Oleh karenanya, kaum sebelah dalam konteks apa pun topiknya baik ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama atau lainnya cenderung akan memberikan sinyal bahaya bagi kesatuan, persatuan, toleransi, kedamaian dan kenyamanan pada setiap interaksi sosial digital dalam bentuk apa pun komunikasi, diskusi, debat atau dialog.Â
Dari dunia politik dalam demokrasi Indonesia, sinyal bahaya yang ditimbulkan oleh kaum sebelah secara terbuka sudah sering terlihat dalam sepuluh tahun terakhir.Â
Terlebih di Jelang pemilu 2024 dan akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo. Kaum sebelah telah sangat sering menunjukkan taringnya, memperlihatkan perilaku tone deaf di satu waktu dan menampakkan perilaku overly sensitive di waktu lain. Sementara kebaikan dan kebenaran serta prestasi nyata yang ada di masing-masing sisi tak diakui atau diabaikan.Â
Pada salah satu peristiwa debat yang nyaris berakhir adu jotos baru-baru ini di sebuah televisi program Rakyat Bersuara dengan tajuk "Banyak Drama di Pilkada, Kenapa?", kaum sebelah lagi-lagi memunculkan sinyal bahaya.Â
Bung Rocky Gerung salah seorang narasumber dengan karakteristik menyerang, seperti diketahui tidak pernah berhenti untuk mengkritisi kepemimpinan Jokowi bahkan cenderung ajek pada pendapatnya tentang keburukan di era Jokowi, yang pada peristiwa debat hari itu lagi-lagi menggunakan kata kasar seperti bodoh dan dungu.Â
Sehingga selain membuat tersinggung narasumber lainnya, Silfester Matutina, yang juga ajek menunjukkan emosional dalam mempertahankan pendapatnya, yang fokus melakukan pembelaan pada era Jokowi, serangan debat Rocky menunjukkan sinyal bahaya yang ditimbulkan oleh keduanya, dalam konteks keduanya teridenfikasi sebagai kaum sebelah.Â
Maka untuk mencegah sinyal bahayanya tidak menyebar luas dan menjadi peristiwa nyata yang dapat mengganggu kesatuan, persatuan, toleransi, kedamaian dan kenyamanan, sebenarnya hanya diperlukan satu cara, yaitu mengalah untuk menang demi kebaikan bersama. Berusaha menjauhi, menghindari dan tone deaf pada kaum sebelah lainnya, tanpa perlu berperilaku over sensitive. Pada konteks ini, ungkapan "diam itu emas" patut untuk diterapkan.   Â
     Â
Referensi
https://www.gramedia.com/best-seller/highly-sensitive-person/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H