Meskipun besaran anggaran sudah ditentukan, untuk rincian lebih lanjut program MBG ini belum bisa dipastikan seberapa besar anggaran per porsinya bagi tiap anak. Juga belum diketahui menu apa yang akan disajikan. Masihkah tetap berada di angka Rp15.000 per anak atau malah berkurang menjadi Rp7.500. Hitungan rincian ini masih dalam tahap proses penyempurnaan dari tim penyelenggara MBG.
Di tengah proses penyempurnaan utak-atik rincian anggaran MBG, muncul ide penggunaan ikan kaleng, termasuk sarden oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Alasannya, ikan kaleng memiliki kandungan protein yang mencukupi.Â
Dari segi kalkukasi anggaran, harga ikan kaleng kemasan per buah bergantung dari merek atau brand-nya. Untuk harga ikan kaleng kemasan merek botan dengan berat 425 gram berada di kisaran Rp30.000- Rp40.000. Satu kaleng ikan kemasan 425 gram bisa digunakan untuk 4- 8 porsi. Jadi perkiraan harga satu porsi jika menggunakan hitungan 8 porsi (porsi sedikit) dapat di angka rata-rata Rp4.375 per porsi. Tentu jauh lebih murah bila memakai merek lain.Â
Tetapi masalahnya, konsumsi ikan kaleng memiliki batasan konsumsi 2 (dua) sampai 3 (tiga) porsi per minggu. Selain itu, informasi 4 (empat) tahun lalu tentang ikan kaleng kemasan, yang pernah sempat membuat heboh masyarakat dengan berita ditariknya 27 merek ikan kemasan kaleng dari peredaran karena positif mengandung parasit cacing atau cacing jenis Anisakis Sp, apakah sudah aman dikonsumsi bila satu atau lebih dari 27 merek itu yang nantinya akan digunakan untuk program MBG?
Jangan-jangan, ide penggunaan ikan kaleng kemasan untuk program MBG merupakan upaya mengefisiensi dan mengefektifitaskan anggaran yang masih dalam tahap hitung-hitungan. Sehingga kalkulasi anggaran program MBG dengan alasan efisiensi dan efektivitas pada akhirnya akan berimbas pada harga per porsi per anak secara keseluruhan tanpa melihat lagi kandungan nilai kesempurnaan gizinya. Ujung-ujungnya, realisasi program MBG hanya asal ada atau dijalankan tapi tidak menyentuh tujuan utamanya, yaitu memberikan asupan yang mengandung gizi untuk mencerdaskan anak bangsa.
Di luar hitung-hitungan pelaksanaan program, anggaran Rp 71 triliun untuk tahun 2025 yang memang telah dicanangkan sejak era Jokowi dari mana asalnya jika anggaran tersebut masuk ke dalam alokasi anggaran pendidikan. Sedangkan menurut Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo mengatakan dalam program Gaspol Kompas.com yang tayang di YouTube Kompas.com pada 16 September 2024, "...program makan bergizi gratis tidak akan mengambil pos anggaran pendidikan. Anggaran sendiri saja. Jadi, enggak mengganggu anggaran pendidikan karena anggaran pendidikan itu sudah banyak kepakai untuk yang macam-macam"
Berdasarkan pendapat Ketua Dewan Pakar PAN tersebut, anggaran pendidikan yang alokasinya dijatah sebesar  Rp722,6 triliun untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, tidak akan berkurang peruntukkannya. Termasuk untuk program MBG.Â
Namun apabila meninjau dari alokasi anggaran pendidikan tahun sebelumnya, di 2024 ketika pemerintah sudah menganggarkan pendidikan di angka Rp660,8 triliun lalu meningkat dibanding anggaran pendidikan tahun 2023 Â yang mencapai Rp612,2 triliun, anggaran pendidikan tahun 2025 tidak mengalami peningkatan bila dipotong Rp71 triliun untuk program MBG. Â Â Â
Di sisi lain, beredar informasi bahwa  program Makan Bergizi Gratis (MBG) didukung oleh pendanaan pemerintah China, yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Dukungan pembiayaan itu disampaikan saat Prabowo menemui Presiden China Xi Jinping.
Dukungan itu dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah China dengan Pemerintah Indonesia. Prabowo dan Xi Jinping menyaksikan penandatanganan kerja sama itu.Â
Kedua negara dalam hal ini menyepakati pendanaan MoU bertajuk Food Supplementaion and School Feeding Programme in Indonesia. Bila berita terkait pendanaan itu benar, muncul pertanyaan, apakah pendanaan ini cuma-cuma alias gratis sesuai dengan nama programnya?Â
Tetapi jika pendanaan yang dimaksud dalam MoU tersebut adalah hutang yang harus dibayar, maka sudah sepatutnya pemerintah mengkaji ulang anggaran program makan bergizi gratis ini. Jika hasil kajian menunjukkan keharusan untuk menunda atau membatalkan program MBG sementara waktu, atau bahkan bila pilihan terbaiknya adalah meniadakan program MBG ketimbang menjalankan program tetapi dari dana utang dan terindikasi tidak mampu menjangkau tujuan utama dari program MBG, masyarakat pasti lebih memilih untuk tidak menerima program MBG. Â Â Â