Menguak Sisi Tersembunyi dari Insentif Paket Stimulus Ekonomi.
Ada kabar gembira saat Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Airlangga Hartarto, mengumumkan paket insentif kebijakan ekonomi guna memastikan keadilan dan kepentingan masyarakat tetap terjaga. Yakni pengumuman tentang Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada masyarakat berbagai kelas.
Insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang dipersiapkan oleh pemerintah kepada masyarakat berbagai kelas itu terutama yang terkait dengan pajak, yang akan menjadi bagian dari skema pajak 2025.Â
Salah satu skema pajak yang akan diberikan insentif adalah dengan memberikan fasilitas bebas PPN atau PPN tarif 0% pada barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat umum dan yang memengaruhi hajat hidup banyak orang.Â
Dengan proyeksi insentif PPN dibebaskan yang diberikan pada tahun 2025 sebesar Rp265,6 triliun, Â maka termasuk barang dan jasa yang akan menerima pembebasa PPN adalah bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum. Stimulus Ekonomi berupa paket insentif tersebut akan menyasar kelas rumah tangga, kelas menengah dan kelas dunia usaha. Tetapi benarkah ini kabar gembira?Â
Seusai pesta demokrasi 2024, dengan adanya sejumlah fenomena politik yang tak biasa dan terjadi di dalamnya, masyarakat sekarang cenderung tidak bisa begitu saja menerima kebijakan pemerintah.Â
Terbukti dengan adanya penolakan atas kenaikan pajak PPN 12% yang terjadi di berbagai wilayah hingga muncul aksi demo penolakan, yang salah satunya dilakukan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, 18 Desember 2024. Penolakan kenaikan PPN 12% juga terjadi di berbagai platform digital atau platform media sosial sampai timbul link petisi tolak pajak PPN 12 persen.Â
Berdasarkan pantauan Kompas.com, hingga Kamis pukul 20.00 WIB, petisi penolakan kenaikan PPN 12 persen tersebut telah ditandatangani lebih dari 132.703 ribu dari target 150.000 orang. Jumlah ini tentunya masih terus akan bertambah hingga akhir tahun.Â
Meskipun kebijakan kenaikan pajak PPN 12% diiringi oleh Paket Stimulus Ekonomi untuk meringankan beban pajak pada barang dan jasa, yang dinarasikan sebagai bentuk bantuan atas kebutuhan masyarakat umum dan akan memengaruhi hajat hidup orang banyak, masyarakat tidak melihat insentif tersebut akan meringankan beban pengeluaran belanja di tahun 2025 atas pembebasan PPN.Â
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12) mengatakan bahwa pemerintah memang mengatakan PPN tidak berlaku untuk semua, tapi untuk barang premium. Tapi katanya, sejatinya semua produk dan jasa dikenakan PPN 12 persen mulai 2025.Â