Tekuk lutut dibawah kerling wanita”.
Lagu ini merupakan satu dari sekian banyak syair yang menceritakan kondisi ketertindasan perempuan. Pencitraan perempuan yang lemah. Kalaupun perempuan dianggap kuat maka itu adalah karena keutamaan tubuhnya. Laki-laki akan bertekuk lutut hanya karena kerlingan mata seorang perempuan. Bukan karena kualitas perempuan tersebut. Perempuan dianggap memiliki nilai hanya karena fisiknya
Nilai perempuan hanya karena fisik ini berdampak pada orientasi perempuan pada materi. Seolah untuk mendapatkan uang/materi, perempuan hanya membutuhkan potensi fisik semata. Ini tergambar dalam kegeraman yang diucapkan oleh Nawal el-Saadawi:
Pria Arab dan dalam hal ini kebanyakan laki-laki, tidak suka kepada perempuan yang berpengalaman dan cerdas. Seolah-olah laki-laki takut kepadanya. Karena… ia tahu betul bahwa kelaki-lakiannya tidak real, bukan kebenaran hakiki, tetapi hanya kulit luar disematkan dan dipaksakan atas perempuan oleh masyarakat yang didasarkan atas diskriminasi tekstual dan kelas. Pengalaman dan kecerdasan perempuan adalah ancaman bagi struktur kelas patriakal ini. Pada gilirannya, suatu ancaman bagi posisi palsu yang ditempati laki-laki, posisi raja atau wakil Tuhan berhadapan dengan perempuan. (Ghada Karm, 2000: 105-106).
Kegeraman ini menurut saya sangat beralasan. Kegeraman yang muncul karena pelebelan negative bahwa perempuan adalah makluk matrealis. Sehingga dicitrakanlah dalam sejarah bahwa perempuan yang disukai adalah perempuan yang tidak berpengalaman (kalaulah tidak disebut bodoh) asalkan cantik. Ia bisa saja mendapatkan materi yang diinginkannya. Karena kalau perempuan cerdas dan berpengalaman, maka ia hanya kan jadi ancaman bagi dominasi laki-laki.
Pemahaman ini juga mengendap dalam bawah sadar perempuan dan terus-menerus dikonstruk secara social lewat media. Sehingga yang terpenting bagi perempuan adalah penampilan bukan isi kepala apalagi kualitas spiritual. Pemahaman perempuan yang seperti ini sangat berbahaya, bahkan lebih berbahaya dibandingkan pemahaman budaya. Karena musuh yang paling berbahaya adalah musuh yang ada dalam diri. Bukan di luar diri. Karenanya sebelum kita membenahi pemahaman yang bersliweran di luar diri, alangkah lebih baiknya kita benahi pemahaman diri bahwa perempuan adalah makhluk yang samam mulianya di hadapan Tuhan. Yang membedakannya hanyalah ketaqwaannya.Wallahu ‘alam [NENG HANNAH, Pengasuh Kolom Gender Sunan Gunung Djati yang terbit setiap hari Selasa]
(Tulisan ini di buat untuk menjawab perlakuan diskriminasi yang penulis alami saat mengikuti ekspose hasil penelitian diktis depag RI di puncak tanggal 16 Oktober 2009, yang penulis alami hanya karena penulis perempuan muda di forum itu)
Daftar Pustaka
Ashgar Ali Engineer, Hak-Hak Perempan Dalam Islam, terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1994
Asadi, Muhammad, Penulisan Ulang Sejarah Perempuan: al-Qur’an dan Masalah Kebebasan Perempuan, Jurnal al-Huda vol.2 No 5, 2002
Anis, Muhammad Qasim Ja’far, Perempuan dan Kekuasaan Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam, Bandung : Zaman, 1998