Sunan Gunung Djati-Bila Nabi Muhammad datang ke rumahmu, barang sehari dua: apa yang akan kau lakukan?
Aha, ia pasti akan datang pada waktu yang tak terduga. Pada saat pagi bersama sebatang rokok dan segelas kopi, atau saat masih gelap gulita di dalam selimut, seseorang sudah berdiri di depan pintu. Tak kukenal, ia orang asing, tapi wajahnya mengrimkan suasana tertentu. Aku mengenalnya, tapi entah siapa dan dimana?
Kemungkinan lain, ia datang pada saat saya asyik msyuk dengan goyang dangdut, memenuhi batok kepala dengan suara manja aura kasih. SAat itu ada suara yang sangat dikenal, entah siapa, “Assalamu’alaikum….!” Aku mendengarnya, namun syahwatku sedang asik-asyiknya menikmati aura kasih. Kubiarkan saja suara itu berada di pagar rumah. Suara salam kembali menembus dentuman musik syahwat, “Ahh…!!!” dengan malas kuseret kakiku membuka pintu depan, dan… sesosok wajah yang purba, telah kukenal sejak lama, tapi entah siapa…”Silakan masuk…!”. Sialan seharusnya aku menjawabnya dengan “Wa’alaikum Salam warahmatullahi ta’ala wabaraktuh” dengan tajwid dan mahraz yang prima. tapi mulutku sudah sekular daripada seharusnya.
Tergesa-gesa aku bukakan pintu dan kebimbing ia masuk ruang tamu, duduk di sana. Tangannya lembut, hatiku berdebar kencang. Wanginya masya Allah, hidungku menemukan surganya.
segera setelah itu saya melesat masuk kamar bacaku, mencari-cari al-Quran yang sudah lama berdebu dan entah sudah ditumpukui buku-buku filsafat apa. Dia pasti Muhammad, batinku, paling tidak utusannya, saya harus mempersiapkan diri. Mana al-Quran? Mana al-Quran? Kutemukan dia di bawah meja komputer, berdebu lembab dan dimakan ryap. Kuciumi dia, maafkan aku!
Ohya,,, ada satu lagi, saya pernah punya buku HAYAT MUHAMMAD, dimana juga dia? Oh bukuku satu-satunya, semenjak beli memang tak pernah kusentuh barang satu halaman pun. Hingga kisah Muhammad tak pernah lahir di mataku, di benakku, juga di hatiku. Kemanakah engkau Haykal?
Nah itu dia, haykal HAYAT MUHAMMAD ada di bagian buku yang hendak diloakkan.
DAda terasa lega, saat itulah saya ingat bahwa tamu agung itu sudah duduk di ruang tamu. Segera ke ruang tamu, tapi… tak ada. Kemana dia? Pintu tertutup kunci, seperti tak pernah siapapun yang pernah masuk. kain penutup kursi pun sama sekali tak kusut, tak ada yang pernah duduk di atasnya?
Apakah sedari tadi sebenarnya tak pernah ada tamu?
Apakah semua hanya bayanganku saja?
aku merasa kehilangan sesuatu. Jadi, tamu itu tak ada. Tak pernah ada. Ini semua hanya lamunanku saja. rupanya.
Aku kembali meletakkan al-Quran dan haykal. Ini semua mimpi.
Sebentar… wangi harum apakah ini? Harumnya menebar ke seluruh rumahku, harum yang sama dengan lelaki tadi? [BAMBANG Q ANEES, Dosen Filsafat dan Teologi UIN SGD Bandung]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H