Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Vasektomi: Mencegah Kehamilan atau Membungkam Konsep Poligami?

24 September 2024   20:03 Diperbarui: 24 September 2024   20:18 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja saya mendapat kisah tentang seorang kepala keluarga yang telah bertahun-tahun menjalani biduk rumah tangga tetapi belum dikaruniai seorang anak. Dalam posisi itu di suatu budaya tertentu, kepala keluarga yang belum dikaruniai seorang anak dalam rumah tangganya, akan diminta menikahi wanita lainnya untuk bisa memperoleh keturunan.

Budaya tersebut tentu tidak identik dengan konsep poligami dalam literatur sebuah agama. Sebab terdapat satu alasan meskipun dapat disebut hanya sebagai pembenaran untuk bisa menikah lagi. Tetapi faktanya, banyak kasus pernikahan kedua dalam budaya tersebut, istri pertama justru hamil dan melahirkan dengan segera setelah suaminya menikah untuk kedua kalinya.

Kisah itu tidak jauh berbeda dengan keluarga yang belum diberikan anak setelah bertahun-tahun membina rumah tangga, tapi begitu mereka mengadopsi seorang anak atau mengangkat anak ke dalam keluarga kecil mereka, secepat kemudian sang istri hamil dan melahirkan seorang anak.

Dalam konteks demikian, ketidakhamilan seorang istri dalam jangka waktu panjang tidak ditentukan oleh pengunaan alat kontrasepsi jenis apa pun oleh sang istri maupun penggunaan kontrasepsi vasektomi oleh sang suami. Apa yang dialami oleh keduanya lebih cenderung bagian dari takdir dan ujian kehidupan.

Namun sebaliknya, apabila istri atau suami melakukan pencegahan kehamilan karena ingin merencanakan menjadi orang tua sesuai kematangan usia dan kesiapan lahir batin pasangan atau membatasi jumlah anak melalui penggunaan berbagai alat kontrasepsi atau metode pencegahan kehamilan dengan potensi persentase kegagalannya, seperti dikutip dari dari berbagai sumber daring antara lain:

  • Pengunaan kontrasepsi Pil KB dengan tingkat kegagalan 90 per 1000 orang.
  • Penggunaan kontrasepsi suntik KB dengan tingkat kegagalan 60 per 1000 orang.
  • Penggunaan KB implan dengan tingkat kegagalan 0.5 persen.
  • Pengunaan KB IUD dengan tingkat kegagalan 8.5 orang per akseptor KB.
  • Penggunaan kondom pria dengan tingkat kegagalan 15 persen.
  • Penggunaan kondom wanita dengan tingkat kegagaln 21 persen.
  • Metode spermisida dengan tingkat kegagalan 29 persen.
  • Penggunaan alat kontrasepsi difragma dengan tingkat kegagalan 16 persen.
  • Penggunaan alat kontrasepsi cervical cap dengan tingkat keberhasilan 30 persen untuk wanita yang sudah memiliki anak dan 15 persen untuk wanita yang belum memiliki anak.
  • Metode ejakulasi di luar vagina dengan tingkat kegagalan 4 persen.

Dari sekian banyak alat kontrasepsi dan metode pencegahan kehamilan, meskipun tingkat kegagalan beragam hingga ada yang terbilang kecil, salah satu jenis penggunaan kontrasepsi lain yang efektif adalah vasektomi dengan tingkat keberhasilan mencapai 99 persen. Artinya, hanya kurang dari 1 di antara 100 orang wanita yang hamil setelah satu tahun pria menjalani prosedur vasektomi.

Dengan tingkat kegagalan dan keberhasilan yang dapat diketahui persentasenya, mencegah kehamilan dengan menerapkan penggunaan alat kontrasepsi atau metode pencegah kehamilan untuk merencanakan menjadi orang tua sesuai kematangan usia dan kesiapan lahir batin pasangan atau untuk membatasi jumlah anak tentulah terbilang efektif. Masalahnya, ketika itu akan diterapkan pada pria atau suami dengan menggunakan kontrasepsi vasektomi, reaksi atau respon yang mengemuka pastilah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.  

Baca juga: Berpikir Kriminal

Vasektomi merupakan prosedur pembedahan pada penis dengan cara memutus atau menutup tabung yang membawa sperma (vas deferens) untuk mencegah sperma meninggalkan tubuh. Dengan terpotongnya saluran sperma, maka vasektomi menghalangi sperma masuk ke air mani saat laki-laki ejakulasi.

Sederhananya, dengan vasektomi seorang pria kehilangan kemampuan untuk membuahi pasangannya. Tetapi walaupun tingkat keberhasilan kontrasepsi vasektomi mencapai 99 persen mengapa penggunaan kontrasepsi vasektomi jarang diminati?

Faktor penyebab tingginya penolakan pria atau suami melakukan kontrasepsi vasektomi bukanlah kekhawatiran akan efek samping berupa menurunnya performa seksual, berkurangnya gairah seksual atau libido hingga disfungsi ereksi, sebab pengetahuan dan kemajuan ilmu kedokteran pasti mampu menjawab semua kekhawatiran itu.

Inilah reaksi atau respon berbeda yang dimaksud, bahwa salah satu faktor yang sangat cenderung menjadi penyebab pria atau suami menolak kontrasepsi vasektomi sangat berkenaan dengan ego dan superioritas. Karena dengan melakukan kontrasepsi vasektomi, pria akan kehilangan satu poin penting di hadapan wanita lain sehingga kesempatan untuk memiliki istri lebih dari satu dan mempunyai banyak keturunan dari lebih satu pasangan tidak akan bisa terwujud.

Kecenderungan tersebut tentu perlu kajian mendalam, namun dugaan yang mengarah pada pembungkaman konsep poligami ketimbang untuk mencegah kehamilan pada wanita atau istri atas penerapan kontrasepsi, khususnya vasektomi layak untuk diteliti.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun