Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Maafkanlah Karena…

23 Desember 2009   01:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:48 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sunan Gunung Djati-Kesibukan selalu punya jadwal yang merampok jadwal buat karib kerabat. Padahal hati selalu mengingatkan.

Walaupun suaranya lamat terdengar, “Hai Bq, kau ada karena kau pernah bersama banyak teman!” Tapi kesibukan memiliki kecepatan tak terhingga, sampai-sampai obyek di pinggiran tak terlihat jelas rupanya. Kalau ingat itu, saya merasa sepi juga; kenapa kesibukan mengarahkan pada lupa

Maafkanlah karena…. Dendam seringkali mengambil alih kendali. Ia supir yang sering mampir secara kurang ajar, membelokkan arah dengan gas yang tak terkendali sembari menendang rem entah di mana. Padahal cinta tumbuh dalam pandangan pertaama pada pacar pertama. Ini kata fenomenologi Ponty, “Apakah kita bisa melihat sesuau itu karena ada yang dilihat atau karena bisa melihat?” JAwabannya karena kedua-duanya. begitu ada yang dilihat dan mata kita normal terjadilah peristiwa besar: saya yakin saya punya penglihatan. Cinta pertama pun demikian, awalnya kita kanak-kanak ingusan. Lalu pandangan pertama membuat mata ini tak sekdar utk mengintip, tapi menemukan mata cinta di hadapan mata cinta. PAda saat itulah ada cinta yang tumbuh dalam diri, yang kemudian menjadi sumber cinta bagi gadis lain atau apapun lainnya. Jadi, tanpa obyek cinta yang awal, kita sama sekali tak punya cinta. Heu… tapi dendam menutup ingatan, menyudutkan kita pada kelupaan. BEgitu logika cinta, begitupun logika lainnya: sadar bahwa diri pintar, bisa bicaa, bisa Membaca, menulis dan seterusnya semuanya tergantung pada obyek fenomenologis pertama. TApi dendam…. heu…. Maafkan karena… Ada ruang yang masih perih untuk dibiarkan luka. Ia menunggu embun atau sejenis sejuk jernih dari mata yang dulu menumbuhkan segala kesadaran. Berikan itu pada saat kita bertemu: di sana kita akan bersitatap, menggamit lengan, dan meneteskan sejuk jernih dari mata kita. Ah…. ruang itu sudah lama berdebu, karena menjadi laki-laki kadang-kadang tak boleh menangis, menjadi laki-laki lebih sering dipaksa perkasa. TApi kali ini, ruang itu ada untuk kita… datanglah Maafkanlah karena… Ada yang selalu kurang dari jiwa ini. Semua usaha pada akhirnya kerap gagal, mungkin karena aku melupakanmu. Melupakan yang berjasa menumbuhkan cinta, menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan rasa berharga, rasa ada di dunia yang sesak ini. Ada yang kurang itu membuatku tak pernah utuh berhdapan dengan dunia. Maka berikan maaf…keluarkan jarak yang mengikis… Maafkan karena…. Hidup tetap tak bisa diteruskan, tanpa kalian! [BAMBANG Q ANEES, Pengasuh Kolom Filsafat Sunan Gunung Djati yang terbit setiap hari Rabu]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun