Resign berarti mengundurkan diri, menyerah atau berhenti. Kata resign kerap digunakan oleh seorang pekerja yang sudah tidak aman atau tidak nyaman lagi dengan pekerjaanya. Bila seorang pekerja sudah tidak merasa aman atau nyaman dengan pekerjaannya, maka tak peduli posisinya di perusahaan, resign merupakan pilihan paling baik baginya.
Seorang pekerja yang melakukan resign dari tempatnya bekerja, selain hendak beranjak dari keamanan dan kenyamanan, tentu mempunyai alasan masing-masing yang lebih spesifik.Â
Alasan tersebut bisa karena pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja awal, gaji yang tidak sepadan, ingin melanjutkan pendidikan, karir yang stagnan, mau mendirikan usaha atau berbisnis, mengasuh anak, diterima di perusahaan lain dengan gaji atau karir lebih menjanjikan, pindah rumah atau lainnya.
Setiap pekerja yang memutuskan berhenti bekerja atas kemauannya sendiri hampir pasti akan meninggalkan perusahaan dan teman-teman kantor untuk selamanya. Ikatan pertemanan dan keterlibatan profesionalisme pekerjaan yang menumbuhkan jalinan emosional tentu tidak bisa diabaikan begitu saja. Ada kecewa, gembira, marah, kesal, sedih, cinta, kasih dan perasaaan lain di dalamnya.
Rasa itulah yang kemudian kelak dapat memunculkan kenangan atau kerinduan akan situasi dan kondisi yang pernah dilalui. Untuk rasa itu pulalah biasanya ada ritual perpisahan ala kadarnya ketika seorang pekerja memutuskan resign. Salah satu ritual yang dilakukan umumnya adalah mentraktir teman dengan makanan resign.Â
Ritual perpisahan sederhana dengan cara membelikan makanan resign, lazimnya berupa donut atau pizza. Sejumlah lainnya memilih mentraktir makanan berat dan langsung makan di tempat. Sementara beberapa lainnya lebih memilih membelikan hadiah berupa aksesoris, suvenir atau barang-barang bermanfaat lainnya. Tetapi kenyataannya, tidak semua pekerja yang mengundurkan diri terjadi atas kemauannya sendiri.Â
Tidak sedikit kasus pengunduran diri terjadi bukan atas dasar kemauan seorang pekerja, melainkan terjadi karena sesuatu dan lain hal lalu diminta untuk mengundurkan diri. Salah satu di antaranya karena ketidakmampuan perusahaan membayar pesangon sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak mempunyai alasan yang tepat untuk merumahkan pekerja tersebut dengan cara tidak hormat.
Sehingga permintaan pengunduran diri adalah cara perusahaan memberhentikan pekerja agar lepas dari tanggung jawab memberikan pesangon. Bila resign yang terjadi berlatar belakang demikian, apakah layak pekerja tersebut mentraktir teman-temannya?Â
Untuk pekerja-pekerja resign dengan kasus yang sama, dan kasus pekerja yang benar-benar di PHK oleh perusahaan karena melakukan kesalahan dan tanpa mendapat uang pesangon, atau pekerja yang memang tidak melanjutkan pekerjaan sebab masa kontraknya tidak  diperpanjang oleh pihak perusahaan padahal pekerja tersebut masih ingin bekerja, masihkah teman-temannya berharap menerima traktiran?
Soal traktir-mentraktir ini bukan sekadar ritual perpisahan untuk meluapkan rasa keterlibatan antara teman kantor yang mungkin tidak akan berjumpa lagi, tetapi harus dipandang pula dari aspek etika pergaulan dan sikap empati. Seorang pekerja yang resign bukan atas kemauannya sendiri misalnya, ia lebih layak untuk ditraktir oleh teman-temannya, bukan mentraktir.Â
Sedangkan pekerja yang berhenti karena dipecat tentu lebih layak untuk diberikan motivasi dan bantuan. Jadi apabila ada seorang teman kantor resign, lebih layak mentraktir atau ditraktir?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H