Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Generasi Pendengung: Sibuk dalam Diam Berakhir Bising dalam Keluh

16 Desember 2024   16:15 Diperbarui: 16 Desember 2024   16:15 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Supriyanto/kompas.id

Pagi tadi saat berangkat kerja dengan mengendarai sepeda motor, saya melintasi rumah seorang teman. Tepat di teras depan pintu rumahnya, saya melihat tiga remaja laki-laki dan seorang laki-laki duduk bersama. Tak ada piring makanan dihadapan mereka. Tak ada sajian gelas-gelas kopi atau teh.

Saya mengenali keempat laki-laki itu. Dua remaja laki-laki adalah anak kembar dari teman saya, seorang remaja lainnya merupakan keponakan, dan yang seorang laki-laki dewasa adalah adiknya. Mereka berempat tidak sedang berdiskusi. Mereka sibuk dalam diam. Apa yang menyibukkan mereka dalam diam?

Apalagi kalau bukan telepon genggam alias smartphone. Keempatnya menunduk fokus ke layar telepon sementara jari-jari mereka tak berhenti bergerak. Kuat dugaan saya, dua anak remaja dan satu ponakan sibuk bermain game online sedangkan adik laki-lakinya sibuk dengan grup whatapps.

Bergerak menjauh dari rumah itu, di tengah perjalanan di tepian sebuah lintasan dekat pertokoan, tiga orang laki-laki sedang duduk dengan gelas-gelas yang mungkin berisi kopi atau teh. Ketiganya tidak sedang berbincang, melainkan sibuk dengan telepon cerdasnya masing-masing.

Di sudut-sudut restoran sebelum makanan disajikan, di ruang tamu, di aula, di ruang-ruang publik, di ruang tunggu atau di mana pun, hari ini, esok dan nanti entah sampai kapan, masih akan terlihat orang-orang yang sibuk dalam diam. Sendirian atau dalam kelompok tanpa bicara sepatah kata atau saling bercakap. Semua hanya sibuk pada satu alat yang ada di genggaman masing-masing. 

Istilah beken perilaku sibuk dalam diam ini adalah phubbing. Perilaku phubbing dilakukan oleh hampir semua orang yang memiliki telepon genggam cerdas atau gawai. Perilaku tersebut menarasikan pula tentang generasi menunduk atau rebahan tapi sibuk dengan telepon genggamnya, biasa disebut juga perilaku males gerak atau mager. 

Phubbing atau mager jika merujuk pada istilah medis identik dengan sedentary lifestyle, yakni pola hidup yang tidak sehat, dimana seseorang dengan gaya hidup tersebut cenderung malas bergerak atau malas melakukan aktivitas fisik. Pola hidup seperti inilah yang sedang melanda kaum remaja atau muda di banyak daerah hingga negara. Yaitu, sibuk dalam diam.

Kesibukkan mereka sangat cenderung pada aktivitas olah otak, hal ini pun jika melihat dampaknya, aktivitas otak yang mereka gunakan untuk sibuk dalam diam didominasi oleh bagian otak kanan. Sebab otak kanan memang berfungsi untuk mengerjakan tugas-tugas ekspresif dan kreatif.

Kelirunya, dominasi penggunaan otak kanan di ruang-ruang digital seringkali mengabaikan tugas dan potensi otak kiri. Sehingga pengolahan data dan informasi yang seharusnya diselesikan oleh otak kiri coba diselesaikan pula oleh otak kanan. Sebaliknya, otak kanan yang seringkali mengerjakan tugas untuk pekerjaan otak kiri jadi cenderung mati rasa dan mati daya, sampai daya nalar kritis logis orang-orang yang menggunakannya justru menjadi lumpuh. 

Akibatnya, ketika fisik mulai digerogoti oleh kelelahan otak yang dijalankan tidak sesuai peruntukkannya dan tanpa disadari telah menyerang massa otot, yang pada gilirannya saat hal itu terjadi terus-menerus, serta tidak diimbangi oleh olah raga, istirahat yang cukup dan pola makan sehat, orang-orang yang sibuk dalam diam akan mengalami jompo. 

Fisik jompo, yang kemudian dialami oleh banyak kawula muda atau remaja merujuk pada generasi Z, yang memang sebagian besar menjadi pelaku phubbing, mager, rebahan atau sibuk dalam diam. Ujung-ujungnya, berakhir bising dengan keluhan dan melalui otak kanannya, keluhan tersebut dinarasikan secara ekspresif dan kreatif dalam bentuk kata, frasa atau kalimat (quotes) baru. 

Jam koma misalnya, merupakan salah satu bentuk frasa yang tidak terimplikasi datang dari kesungguhan yang terjadi atas istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi kelelahan ekstrem yang sering dialami oleh Gen Z pada jam-jam tertentu akibat kelelahan bekerja, melainkan kondisi kelelahan akibat sibuk dalam diam. 

Suatu bentuk keluhan diri yang cenderung berupaya menunjuk kambing hitam atas perilaku phubbing, mager atau sibuk dalam diam yang mereka lakukan dan menyebabkan kelelahan, lalu dengan cara mengeluh di media sosial melalui narasi frasa baru 'jam koma' agar kelelahan itu terbaca sebagai akibat dari kesibukkan kerja. 

Berikutnya, narasi keluhan semacam keluar lagi melalui frasa baru 'remaja jompo' dengan kecenderungan mengkambinghitamkan waktu dan jarak tempuh atau aktivitas kesibukkan lain yang akar permasalahannya cenderung identik berasal dari atau berbasis perilaku phubbing, mager atau sibuk dalam diam. 

Remaja jompo yang dimaknakan sebagai remaja yang mudah mengalami kelelahan, pegal, sakit punggung dan pinggang, badan lemas, serta sering pusing-pusing, akibat waktu dan jarak tempuh atau sibuk bekerja, hanya merupakan cara mengeluh secara ekspresif dan kreatif di media sosial dalam frasa baru dengan kecenderungan akibat dari kelelahan aktivitas sibuk dalam diam.

Berbagai keluhan yang lalu diungkap atau dicurhatkan melalui media sosial oleh umumnya generasi Z (dapat dipastikan ini ulah generasi topping/generasi ngonten), tetapi di balik keluhan itu sesungguhnya tersimpan akar masalah yang sebenarnya dan tidak diungkapkan oleh mereka, adalah bagian dari ketergantungan terhadap gawai dan fasilitas ketersediaan internet yang tidak mampu dikendalikan secara positif serta tidak ingin diakui sebagai kelemahannya.

Kenyataannya, keluhan-keluhan yang mereka ungkap melalui media sosial terindikasi sempurna masuk ke dalam kategori generasi strawbery, yaitu generasi yang disebut mudah menyerah, lunak, gampang sakit hati dan sebentar-bentar curhat. Indikasi ini pula yang kerap terjadi melalui media sosial dengan cara menarasikan kata, frasa  atau kalimat (quotes) yang di dalamnya terkandung unsur keluhan.

Indikasi fakta tersebut selaras dengan 3 (tiga) kecenderungan generasi Z yang terlalu suka ikut tren (FOMO), terlalu mudah menilai diri mengalami kondisi tertentu hanya berdasarkan searching by internet (self-diagnosed) dan merasa paling dimusuhi oleh generasi lainnya. 3 (tiga) fakta itulah yang kemudian ikut menumbuhkan generasi pendengung. Mengungkapkan rasa apa pun lewat konten.   

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), pendengung adalah orang yang menyebarkan rumor atau gosip (terutama melalui media sosial) untuk menjadi perhatian banyak orang supaya hal tersebut menjadi perbincangan banyak orang. Sedangkan menurut definisi lain, pendengung adalah seseorang yang bekerja untuk mendengungkan (buzz) pesan atau pandangan tertentu mengenai persoalan, gagasan, atau merek, agar terlihat sealami mungkin.

Mengacu dari dua definisi pendengung tersebut, yang dimaksud generasi pendengung di sini berarti merujuk pada orang-orang  yang menyebarkan rumor, gosip, keluhan, curhat, persoalan, gagasan, merek atau perkara bidang apa pun melalui platform digital atau paltform media sosial dalam segala bentuk dan konteks, baik berdasarkan keresahan pribadi atau kelompok maupun atas perintah dengan mendapatkan sejumlah bayaran.

Dengan demikian, generasi pendengung lahir dari kesibukkan yang tidak memerlukan aktivitas fisik alias diam. Tetapi dalam fisiknya yang diam, mereka senantiasa akan memunculkan kebisingan berupa rumor, gosip, keluhan, curhat, persoalan, gagasan, merek atau perkara apa pun lainnya dalam aktivitas fisik mereka yang diam, yang dalam kesempatan ini berfokus pada keluhan. 

Begitulah generasi pendengung sibuk dalam diam berakhir bising dalam keluh, yang pada akhirnya tanpa peduli pada dampak negatif atau buruk yang bisa ditimbulkan olehnya, akan mengarahkan dan memunculkan tema-tema baru dalam interaksi sosial digital yang kemudian melahirkan algoritma, enggagement rate dan berbagai macam rater digital yang dapat berimbas pada keuntungan materi maupun immateri.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun