Sunan Gunung Djati-Bangsa Indonesia adalah bangsa besar dengan pluralitas suku, budaya, dan agama. Konon, selalu didengung-dengungkan bahwa ujung tombak perjuangan dan masa depan bangsa ini terletak pada pemuda sebagai harapan bangsa.
Bukan berniat melemahkan, namun keadaan nyata menunjukkan perilaku segelintir pemuda malah membawa rasa pesimistik di antara pemuda itu sendiri.
Oknum tersebut, misalnya, tergabung dalam geng motor yang selalu membawa aksi brutal, pelaku tindakan kriminal, dan lain-lain.
Di kalangan mahasiswa dikenal beragam “tipe” pemuda. Mulai akademisi, aktivis, maupun keduanya, atau bahkan bukan keduanya alias pemuda apatis. Berkaitan dengan hal tersebut, pemuda harapan bangsa selalu dikacaukan dengan beberapa hal, misalnya ditemukannya kasus-kasus perilaku seks bebas, aksi anarkis, kekerasan dalam orientasi, hingga pemahaman keagamaan yang keliru yang cenderung berimbas pada radikalisme dan fundamentalime tak bertanggung jawab.
Menyikapi hal tersebut, maka semestinya yang ditanamkan lagi dalam jiwa pemuda adalah nasionalisme yang sejatinya sudah dikenalkan dan diajarkan semenjak dini. Beberapa hal yang dapat ditanamkan adalah sebagai berikut.
Pertama, menjunjung tinggi nilai-nilai pengorbanan para pahlawan yang telah berjuang membebaskan bangsa dari belenggu imperialisme. Sehingga muncul empati dan rasa takut direbutnya harkat dan martabat bangsa. Kedua, aktif dalam segala jenis kegiatan yang berkontribusi pada pengembangan dan pembangunan mental intelektual bangsa. Ketiga, menjaga daya pikir kritis atas terbukanya informasi-informasi mengenai pemahaman keagamaan radikal dan fundamental. Keempat, senantiasa menyaring dan mewaspadai arus kebudayaan asing yang muncul dan semakin mudah diakses dari segala jenis media.
Atas Nama Agama
Salah satu yang marak muncul di kalangan mahasiswa sehingga terkikisnya rasa cinta pada bangsa sendiri adalah pemahaman (atas nama) agama. Tersebarnya pemahaman tersebut muncul dari gerakan-gerakan perkumpulan mahasiswa baik yang nampak maupun under ground. Tanpa bermaksud menuduh bahkan menganggap keliru, melainkan pemuda yang bergelut di dunia kampus semestinya lebih memiliki ketahan diri dan daya pikir yang kritis sehingga tidak mudah mencerna informasi yang didapat.
Menurut hemat saya, agama manapun mengajarkan cinta pada pemimpin dan negara sendiri. Permasalahan seperti apa sosok dan model pemimpin dan kepemimpinan itu hal yang lumrah apabil terjadi perbedaan pendapat. Akan tetapi, saat ini krisis nasionalisme muncul dalam bentuk pengharaman nasionalisme itu sendiri. Menyedihkan, saat rakyat Indonesia sendiri tidak lagi bangga menjadi bagian dari Indonesia bahkan mengecap keberadaan negaranya itu sebagai negara yang “kafir” atau stigma negatif lainnya.
Lebih parah lagi, ditemukannya kasus gerakan underground yang memiliki tujuan mendirikan negara sendiri yang berlabel agama tertentu. Hal ini bukanlah rahasia dan terkesan sudah on the ground. Pemahaman ini bahkan dituding sebagai aliran sesat walaupun masih menjamur di sekitar kita. Tak disangkal, pemikiran ini menggerus kebanggan beridentitas sebagai bangsa Indonesia dan lama-lama meresahkan apabila pemuda segala tidak menyadarkan diri.
Ketidakpuasan