di Jepang terpenuhi.   Jadi tunggu apalagi??
O iya, untuk memperoleh LoA memang susah-susah mudah di Jepang seperti halnya memperoleh professor di Jepang. Orang Jepang tidak mudah percaya dengan calon mahasiswanya, kecuali ada kenalan yang merekomendasikan atau minimal kita pernah bertemu secara langsung. Jadi memanfaatkan pembimbing saat S1 atau S2 untuk memberikan rekomendasi adalah cara cukup efektif. Atau cara lain adalah mencari laboratorium di mana ada orang Indonesia yang sedang sekolah di sana untuk menginformasikan dan merekomendasikan ke professor di Jepang. Tenang saja, secara umum jika sebuah lab kemasukan orang Indonesia lab tersebut akan ketagihan untuk terus menerima mahasiswa Indonesia karena katanya orang Indonesia terkenal rajin, patuh dan tidak macam-macam…
Untuk LoA mungkin agak beda, beberapa Universitas di Jepang mewajibkan calon mahasiswanya untuk ikut ujian masuk terlebih dahulu sebelum menerbitkan Unconditional LoA, itu yang kadang menjadi masalah cukup besar karena kita harus datang ke Jepang terlebih dahulu beberapa hari untuk ikut tes masuk tersebut. Jadi perlu modal agak besar, minimal tiket Indonesia-Jepang pp dan akomodasi selama beberapa hari karena kita dianggap calon mahasiswa dengan biaya sendiri. Jalan lain adalah dengan mencari universitas yang mau memberikan LoA tanpa tes atau melalui tes masuk berdasar berkas-berkas yang kita kirim. Beberapa universitas di Jepang yang sudah mengetahui keberadaan beasiswa pemerintah Indonesia malah melakukan ujian masuk dengan wawancara online melalui Skype, jadi tak perlu pergi ke Jepang untuk mengikuti tes masuk, misalnya Kanazawa University dan Ehime University. Di dua universitas tersebutlah mungkin para diktier paling banyak berkumpul di Jepang.
Kedua, sedikit perbedaannya. Untuk beasiswa Monbukagakusho, nominal yang kita terima adalah sekitar 143.000 yen untuk S2 dan 145.000 yen untuk S3 per bulan. Semakin lama semakin berkurang, padahal dulu katanya 180.000 yen, tetapi karena krisis ekonomi di Jepang menyebabkan nominal beasiswa tersebut dikurangi dengan tujuan menghemat dan juga menambah jumlah orang asing yang bisa kuliah di Jepang. Tiket pulang pergi ditanggung namun tidak ada settlement allowance untuk awal kedatangan, padahal biaya itu sangat kita perlukan untuk memulai hidup di negeri orang, untuk membayar apato yang diawal biasanya harus membayar 3 kali harga sewa terlebih dahulu, membeli peralatan dapur, sepeda dll. Asuransi yang wajib kita bayarkan tiap bulan juga harus kita ambilkan dari jatah beasiswa tersebut yang besarnya sekitar 3.000 yen per bulan. Kalau ditanya apakah beasiswa sebesar itu cukup untuk hidup di negara yang mahal tersebut? Jawabannya relatif, kalau mahasiswa Indonesia rata-rata cukup karena mereka kebanyakan bisa berhemat banyak dari biaya makan alias masak sendiri dan membawa bekal/obento saat di kampus. Bahkan untuk yang mau membawa keluarga, dengan cara super prihatin masih sangat dimungkinkan…Untuk waktu kuliah juga ketat, S2 plus research student adalah 2,5 tahun dan S3 adalah 3 tahun. Lebih dari itu bisa membuat masalah tersendiri karena beasiswa habis setelah tahun ketiga. Ada alternatif mencari beasiswa lain saat beasiswa habis, tetapi biasanya nominalnya jauh lebih kecil lagi, kebanyakan kurang dari 100.000 yen per bulan atau yang lebih mudah diperoleh adalah meminta keringanan SPP…jadi memang harus kerja keras untuk lulus ontime.
Bagaimana dengan beasiswa pemerintah Indonesia? Untuk DIKTI, nominal yang kita peroleh adalah sekitar 160.000 yen per bulan untuk daerah Tokyo dan 150.000 yen per bulan untuk daerah di luar Tokyo tanpa membedakan S2 atau S3. Tidak jauh berbeda memang, hanya saja ada beberapa tambahan yang cukup lumayan yaitu uang asuransi sekitar 75.000 yen per tahun, uang buku 60.000 yen per tahun, uang untuk konferensi nasional di Jepang sekali, uang bantuan thesis/disertasi sekali dan settlement allowance sekali saat awal kedatangan sebesar sekali beasiswa, lumayan cukup untuk membeli kompor, panci dll.  Selain itu kalau ternyata harus molor kuliah lebih dari 3 tahun maka ada peluang untuk diperpanjang hingga 2 semester lho! Lebih wah-nya lagi, mulai tahun 2014 kemarin ada alokasi tunjangan keluarga bagi yang mau membawa keluarganya ke Jepang…jadi ada peluang tidak harus super prihatin dan hemat malah mungkin bisa lebih sering travelling karena cukup ada tambahan dana utnuk itu hehe... Besaran yang saya tulis di atas adalah untuk beasiswa DIKTI baik itu BPPLN maupun Unggulan, untuk beasiswa LPDP lebih luar biasa lagi, katanya nominalnya jauh lebih besar pada semua komponen yang ada di beasiswa DIKTI, jadi ditanggung jauh lebih membuat nyaman, aman dan senang…(untuk detail nominal saya belum tahu pasti).
Mungkin satu-satunya kelemahan dari beasiswa DIKTI adalah tingkat keteraturan pencairan yang tidak teratur. Sering terlambat sehingga beberapa waktu yang lalu sempat membuat geger media massa dan juga kompasiana. Keterlambatan yang membuat sebagian besar DIKTIER cemas dan bingung karena kehabisan akomodasi di negeri orang, meskipun untuk DIKTIER di Jepang permasalahan utama hanya di habisnya uang untuk hidup sehari-hari karena untuk Tuition fee alias SPP beberapa universitas cukup baik hati alias memberi tenggang waktu keterlambatan yang membuat lebih tenang. Berbeda dengan Australia dan Hongkong misalnya, yang mengancam mahasiswa yang terlambat membayar SPP untuk dipulangkan…(karena itulah maka lingkup tulisan saya khusus untuk Jepang).
Tetapi saya pribadi sangat yakin, belajar dari pengalaman heboh di media massa beberapa waktu yang lalu pemerintah Indonesia khususnya DIKTI &Ristek akan semakin professional mengelola beasiswa tersebut.   Di tambah lagi ada saingan sekaligus partnet pembanding yaitu LPDP dan juga kabarnya dari Kemenag yang akan ikut menyekolahkan stafnya untuk program 1.000 doktornya.  Atau jika kita bisa sedikit mengatur keuangan, khusus untuk Jepang maka peristiwa kelaparan di negeri orang InshaAlloh tidak akan terjadi. O iya, beasiswa DIKTI biasanya cair 6 bulan sekali dan bukan per bulan, jadi saat baru menerima beasiswa maka kita akan merasa sangat kaya hehe…
Jadi kesimpulannya, kalau ingin kuliah gratis di Jepang ada sangat banyak jalan. Kita bebas memilih yang mana sesuai dengan minat dan kemampuan. Untuk hal-hal lain tentang bagaimana kuliah di Jepang ada banyak blog, website atau buku yang telah detail mengulasnya. Kalau ada banyak cara untuk travelling eh sekolah di negeri sakura, kenapa kita tidak mencobanya?? Banyak hal yang bisa kita nikmati, rasakan dan lihat di negeri para samurai lho… Mari…!!
Salam dari Utsunomiya…
Info lebih lengkap:
http://www.studyjapan.go.jp/en/toj/toj0302e.html
http://beasiswa.dikti.go.id/bppln/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H