Pada zaman keemasannya, bagi orang-orang yang gemar membaca, buku bacaan fisik cenderung jadi salah satu benda yang wajib dibawa dalam bekal perjalanan ke mana pun, baik perjalanan jarak dekat atau jauh.Â
Terutama untuk perjalanan jarak jauh dan terlebih bila perjalanan yang ditempuh akan menggunakan moda transportasi yang ramah kebisingan, seperti mobil pribadi, pesawat terbang, bus antar daerah kelas VIP, bus travel antar kota. Â Â
Sebab membaca bukan aktivitas yang semata-mata bisa dilakukan di mana pun, kapan pun atau dalam kondisi apa pun. Pilihan moda transportasi dengan segenap fasilitas dan layanannya turut menjadi faktor penentu agar aktivitas membaca dapat dilakukan dengan aman, nyaman dan fokus bagi orang yang gemar membaca dalam perjalanan. Sehingga ide dan manfaat dari isi buku yang dibaca dapat diserap dan dicerna dengan baik.
Dulu di berbagai moda transportasi umum masih mudah dan sering ditemui orang-orang yang asyik menikmati perjalanan dengan membaca buku. Tetapi pada umumnya, mereka yang membaca di dalam moda transportasi umum cuma dapat melakukannya dalam kondisi transportasi yang ditumpangi sedang sepi. Meskipun beberapa di antaranya tetap akan membaca dalam posisi berdiri atau berada di tengah kebisingan.Â
Hanya saja, sebagian besar pembaca buku fisik pasti lebih menikmati aktivitas membacanya dalam posisi santai dan suasana tenang. Siapa pun pembaca buku di era masa lalu tentunya sangat jarang menemukan ketenangan di moda transportasi umum, kecuali di waktu-waktu dan pada moda transportasi tertentu.Â
Maklum transportasi massal semacam bus dan kereta api misalnya, termasuk jenis transportasi umum yang banyak digunakan tetapi bagi pembaca buku fisik di masa itu bus dan kereta api mempunyai banyak hambatan terkait suasana ketenangan yang dapat dihadirkan.
Tetapi itu dulu, Â ketika pilihan moda transportasi umum masih semrawut. Ketika fasilitas dan layanan bus dan kereta api tidak menciptakan perilaku disiplin bagi para penumpangnya.Â
Ketika kebiasaan antre tidak dibangun secara sistematis. Ketika berdesak-desakan dalam moda transportasi umum dibiarkan membudaya. Ketika sampah masih mudah ditemukan di dalam transportasi umum, dan ketika segudang alasan yang membuat bus dan kereta api sangat tidak layak untuk dijadikan tempat tenang dalam berkonsentrasi.Â
Sekarang hal itu tidak lagi ditemukan setelah seluruh moda transportasi mengalami transformasi. Terutama moda transformasi kereta api yang paling tampak menonjol perubahannya sejak di bawah kepemimpinan Jonan Ignatius. Siapa pun yang pernah melakukan perjalanan dari masa ke masa dengan moda transportasi kereta pasti merasakan perubahan yang signifikan.
Secara pribadi saya merasakan dampak perubahan dalam suatu perjalanan awal ke Malang di sekira tahun 2017. Saat itu saya menggunakan moda transportasi kereta api. Sebuah buku berjudul 'The Power of Habit Dahsyatnya Kebiasaan" karya Charles Duhigg versi terjemahan menjadi bekal saya untuk menemani perjalanan panjang itu.Â
Buku setebal kurang lebih 390-an halaman selesai saya baca dalam perjalanan pergi dan pulang Jakarta-Malang dan Malang -Jakarta. Padahal untuk menyelesaikan buku setebal itu saya biasa membutuhkan waktu berminggu hingga berbulan, bergantung waktu luang dan suasana hati.Â
Kondisi kereta api ekonomi Jakarta-Malang dan Malang- Jakarta, yang saat itu saya tumpangi ternyata mampu menciptakan suasana hati yang mendukung saya untuk menyelesaikan isi buku jauh lebih cepat dari biasanya. Sebuah buku yang memberi inspirasi bagi banyak orang dan telah mengubah banyak individu menjadi lebih baik.Â
Buku karya Charles Duhigg "The Power of Habit" adalah buku yang akan membawa pembacanya dalam pengendalian diri dan merubah pola pikir pembacanya ketika dihadapi dan menyikapi suatu keadaan. Bersama kereta api di bawah kendali PT. KAI, saya diarahkan untuk mulai membiasakan diri dengan membuat tanda atau pemicu, menjalankan rutinitas dan mencatatkan ganjaran atau hasil yang akan diterima, seperti apa yang dihadirkan oleh kereta api saat itu.
Keterbelakangan fasilitas dan layanan kereta api tempo dulu yang menghadirkan tanda atau pemicu seperti budaya antre yang tidak menghadirkan efisiensi dan efektivitas, gerbong dan toilet yang kotor, bau dan hawa panas, penumpang yang dibiarkan berdiri dan berjubel di lorong gerbong hingga naik ke atap gerbong, kebisingan yang tak mampu diredam, pedagang asongan dan pengamen yang bebas keluar masuk gerbong dan pemicu lainnya, diubah atau ditransformasi oleh PT. KAI melalui tangan pimpinan Jonan Ignatius dan kolaborasi hasil perkembangannya dengan Didiek Hartantyo x kompasiana x sebagai pimpinan PT. KAI yang telah menggantikan dan menciptakan kemajuan dalam rutinitas baru.
Kemajuan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh para penumpang dalam rutinitas perjalanan kereta api khususnya jalur lintas antar daerah seperti budaya antre yang mulai memudar, gerbong dan toilet yang tak lagi kotor, bau dan panas, penumpang yang tak lagi berdiri atau berjejal di lorong apalagi naik di atap gerbong, tidak lagi ada aktivitas pedagang asongan dan pengamen yang berlalu lalang dan rutinitas positif lainnya yang dibangun oleh PT. KAI.Â
Ketika PT. KAI melakukan transformasi melalui kekuatan"tekad" dengan melakukan perubahan mulai dari strategi, sistem, budaya dan berbagai inovasi penggunaan teknologi, masyarakat pengguna kereta api secara otomatis diarahkan dan dituntut untuk melakukan dan membentuk kebiasaan positif dalam rutinitas perjalanannya bersama PT. KAI di kereta api.Â
Kekuatan tekad yang dibawa dan ditunjukkan oleh PT. KAI melalui hasil kemajuan yang diperoleh berarti membuktikan bahwa "The Power of Habit" mampu mengubah apa pun menjadi lebih baik.
Upaya membentuk "ThePower of Habit" sebagai cara Didiek Hartantyo mendidiek jadi lebih baik kepada para penumpang atau pengguna kereta api melalui dahsyatnya kebiasaan, yang mulai dilakukan dengan mengubah tanda atau pemicunya dengan rutinitas untuk menciptakan kebiasaan positif bagi para pengguna atau penumpang, terbukti dalam setiap perjalanan kereta api sekarang.Â
Yaitu terbukti dapat menghadirkan ketenangan, kenyamanan, keamanan tanpa kebisingan dan bangku-bangku yang diperebutkan, serta membuat pemandangan dari balik jendela kereta api bisa dinikmati tanpa gangguan.Â
Untuk para penumpang atau pengguna moda transportasi kereta api, "ThePower of Habit" yang diciptakan oleh PT.KAI seharusnya menjadi hikmah dan pelajaran agar kebiasaan positif bisa diterapkan ke dalam kehidupan sehari-sehari di mana pun, kapan pun dalam situasi apa pun sehingga secara perlahan, setiap individu akan merasakan atau menikmati dampak baik berupa ganjaran atau hasil yang baik atas kebiasaan baik yang dilakukan.
Sedangkan bagi saya, perjalanan Jakarta-Malang dan Malang-Jakarta bersama kereta api ditemani sebuah buku "The Power of Habit" yang selesai dibaca dalam satu kali perjalanan pergi-pulang, menjadi pembuktian bahwa PT. KAI telah mampu menghadirkan kereta api berkelas dunia, dan keberhasilannya menjadi inspirasi serta pemicu untuk setiap individu termotivasi dalam membentuk "The Power of Habit Dahsyatnya Kebiasaan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H