Mohon tunggu...
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung
Sunan Gunung Djati Blogger UIN SGD Bandung Mohon Tunggu... -

Sunan Gunung Djati adalah Harian Online Blogger Sunan Gunung Djati. Semula berawal dari Komunitas Blogger Kampus UIN SGD Bandung yang terbentuk pada tanggal 27 Desember 2007. Sejak 9 Februari 2009 dapat mengudara di Jagat Internet. Staff Redaksi: Pimpinan Umum: Ibn Ghifarie| Pimpinan Redaksi: Sukron Abdilah| Pengelola dan Keamanan Website: Badru Tamam Mifka, Zarin Givarian, Ahmad Mikail| Desain: Nur Azis| Kontributor Tetap: Pepih Nugraha (Senin-Ngeblog), Neng Hannah (Selasa-Gender), Bambang Q Anees (Rabu-Filsafat), Asep Salahudin (Kamis-Kesundaan), Afif Muhammad (Jumat-Teologi), ASM Romli (Sabtu-Media) Tim Susur Facebook: Cecep Hasanuddin, Reza Sukma Nugraha Tim Susur Blog: Amin R Iskandar, Jajang Badruzaman, Dasam Syamsudin, Dudi Rustandi. Seputar Redaksi: redaksi@sunangunungdjati.com Ayo Ngeblog, Ayo Berkarya! Selengkapnya klik www.sunangunungdjati.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membongkar ”Al-Quran Suci”

19 November 2009   21:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:16 1273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sunan Gunung Djati-Tufatul Maulidia (20) atau Lidia alias Ifet adalah mahasiswi Akademi Analis Kesehatan An Naser, Sumber, Cirebon. Gadis Desa Mertapada Kulon Astanajapura Cirebon ini pergi dari rumah sejak 13 Agustus 2007 silam.

Ia diduga bergabung bersama kelompoknya. Terakhir ia masih sempat mengirimkan SMS ucapan selamat Idulfitri kepada keluarganya, namun sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (”PR”, Jumat, 5/10).Achriani Yulvie (19) adalah mahasiswi Politeknik Pajajaran ”Insan Cinta Bangsa” Bandung. Dia tidak pulang sejak 9 September 2007. Setelah dilaporkan kepada polisi, keluarganya malah mendapat ancaman teror berupa telefon gelap mengatasnamakan Kapolres Karawang (”PR”, 7/10). Dan terakhir, Ria Riani (22), karyawati Pabrik Tekstil Kahatex yang menghilang sejak 9 Oktober 2007. Gadis Majalengka ini pun raib tanpa diketahui kabarnya (”PR”, 22/10).

Ketiga kasus di atas mengarah kepada gerakan ”Alquran Suci” yang pusat kegiatannya belum diketahui sampai sekarang. MUI Jawa Barat belum menyatakan aliran ini sesat, karena kesulitan dalam melacak keberadaan gerakan underground tersebut. Yang menjadi pertanyaan, mengapa orang-orang yang hilang itu para gadis? Kemudian mengapa para gadis tersebut memilih untuk berkumpul dengan kelompoknya dibandingkan dengan keluarganya? Dan apa sebenarnya yang diinginkan oleh kelompok tersebut?

Hal inilah yang kemudian memicu keresahan di masyarakat. Bukan hanya keluarga korban yang resah akan keselamatan anaknya yang hilang, setiap keluarga yang memiliki anak gadis juga memiliki kekhawatiran yang sama. Apalagi ada kemungkinan, jumlah gadis yang menjadi korban lebih banyak lagi.

Modus operandi

Aliran keagamaan yang gerakannya seperti ”Alquran Suci” ini pernah menggegerkan Bandung. Saat itu banyak orang tua yang melaporkan anaknya hilang atau sikapnya berubah secara drastis setelah masuk kelompok tertentu. Masjid Salman ITB saat itu menjadi pusat penerimaan laporan orang yang terjebak kelompok tersebut. Tidak kurang seratus orang yang melapor atau dilaporkan oleh orang tuanya.

Modus operandi dari kelompok tersebut biasanya berawal dari doktrin diharuskannya calon anggota kelompok untuk ”hijrah” dengan membayar sejumlah uang. Doktrin ini kemudian mengharuskan mereka menutupi identitas keanggotaannya. Pembayaran sejumlah uang ini kemudian melebar menjadi kewajiban menyetor sejumlah uang yang ditargetkan setiap bulannya. Setiap anggota mendapat kewajiban untuk menyerahkan uang sesuai dengan tingkatannya dalam kelompok tersebut mulai dari puluhan ribu sampai jutaan rupiah.

Bila mereka tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut pada satu bulan tertentu, maka kewajiban itu diakumulasikan pada bulan berikutnya. Sebenarnya mereka sendiri tidak mengetahui ke mana dan untuk apa uang itu digunakan. Dengan indoktrinasi yang sangat ketat mereka kemudian tidak berani mempertanyakannya.

Dengan semakin bertambahnya kewajiban menyetor uang, akhirnya untuk memenuhi kewajiban itu mereka menggunakan berbagai macam cara, termasuk mencuri uang orang tua. Lambat laun orang tua mereka curiga dan akhirnya mengetahui keterlibatannya dalam kelompok tersebut. Karena sudah diketahui identitasnya, mereka kemudian meninggalkan rumah dan tidak pernah memberi kabar lagi.

Kemudian beberapa orang ada yang mulai menyadari kesalahannya bergabung dalam kelompok tersebut. Namun para pemimpin kelompok itu tidak sudi kehilangan sumber pendapatannya. Mereka menghalang-halangi, bahkan sampai melakukan teror atau intimidasi psikologis, seperti mengancam akan membunuh.

Anggota yang tidak kuat secara psikologis, tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka ingin keluar tapi takut. Bila mereka tetap di dalam, mereka tidak nyaman. Akhirnya mereka terjebak di dalamnya. Kondisi seperti ini banyak dialami terutama oleh gadis remaja yang belum banyak pengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun