Namun mengapa kejadian beberapa tahun yang lalu tersebut sekarang muncul kembali? Ada kecenderungan kelompok ini senantiasa mengubah nama gerakannya untuk menutupi identitasnya. Misalnya dulu dikenal ada kelompok ”Islam Murni”, kemudian menjadi ”Darul Hadits”, dan terakhir bernama ”Islam Jemaah”. Ada dugaan, aliran “Alquran Suci” adalah metamorfosis dari aliran inkarussunnah. Tapi ada juga yang menudingnya digerakkan oleh kelompok NII atau N11 (N sebelas).
Gerakan kelompok ini, sekali pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, bisa diketahui melalui modus operandi-nya. Misalnya, beberapa bulan terakhir di kampus UIN Bandung terdengar kabar ada gerakan yang aktif kembali merekrut mahasiswa setelah beberapa tahun vakum. Penulis mengetahui hal ini ketika beberapa mahasiswa berkonsultasi tentang gerakan keislaman. Mereka kemudian menceritakan pernah diajak masuk kelompok tertentu oleh orang-orang tertentu.
Ketika penulis mencoba mengajak dialog, orang itu menghilang. Kelihatannya orang-orang itu ketakutan bila gerakannya diketahui. Mereka hanya berani mengajak orang-orang yang semangat keagamaannya tinggi namun pemahaman keagamaannya rendah.
Membongkar motif
Ada banyak motif di belakang aliran ”Alquran Suci” atau aliran keagamaan sejenis lainnya. Selain upaya pengumpulan dana untuk misi dan kepentingan kelompoknya, ada juga motif politik, yaitu ingin mewujudkan cita-cita politik seperti yang dilakukan kelompok NII, yaitu mendirikan Negara Islam. Namun motif yang paling mengkhawatirkan adalah upaya menghancurkan citra Islam dari dalam.
Upaya penghancuran citra Islam ini, bila sebelumnya dilakukan melalui penstereotifan Islam dengan kekerasan atau terorisme, sekarang dilakukan dengan penciptaan stigma ketakutan kepada kelompok pengajian. Tatkala masyarakat sedang gandrung dengan pengajian, zikir bersama atau halaqah seperti di kampus-kampus, mereka sengaja menyusup untuk menciptakan stigma ketakutan di masyarakat. Stigma ini kemudian bukan hanya menempel pada kelompok mereka saja, tapi juga merembet kepada kelompok lain yang sebenarnya masih memiliki pemahaman keagamaan yang lurus.
Isu aliran sesat dan menghilangnya sejumlah orang ini bisa jadi dimanfaatkan untuk bentuk kejahatan lainnya. Bila menghilangnya sejumlah gadis di atas karena mereka bergabung dengan kelompoknya, hal itu masih bisa dicari jalan keluarnya yaitu dengan mencari dan menemukannya kembali. Atau mereka keluar dari kelompoknya dan kembali.
Yang menjadi kekhawatiran, kasus ini justru menjadi justifikasi bahwa setiap gadis yang hilang kemudian dianggap kabur dari keluarganya. Padahal bisa jadi mereka telah menjadi korban perdagangan (trafficking) anak remaja dan wanita yang sekarang sedang marak terjadi. Mereka diindoktrinasi untuk ikut kelompok tertentu kemudian diminta menjauh dari keluarganya, padahal sebenarnya mereka akan dibawa kabur keluar daerah atau bahkan keluar negeri untuk kemudian dijadikan sebagai wanita penghibur.
Sekalipun indikasi ke arah tersebut sampai saat ini belum kelihatan, namun tentu kita jangan lengah. Seperti diberitakan sebuah media, di Batam, ada tiga karyawati perusahaan dilaporkan menghilang sejak 7 Oktober 2007. Siapa yang bisa menyangkal bila ternyata ketiganya korban trafficking. Bukankah Batam dikenal sebagai lokasi strategis untuk keluar masuk Singapura dan Malaysia atau negara lainnya? Tidak tertutup kemungkinan pula kalau hal itu bisa terjadi di Jawa Barat.
Oleh karenanya kita tidak cukup hanya merasa resah. Kita harus melakukan upaya preventif dan kuratif. Biarlah upaya membongkar sindikat aliran sesat ini kita serahkan kepada kepolisian dan aparat keamanan. Kita bantu MUI, FUUI atau lembaga lain yang sedang berupaya menganalisis kesesatan aliran ini dengan memberikan informasi tentang kelompok tersebut.
Tak kalah pentingnya, kita harus terus menjaga keluarga dan anak-anak kita agar tidak terjerumus masuk ke dalam kelompok tersebut. Tidak lupa kita pun menyatukan tangan bersama-sama seluruh komponen masyarakat di lingkungan kita sehingga setiap gerakan yang mencurigakan bisa dihadang bersama-sama.