2024 seperti film. Terutama film-film yang tersebar melalui konten-konten video di media sosial yang berharap viral. Mirisnya, tak banyak konten berisi edukasi yang viral untuk menginspirasi. Paling banter, konten-konten yang sering mengalami fase viral adalah konten yang cenderung berisi kontroversi.Â
Salah satunya konten edukasi yang viral karena kontroversinya, bukan kandungan isinya secara keseluruhan. Konten yang dikemas dalam bentuk diskusi santai atau boleh disebut podcast itu, membahas topik tentang metode menghafal dengan korelasi religiositas sebagai latar belakangnya. Â
Saat metode hafalan disebut tidak membawa dampak positif dalam membentuk karakter peserta didik bagi dunia pendidikan, sebagian besar masyarakat terutama dunia pendidikan cenderung sepakat dengan pernyataan itu. Pun tak ada masyarakat yang bereaksi tentang pernyataan tersebut.Â
Tetapi ketika metode menghafal disebut sebagai skill kognitif paling rendah karena menghafal itu sama dengan membeo, sejumlah masyarakat bereaksi keras terhadap pernyataan tersebut. Mengapa kali ini masyarakat bereaksi?
Apalagi, kalau bukan karena topiknya bersinggungan dengan religiositas. Terlebih yang mengucapkan kalimat itu adalah seseorang wanita yang katanya penghafal Al-Qur'an, dan dikenal sebagai kreator konten yang selalu membahas topik-topik kontroversial tentang semua hal yang berkaitan dengan kitab suci, terutama Al-Qur'an.Â
Kreator cantik penghafal Al-Qur'an itu bernama Kumaila Hakimah, membahas tentang babi, jilbab, surga dan neraka yang dibilang fantasi, kisah nabi-nabi yang dikatakan dongeng, Tuhan yang disebut imajinasi sebab tak ada jejak konkretnya, dan banyak topik lain tentang isi kitab suci (Al-Qur'an), yang baginya sudah tidak relevan menjadi pedoman hidup manusia.Â
Luar biasanya, belum ada satu pun reaksi publik mengarah pada pelaporan tentang penistaan agama ketika terdapat kasus-kasus dengan argumentasi yang terindikasi sebagai penistaan agama dengan level kata atau frasa hinaan jauh lebih menghina di bawah kata fantasi, dongeng, halusinasi dan imajinasi.
Dahulu misalnya, ada Rocky Gerung yang pernah dilaporkan atas kata 'fiksi' Â pada kalimat 'kitab suci fiksi', yang sempat heboh di ruang publik. Lalu ada beberapa kasus penistaan agama lainnya, yang membuat pelakunya minimal terpublikasi menjadi tersangka karena terpeleset mengucap kata yang terindikasi penistaan agama. Â
Tetapi memang, apa yang diargumentasi sebenarnya bukan luar biasa. Hanya terdiri dari pemikiran-pemikiran Kumaila atas setiap argumentasinya, yang diuraikan secara jelas dan logis dengan selalu mengedepankan cara berpikir rasional atau masuk akal, hingga  tidak direspon oleh masyarakat dengan pelaporan atas penistaan agama sebab mempunyai beberapa kecenderungan antara lain:
1. Tidak terdapat kandungan unsur politis di dalam setiap kontroversi yang ditimbulkan olehnya.Â